Hadirnya pandemi Covid-19 mempengaruhi berbagai sektor di kehidupan masyarakat, tanpa terkecuali di bidang pendidikan. Bagi sebagian orang, pandemi memang mempercepat dan mempermudah akses pendidikan secara daring.
Akan tetapi, berbagai kendala yang terjadi selama pandemi ternyata justru membuat sebagian masyarakat enggan melanjutkan pendidikan formal. Hal ini menjadi sebuah kekhawatiran baru bagi masa depan Indonesia. Terlebih, pendidikan merupakan salah satu indikator terpenting dalam keberhasilan pembangunan negara.
Sektor Pendidikan yang Mengkhawatirkan
Pendidikan merupakan hak mendasar setiap warga negara, karena dapat menunjang kehidupannya sebagai manusia. Pendidikan membawa perubahan kepada generasi muda yang akan meneruskan perjuangan Indonesia. Namun, tingkat pendidikan di Indonesia masih lemah.
Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2020 tingkat pendidikan penduduk usia di atas 14 tahun hanya 8,5% yang tamat kuliah dan tingkat kecerdasan generasi muda Indonesia berada pada urutan ke-72 dari 78 negara.
Berdasarkan hal ini, pendidikan akan menjadi tujuan pemerintah dan sasaran pembangunan berkelanjutan. Sejatinya, hal ini selaras dengan misi era Sustainable Development Goals (SDGs) hingga 2030 berdasarkan arahan dari Forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pembangunan manusia yang memiliki indikator pendidikan termasuk dalam tujuan dan sasaran dalam 17 poin SDGs agar mampu meningkatkan daya saing Indonesia dalam mendukung SDGs 2030. Terlebih pada tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi telah mencapai bonus demografi yang tercermin dari penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64% dari populasi.
Sayangnya, penurunan kualitas pendidikan selama pandemi dikhawatirkan akan mempersulit persiapan negara ini menghadapi bonus demografi tersebut. Peran pemerintah harus bisa dimaksimalkan sehingga SDGs dapat terjadi dan bonus demografi menjadi keniscayaan.
Untuk itu, diperlukan terobosan baru guna membangun inovasi sehingga kekhawatiran yang ditimbulkan terhadap permasalahan publik pasca pandemi Covid-19 di bidang pendidikan bisa ditekan bahkan dihilangkan. Beberapa permasalahan tersebut akan dibahas secara singkat satu demi satu.
Meningkatnya Pernikahan Dini
Situasi memang sedang pandemi, tetapi jumlah pernikahan ternyata mengalami peningkatan. Mirisnya, tidak sedikit yang melangsungkannya adalah anak-anak di bawah umur berdasarkan ketentuan Undang-undang Perkawinan.
Pada tahun 2021, sebanyak 34.000 kali atau setara 97% pengajuan pernikahan anak di bawah umur dikabulkan karena alasan faktor ekonomi dan kemauan dari anak itu sendiri.
Tentunya, hal ini berimplikasi pada kondisi rumah tangga ke depannya. Pernikahan yang dilakukan oleh anak di bawah umur cenderung kurang siap secara mental dan rentan terkena dampak finansial. Tak sedikit pekerja dari keluarga muda yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan buruh yang dipotong gajinya.
Adapun alasan dari kemauan anak bisa jadi merupakan akibat negatif dari sistem pembelajaran jarak jauh dan kurikulum darurat, yang mengharuskan belajar di rumah. Tanpa pengawasan yang memadai dari tenaga pendidik, pelajar lebih banyak bermain dibandingkan belajar. Fatalnya, sebagian pelajar justru terjerumus pada pergaulan yang salah.
Data Kementerian Agama menunjukkan, anak yang hamil di luar nikah pada saat pandemi mengalami kenaikan sebesar 250%. Menurut Kementerian PPN/Bappenas, 400–500 anak perempuan usia 10–17 tahun berisiko menikah dini akibat pandemi Covid-19.
Padahal, pada pasangan pernikahan dini, pendidikannya belum maksimal. Keterbatasan pendidikan pada akhirnya membatasi akses lapangan pekerjaan bagi mereka. Ini yang menyebabkan kondisi ekonomi pasangan yang menikah dini sulit untuk ditingkatkan dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rendah.
Meningkatnya Perceraian dan Kemiskinan
Pada akhirnya, banyak pasangan yang bercerai karena adanya kegagalan finansial keluarga. Terlebih, faktor ekonomi menjadi salah satu masalah penyebab paling dominan terjadinya kasus perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun.
Hal ini bisa terlihat dari total kasus perceraian selama pandemi yang mencapai 829 perkara. Menurut Jaya (2021) pada tahun 2020 di periode Januari-Juni, jumlah kasus perceraian yang ditangani mencapai 699 perkara. Dibandingkan dengan tahun 2020, perkara perceraian di tahun 2021 ini meningkat sekitar 25%.
Pernikahan dini juga rentan melahirkan keluarga miskin karena rendahnya pendidikan dan rendahnya pula akses pekerjaan yang didapat. Padahal, situasi ekonomi sedang sulit karena pandemi, sehingga lapangan pekerjaan semakin sempit.
Daya beli masyarakat sedang rendah. Adanya perubahan perilaku dan aktivitas ekonomi telah mendorong meningkatnya jumlah angka kemiskinan. Hadirnya pandemi Covid-19 juga membuat pengangguran meningkat dan menurunnya kesempatan bekerja dan berusaha. Dengan meningkatnya kemiskinan, maka SDGs juga terhambat untuk diimplementasikan.
Epilog: Penyebab dan Dampak Lintas Sektoral
Data BPS menunjukkan bahwa pada kuartal 1 tahun 2021 ini pertumbuhan ekonomi masih rendah, yaitu minus 0,74%. Tentunya butuh kerja keras untuk menaikkannya lagi menjadi positif secara siginifikan. Apalagi, penyebabnya sangat lintas sektoral, berkaitan satu sama lain. Termasuk, soal menurunnya kualitas pendidikan dan meningkatknya pernikahan dini.
Perlu diakui bahwa permasalahan di ranah pendidikan sudah terjadi sebelum adanya Covid-19. Namun, yang perlu juga menjadi perhatian ialah bahwa pernikahan dini diperparah dengan adanya pandemi.
Manakah sebenarnya yang menjadi akar permasalahan? Bisa jadi rendahnya pendidikan menyebabkan pernikahan dini, atau juga sebaliknya, pernikahan dini menyebabkan rendahnya tingkat dan kualitas pendidikan.
Namun yang jelas, pernikahan dini membuat seseorang tidak mempunyai keterampilan dan membuatnya susah mendapatkan pekerjaan. Pada akhirnya, kemiskinan meningkat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin sulit beranjak dari persentase yang rendah karena pandemi.
Seiring dengan upaya penanganan dampak Covid-19 yang saat ini menunjukkan tren positif, perbaikan di sektor pendidikan perlu menjadi perhatian. Diperlukan fokus dalam menyelesaikan masalah publik yang satu ini. Sekali lagi, semoga tulisan singkat ini menjadi pengingat bagi kita semua.
Daftar Pustaka
Afandi, T. (2017). Siaran Pers Bonus Demografi 2030-2040: Strategi Indonesia Terkait Ketenagakerjaan Dan Pendidikan. Siaran Pers: Kementrian PPN/Bappenas.
Andina, E. (2021). Meningkatnya Angka Perkawinan Anak Saat Pandemi Covid19. Info Singkat, 13(4), 13–18.
Tarigan, H., Sinaga, J. H., & Rachmawati, R. R. (2020). Dampak Pandemi Covid19 terhadap Kemiskinan di Indonesia. Pus Sos Ekon dan Kebijak Pertan, 3, 457-79.
Badan Pusat Statistika. 2021. Ekonomi Indonesia Triwulan I-2021 turun 0,74 persen (y-on-y). https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/05/05/1812/ekonomi-indonesiatriwulan-i-2021-turun-0-74-persen–y-on-y-.html. 24 Agustus 2021.
Caesaria, S. D. 2021. Hasil Sensus 2020: Hanya 8,5 Persen Penduduk Indonesia Tamat Kuliah. https://www.kompas.com/edu/read/2021/02/04/144307671/hasil-sensus2020-hanya-85-persen-penduduk-indonesia-tamat-kuliah?page=all. 24 Juli 2021.
Jaya. T. P. 2021. Banyak Istri Gugat Cerai Suami sejak Awal 2021, Ini Pemicunya. https://regional.kompas.com/read/2021/06/25/121111478/banyak-istrigugat-cerai-suami-sejak-awal-2021-ini-pemicunya?page=all. 24 Agustus 2021.
Jayani, D. H. 2021. Wabah Pernikahan Dini di Tengah Pandemi dan Dampak Buruknya. https://katadata.co.id/muhammadridhoi/analisisdata/5ff7cb5cdf279/wabahpernikahan-dini-di-tengah-pandemi-dan-dampak-buruknya. 24 Agustus 2021.
Kementerian Negeri Agama. Pandemi Corona : Remaja Hamil Dibawah Umur Naik 250 %. https://jateng.kemenag.go.id/warta/artikel/detail/pandemicorona-remaja-hamil-dibawah-umur-naik-250. 24 Agustus 2021.
Mahasiswa S1 Ilmu Politik
0 Comments