Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dapat menjadi ujung tombak pertumbuhan perekonomian desa di negeri ini. BUMDesa berpotensi besar sebagai wadah usaha masyarakat desa dalam mendorong pertumbuhan perekonomian desa dan menangani kemiskinan di desa.
Itulah alasan pentingnya kita terus menyokong pertumbuhan perekonomian desa melalui BUMDesa. Sebagai contoh, tahun lalu di suatu provinsi sudah tumbuh 1.414 BUMDesa atau 69,1% dari 2.046 desa yang ada. Bahkan, ada kabupaten yang sudah memiliki BUMDesa sebesar 95,7% dari jumlah desa atau sebanyak 266 BUMDesa.
Sayangnya, BUMDesa masih banyak mengalami tantangan.
Sebagai contoh, terdapat satu kabupaten dengan BUMDesa yang sama sekali
tidak menghasilkan laba, sedangkan pada suatu kabupaten lainnya,
BUMDesa berhasil menghasilkan laba senilai Rp555.074.339,00 atau 26,9% dari total
laba seluruh BUMDesa di suatu provinsi.
Berita baiknya, dari laba tersebut, BUMDesa telah memberikan kontribusi kepada Pendapatan Asli Desa (PADesa). Sebagai contoh, di suatu kabupaten, BUMDesa memberikan kontribusi ke PADesa senilai Rp470.085.510,00 atau 21,1% dari total kontribusi laba BUMDesa ke PADesa satu provinsi.
Bahkan, sebuah kabupaten memiliki persentase kontribusi laba BUMDesa ke PADesa tertinggi sebesar 95,9% dari laba yang dihasilkan atau senilai Rp93.029.453,00.
Tantangan BUMDesa
Yang menjadi tantangan, pertama, ada BUMDesa yang memberikan kontribusi kepada PADesa lebih besar daripada labanya. Di satu kabupaten ada yang memberikan kontribusi ke PADesa sebesar 109,6% dari laba BUMDesa dan bahkan di kabupaten lain sebesar 20.069,6% dari laba BUMDes.
Yang menarik juga, terdapat BUMDesa di sebuah kabupaten yang telah memberikan kontribusi kepada PADesa meskipun tidak menghasilkan laba.
Kedua, ternyata sebanyak 1.190 BUMDesa di suatu provinsi belum menyusun laporan keuangan. Bahkan, ada sebuah kabupaten yang hanya 4 BUMDesa atau 0,3% dari jumlah BUMDesa telah menyusun laporan keuangan. Walaupun demikian, ada 77 BUMDesa di suatu kabupaten yang telah menyusun laporan keuangan atau 44,5% dari jumlah BUMDesa.
Tantangan ketiga, ada sebanyak 1.057 BUMDesa di sebuah provinsi belum berbadan hukum atau tidak legal. Bahkan, sebanyak 241 BUMDesa dari 241 BUMDesanya di satu kabupaten atau 100% belum berbadan hukum. Syukurnya, ada juga kabupaten yang banyak memiliki BUMDesa berbadan hukum sebesar 80,8% dari jumlah BUMDesa atau sebanyak 215 BUMDesa.
Di lapangan, terungkap beberapa permasalahan BUMDesa, yaitu BUMDesa belum menyusun Rencana Bisnis (Renbis), tidak memiliki inovasi, tidak bekerja sama dengan pihak ketiga, dan tidak memasarkan produknya lewat marketplace. Selain itu, banyak BUMDesa belum menyusun Rencana Program Kerja (RPK) dan ada yang tidak aktif menjalankan kegiatan operasionalnya.
Sumber Masalah
Beberapa penyebabnya adalah pengurus BUMDesa kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan rencana kerja dan rencana bisnis, termasuk pemahaman mereka atas analisis pasar, perencanaan keuangan, dan manajemen risiko.
Pengurus BUMDesa juga tidak sepenuhnya memahami manfaat dari kerja sama dengan pihak ketiga. Selain itu, ada keraguan dan kekhawatiran BUMDesa bekerja sama dengan Unit Ekonomi Masyarakat (UEM) akan mengurangi potensi keuntungan BUMDesa.
Penyebab lainnya adalah sumber daya manusia yang terbatas, yaitu keahlian dalam manajemen bisnis, kesadaran pengurus desa tentang pentingnya badan hukum BUMDes, dan kurangnya pengetahuan memasarkan produk.
Kemudian, fokus BUMDesa hanya pada satu jenis usaha atau sektor tertentu dan tergantung pada satu sumber pendapatan, akses ke pasar terbatas dan kesulitan BUMDesa dalam menjual produk atau jasa, dan sengketa bisnis yang tidak terselesaikan, seperti wanprestasi dalam pengadaan dan pertanggungjawaban yang belum diselesaikan.
Pemerintah daerah juga kurang mampu dalam memberikan dukungan yang cukup dalam mendorong kerja sama BUMDesa dengan pihak ketiga.
Rencana Aksi untuk BUMDes
Permasalahan-permasalahan tersebut tentu saja menjadi tantangan bersama dalam memajukan dan meningkatkan kualitas BUMDesa. Untuk menghadapi tantangan tersebut, BUMDesa perlu menjalankan rencana aksi, yaitu:
- Pertama, pelatihan dan bimbingan teknis kepada pengurus BUMDesa terkait RPK, rencana bisnis, dan pengelolaan keuangan.
- Kedua, penyusunan kebijakan penatausahaan keuangan dan rencana bisnis.
- Ketiga, penyusunan prosedur penatausahaan keuangan dan penyiapan rencana bisnis.
- Keempat, evaluasi tahunan atas struktur organisasi, prosedur operasional, dan kebijakan yang diterapkan untuk memastikan bahwa BUMDesa menjalankan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
- Kelima, registrasi BUMDesa ke Kementerian Hukum dan HAM untuk menjadikan BUMDesa berbadan hukum.
Penutup
BUMDesa yang sukses merupakan kunci utama untuk meningkatkan perekonomian desa di seluruh penjuru negeri. Oleh karena itu, semua pihak harus bergotong royong untuk membangun BUMDesa yang maju dan berkualitas.
[1] Tulisan ini dimodifikasi dari Evaluasi Manajemen Pengelolaan Keuangan BUMDesa Tahun 2023 dan Strategi Peningkatan Kualitas Manajerial BUMDesa di Provinsi Kalimantan Barat, Kamis (29/02).
Rudy adalah alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I Angkatan LVI Tahun 2023, seorang pejabat eselon 2 di sebuah instansi pengawasan, dan Editorial Board Chairman Pergerakan Birokrat Menulis.
Ia juga adalah Ketua Dewan Pengawas Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (IASII), dan Ketua Departemen Law, Regulation, & Policy Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI).
Ia adalah Doctor of Philosophy (PhD) dari Auckland University of Technology (AUT), Selandia Baru, dengan tesis PhD “Integrating Organisational and Individual Level Performance Management Systems (PMSs) within the Indonesian Public Sector”.
Sebelumnya, ia memperoleh gelar Akuntan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Magister Manajemen Sistem Informasi (MMSI) dari Universitas Bina Nusantara, dan Master of Commerce in Information System (MComm in IS) dari Curtin University of Technology (Australia).
Ia juga penerima beasiswa the New Zealand ASEAN Scholarship Award 2014 dari New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT), anggota Beta Gamma Sigma (sebuah kelompok elit dunia di Amerika Serikat yang keanggotaannya berbasis undangan), serta reviewer jurnal internasional Qualitative Research in Accounting and Management.
Rudy terbuka untuk berdiskusi melalui twitternya @HarahapInsight. Tulisan penulis dalam laman ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga tempat bekerja atau lembaga lain.
Dalam pengelolaannya, masih jarang sdm yang mau fokus untuk mengurus bumdes. Orientasi terhadap materi terlalu dominan sehingga ketika ada masalah’ mereka akan tumbang dengan mudah. Ujung2nya, bumdes terbengkalai. Perlu sinergi yang kuat antara kepala desa dan pemkab untuk fokus pada pengembangan bumdes, selain itu pendamping desa juga harus lebih serius dalam melakukan pendampingan kepada pengurus bumdes. Jika sdm bumdes sudah paham akan pentingnya peranan bumdes dalam menggerakan roda perekonomian desa, dan mendapat backing penuh dari kepala desa dan pemkab, tentu bumdes akan berjalanan sesuai yg diharapkan.