Pepatah Arab mengatakan: “Man ‘arafa nafsahu faqod ‘arafa rabbahu”. Yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya. Tentang ini, ada hal berbeda yang saya pahami dari fakta yang ada. Anda boleh sependapat, boleh tidak sependapat ya.
Faktanya…
Fir’aun sangat kenal dengan dirinya sebagai seorang penguasa, mempunyai kendali, punya kewenangan. Apapun bisa dia lakukan: tidak suka -penggal kepala, tidak senang -hajar! Karena dia tahu dan sangat paham kalau dirinya penguasa. Lalu, apakah Fir’aun kenal Tuhannya? Sayangnya ia malah mengaku sebagai Tuhan.
Haman paham betul siapa dirinya, seorang tangan kanan penguasa, idenya didengar, pendapatnya selalu diiyakan atasannya. Jadilah dia orang kepercayaan penguasa. Ring 1, orang dekatnya penguasa. Kemudian, apakah Haman kenal Tuhannya?
Sayangnya Haman malah salah pilih. Tuhan bosnya dijadikannya sebagai Tuhannya, sehingga dia manut dan percaya apapun tindakan Tuhannya. Memang Haman juga mendapatkan manfaat dari kepatuhannya.
Kita lanjutkan…
Qorun sangat sangat kenal dan paham siapa dirinya: pebisnis sukses harta melimpah, punya ide cemerlang dalam mencari pundi-pundi kekayaan, sampai kunci hartanya harus dipanggul puluhan orang. Bisa dibayangkan betapa suksesnya Qorun sebagai orang kaya, orang tajir.
Lalu, apakah Qorun kenal Tuhannya…? Pikirannya berkata, “Kekayaan ini nggak ada sangkut pautnya dengan Tuhan. Ini hasil jerih payah gue, ide gue, konsep bisnis gue; karena memang gue pintar”. Jadilah Qorun men-Tuhankan kejeniusannya berbisnis, men-Tuhankan hartanya.
Samiri, paham betul kalau dia punya ilmu dan pemahaman yang luas. Retorikanya luar biasa dan menghipnotis siapapun yang mendengar, hingga yakin dan percaya dengan metode dan konsep ketuhanan Samiri. Lalu, apakah Samiri kenal Tuhannya? Malah dengan retorikanya dia sesatkan kaumnya Musa, sehingga mereka menuhankan anak sapi.
Sebaliknya…
Kemudian pepatah ini coba kita balik: “Man ‘arafa rabbahu faqod ‘arafa nafsahu.” Yang mengenal Tuhannya pasti paham siapa dirinya.
Sulaiman tercatat sebagai penguasa terkuat sepanjang sejarah manusia. Jangankan manusia, jin pun dikuasai bahkan anginpun tunduk dengan kekuasaanya. Lalu, apa kata Sulaiman tentang kekuasaannya? “Hadza min fadli Rabbiy. Ini semua karunia dari Tuhanku…”
Yusuf, si tampan yang jenius, orang dekat penguasa, kepercayaan penguasa sehingga perbendaharaan negara dia kuasai. Ilmu dan analisis keuangannya luar biasa hingga negara mampu tetap surplus dalam kondisi paceklik sekalipun.
Lalu, apa kata Yusuf? “Kalaulah Tuhanku tidak menjagaku, pastilah aku berbuat sekemauan nafsuku….”
Bilal Ibn Rabbah, budak hitam kasta terendah, dianggap rendah, dipandang sebelah mata, diperjualbelikan bahkan sampai disiksa untuk mengubah keyakinannya. Apa kata Bilal? “Ahad, Ahad, Ahad…”
Teringatlah saya pada nasyid ini….
Sering kita merasa taqwa
Tanpa sadar terjebak rasa
Dengan sengaja mencuri-curi
Diam-diam ingkar hati
Pada Allah mengaku cinta
Walau pada kenyataannya
Pada harta, pada dunia
Tunduk seraya menghamba
Belajar dari Ibrahim
Belajar taqwa kepada Allah
Belajar dari Ibrahim
Belajar untuk mencintai Allah
Malu pada Bapak para Anbiya
Patuh dan taat pada Allah semata
Tanpa pernah mengumbar kata-kata
Jalankan perintah tiada banyak bicara
Bagaimana Ibrahim mengenal Tuhannya
Yuk, ambil quran kita. Sekarang mari buka Surah Al An’am (surat ke-6) ayat ke-76 sampai 79. Mari baca dan perhatikan, Ibrahim belajar dari alam yang diciptakan Tuhannya. Dalam tafsir Jalalain dijelaskan, pencarian Ibrahim itu ternyata adalah sebuah dialog dan sindiran terhadap kaumnya. Mari kita simak tafsirnya.
Ayat 76:
(Ketika menjadi gelap) menjadi kelam pekat (malam hari atasnya, dia melihat sebuah bintang). Menurut suatu pendapat bahwa yang dimaksud adalah bintang Zahrah/Venus (lalu dia berkata) kepada kaumnya yang pada waktu itu menjadi para penyembah bintang-bintang (“Inilah Tuhanku”) menurut persangkaan kamu.
Akan tetapi tatkala bintang itu tenggelam (surut) dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Maksudnya, Ibrahim tidak suka menjadikannya sebagai tuhan-tuhan, sebab tuhan tidak patut mempunyai sifat yang berubah-ubah dan pindah-pindah tempat.
Kedua sifat ini hanyalah pantas disandang oleh makhluk-makhluk. Akan tetapi, ternyata cara yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim ini tidak mempan pada kaumnya.
Ayat 77:
Kemudian tatkala melihat bulan terbit (mulai menampakkan sinarnya) dia berkata kepada mereka: “Inilah tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku (memantapkan hidayah dalam diriku) pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”
Perkataan ini merupakan sindiran Nabi Ibrahim terhadap kaumnya, bahwa mereka itu berada dalam kesesatan. Akan tetapi, ternyata apa yang telah dilakukannya itu sedikit pun tidak bermanfaat juga bagi kaumnya.
Ayat 78:
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku yang lebih besar”. Dhamir dalam Lafal ra-aa di-*mudzakar-*kan mengingat khabar-nya mudzakkar. Tuhan yang ini yang lebih besar daripada bintang dan bulan. Maka tatkala matahari itu tenggelam, hujjah yang ia sampaikan kepada kaumnya itu cukup kuat dan tidak dapat dibantah lagi oleh mereka.
Dia berkata, “Hai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan”. Dari mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala dan benda-benda hawadits/baru yang masih membutuhkan kepada yang menciptakannya. Akhirnya, kaumnya itu berkata kepadanya, “Lalu apakah yang engkau sembah?”
Nabi Ibrahim menjawab dalam Ayat 79:
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku dengan beribadah kepada Tuhan yang telah menciptakan, yang telah mewujudkan (langit dan bumi) yaitu Allah swt. (Dengan cenderung) meninggalkan semua agama untuk memeluk agama yang benar. Dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.”
Akhirnya, kembali pada Anda
Dan akhirnya pilihan itu ada pada Anda. Silahkan kenali dan pahami siapa diri Anda. Namun, hati hati, bisa jadi setelah kenal:
Alih-alih Anda mengenal Tuhan,
bisa jadi Anda Tuhankan kekuasaan Anda,
Anda Tuhankan bos Anda,
Anda Tuhankan Jabatan Anda,
Anda Tuhankan ilmu Anda,
Anda Tuhankan harta Anda dan Tuhan-tuhan yang lain.
Selamat mengenal Tuhan, hingga kita kenal siapa kita sesungguhnya.
Dari sahabatmu yang sedang belajar mengenal Tuhan.
Arfan Novendi
Pelaksana di Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi konsentrasi di monev anggaran. Sekretaris ULP Institut Seni Indonesia Padang Panjang, Aktif di pengadaan barang dan jasa sejak tahun 2009 sampai sekarang,
Juga tercatat sebagai anggota PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Institut Seni Indonesia Padang Panjang.
Keren