CPNS, Amunisi atau Beban?

by M. Isa Thoriq A. ▲ Active Writer | May 4, 2019 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Prolog

Tahun 2018 Pemerintah mengumumkan dibukanya 238.000 formasi CPNS. Masyarakat menyambut dengan penuh antusias. Lebih dari 4 juta orang berebut mendaftar, mulai dari orang yang baru lulus kuliah sampai orang yang sudah bekerja masih mengincar status sebagai PNS.

Berbagai cara pun ditempuh untuk bisa lulus seleksi, dari cara yang wajar hingga tidak wajar. Kejadian tidak wajar di antaranya ada peserta seleksi yang membawa jimat saat pelaksanaan ujian, atau adanya peserta yang rela membayar jutaan rupiah supaya lulus ujian walaupun belakangan diketahui itu bagian dari penipuan.

Tingginya animo masyarakat terhadap lowongan CPNS menandakan harapan yang sangat besar bahwa PNS dapat membawa kehidupan yang lebih baik.  Motivasi pendaftar sangat beragam, di antaranya mendambakan gaji bulanan yang stabil, uang pensiun, waktu kerja yang fleksibel, hingga peningkatan status sosial.

Beberapa di antaranya barangkali terpaksa mengikuti jejak orang tua yang berprofesi sebagai PNS. Di antara para pendaftar, mungkin hanya sedikit yang memiliki keinginan tulus untuk mengabdi kepada negara sebagai motivasi utama menjadi PNS.

Wajah Birokrasi

Indonesia negara besar yang memiliki sejarah panjang dalam hal birokrasi, kita bisa melihat perjalanan birokrasi dari era kerajaan hingga pasca reformasi saat ini. Warisan yang diturunkan secara turun temurun hingga sekarang adalah budaya paternalisme.

Paternalisme adalah sistem yang menempatkan  pimpinan sebagai pihak yang paling dominan. Paternalisme tumbuh sumbur karena dipengaruhi oleh warisan  kultur feodal sejak jaman kerajaan. Dalam sistem kerajaan masyarakat mempunyai nilai dan norma yang menjunjung tinggi dan mengagungkan penguasa karena dianggap telah memberikan kehidupan dan perlindungan.

Dampaknya bisa kita lihat dalam birokrasi, segala sesuatu bersifat top down, kreativitas dan keberanian untuk memulai dari bawah sangat minim.  Pegawai yang berusia muda tidak akan bisa melakukan terobosan jika pimpinan tidak menghendaki.

Upaya untuk menyenangkan atasan dengan cara apa pun juga menjadi contoh dari sistem ini, tak jarang memosisikan pimpinan sebagai seseorang yang harus dilayani. Akibatnya, birokrat lebih ingin dihormati dan dilayani oleh masyarakat.

Isu lain dalam birokrasi ialah masih simpang siurnya postur ideal birokrasi. Berapa banyak jumlah ideal PNS yang dibutuhkan oleh negara ini? Pada tahun 2016 Badan Kepegawaian Negara (BKN) membuat  policy brief yang di dalamnya menyatakan tidak adanya komposisi ideal antara jumlah PNS dan penduduk di antaranya disebabkan oleh tidak adanya perencanaan strategis PNS secara nasional.

Sebagian besar instansi pemerintah baik pusat maupun daerah belum mempunyai standar kompetensi PNS, sehingga penempatan PNS menghasilkan ketidaksesuaian antara kualifikasi pegawai dengan kualifikasi jabatan.

Di lapangan dapat kita lihat masih banyak pegawai yang pekerjaannya sangat sedikit, waktunya lebih banyak dihabiskan dengan bermain game atau sekedar ngobrol bersama teman, pola kerja yang lambat, dan tidak akrab dengan kemajuan teknologi.

Padahal, di era sekarang dituntut adanya keterbukaan, profesionalitas, efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas. Grand design Reformasi Birokrasi yang sudah dicanangkan melalui Perpres 81 Tahun 2010 masih berjalan hingga saat ini, tetapi dalam penerapan maupun dampaknya belum banyak berimbas terhadap perilaku korup para birokrat. Bahkan, lima tahun terakhir banyak sekali OTT yang dilakukan KPK terhadap orang-orang di lingkaran birokrasi.

Belum lagi jika kita mengacu pada perkembangan teori administrasi terbaru yakni New Public Management (NPM), sebuah  manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Kondisi nyata pengelolaan pemerintahan butuh banyak perbaikan.

Konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, dan kompetensi tender. New Public Management memberikan perubahan yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih  mengakomodasi pasar. Sepertinya, perlu upaya yang lebih keras untuk membawa birokrasi kita menuju NPM.

Adaptasi CPNS

Beberapa waktu terakhir ini wajah gembira terpancar dari para pendaftar yang lolos menjadi CPNS. Setelah melalui tahapan yang panjang, usaha teriring doa membuahkan hasil yang menggembirakan.

Ribuan orang secara resmi telah bergabung dalam Korps Pegawai Republik Indonesia, menambah tenaga birokrasi untuk menjalankan mesin pemerintahan demi terwujudnya cita-cita bangsa. Namun, apakah mereka bisa menjadi amunisi dalam perubahan birokrasi atau justru menambah beban?

Salah satu faktor yang menghambat adanya perubahan birokrasi ialah adanya upaya mewariskan kebiasaan buruk kepada para pendatang baru. Ada yang menyebutkan upaya regenerasi koruptor, dengan ditemukan fakta bahwa pelaku korupsi  banyak yang berasal dari pegawai berusia muda.

Para birokrat muda berasal dari berbagai latar belakang, pastinya mereka memiliki kemampuan dan kapasitas yang cukup dalam hal keilmuan. Beberapa sudah pernah bekerja di dunia swasta dengan budaya kerja yang cukup kompetitif, tetapi ada yang lulusan baru (fresh graduate), baik dari sekolah kedinasan maupun umum.

Mereka belum mengetahui secara langsung kebiasaan buruk dalam dunia birokrasi. Umpamanya mereka tidak tahu cara memanipulasi SPJ, memanipulasi perjalanan dinas, memotong anggaran penyedia jasa, suap, dan upaya manipulatif lainya dalam rangka memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Begitu masuk di lingkungan birokrasi, lambat laun mereka akan mengetahui secara langsung hal tersebut. Sebagai pegawai baru dengan lingkungan yang paternalistik mereka akan selalu mengikuti perintah atasan atau pegawai yang lebih senior.

Awalnya akan ada gejolak dalam diri mereka, tetapi lambat laun karena melihat hal itu dilakukan oleh banyak orang, diam-diam perilaku itu dibenarkan oleh mereka. Pada akhirnya proses regenerasi koruptor pun terjadi.

Lain halnya jika mereka masuk di lingkungan birokrasi yang bersih, mengutamakan profesionalitas dan kompetisi antar pegawai. Mereka dengan mudah dapat mendorong upaya menciptakan birokrat yang ideal, karena lebih mudah menerapkan hal baru kepada pegawai baru daripada mengubah kebiasaan pegawai lama.

Akan sangat disayangkan jika seluruh proses rekrutmen yang menghabiskan banyak biaya, serta seleksi yang ketat untuk mendapatkan pegawai yang ideal kemudian luntur oleh upaya transfer budaya yang buruk di lingkungan birokrasi.

Sebagai pegawai baru mestinya mereka memiliki idealisme dan komitmen yang tinggi dalam bekerja dan mewujudkan perubahan. Akan tetapi jika keberadaan mereka hanya untuk memelihara budaya yang buruk dalam birokrasi maka beban perubahan semakin berat.

Epilog

Kita berharap pada angin segar yang berembus melalui para pegawai baru, mereka dapat dimaksimalkan sebagai agen perubahan, mengakselerasi reformasi birokrasi, dan memotong mata rantai korupsi.

Kuncinya adalah pandai beradaptasi. Sebaiknya CPNS memiliki pemahaman bahwa beradaptasi bukan hanya melebur dengan kebiasaan lama, tetapi bernegosiasi dengan budaya lama untuk kemudian menggerakkan perubahan, ke arah yang lebih baik tentunya.

Dengan demikian, CPNS ini nantinya bukan menjadi beban buruknya birokrasi, tetepi justru mampu menjadi amunisi dalam perubahan birokrasi yang lebih baik. Kebanggaan mereka menjadi PNS tidak akan tercoreng oleh perilaku korup, tetapi kebanggaan itu dipupuk untuk menumbuhkan semangat dalam melayani masyarakat dan menjadi abdi negara yang mulia.

Untuk para CPNS, jaga idealisme! Di tanganmulah nasib bangsa!

 

 

 

5
0
Avatar

ASN di Inspektorat Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2011. Sejak mahasiswa aktif di organisasi ekstra kampus. Dengan bekal ini Penulis masih menyimpan api idealisme dalam menjalankan tugasnya sebagai ASN. jalan birokrasi adalah jalan perjuangan.

M. Isa Thoriq A. ▲ Active Writer

M. Isa Thoriq A. ▲ Active Writer

Author

ASN di Inspektorat Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2011. Sejak mahasiswa aktif di organisasi ekstra kampus. Dengan bekal ini Penulis masih menyimpan api idealisme dalam menjalankan tugasnya sebagai ASN. jalan birokrasi adalah jalan perjuangan.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post