Ambillah buku di depanmu
Buka buku itu dan bacalah
Dulu,
Buku itu adalah buku yang bersih,
Putih,
… tanpa goresan
Ingatlah, di hari pertama itu
Ketika kau menulis kisahmu, di halaman pertama buku itu
Tanganmu menari-nari sempurna,
Mengukir kisahmu,
… hingga tak sedetik pun terlewatkan
Di hari selanjutnya,
Kau buka lembaran yang kedua
Kau mulai lagi menulis kisahmu
Dari detik pertama hingga detik terakhir
Kau urai sempurna setiap kisahmu
Begitulah seterusnya
Lihatlah bukumu …
Sudah banyak kisah yang kau tulis
Kau pun tak tahu, kapan waktu itu kau tuntaskan
Kisah yang kau ukir dalam buku itu
Kelak kemudian,
Buku itu akan diterbitkan
Buku itu akan dikisahkan
Dibaca banyak manusia
Karya yang kau abadikan
Buku itu menjadi bukti
Siapa kamu …
Buku itu akan menjadi saksi,
Seberapa besar cintamu kepada-Nya
Tetapi, apakah yang kau tulis itu …
Kisah-kisah indah nan membanggakan?
Kisah-kisah yang membuatmu tenang?
Kisah yang membuat Sang Penciptamu ridho atas dirimu?
Atau,
Buku itu …
Mengisahkan kebodohanmu?
Mengisahkan keburukanmu?
Kisah yang membuatmu pilu dan sedih
Kisah yang membuatmu muak atas dirimu
Kisah yang membuatmu bergetar, ketakutan, mencekam jiwamu
Kisah yang membuat matamu nanar, mulut menganga, tubuh berguncang
Menyesali waktu yang kau lewatkan sia-sia
Lalu, kau pun meminta pada Tuhanmu waktu tuk menulis ulang kisahmu
Kau berjanji menulis kisah yang indah, kisah bahagia …
Kisah yang membuat Tuhanmu jatuh hati padamu
Kau berjanji,
Tak kan lagi menulis kisah seperti yang kau tulis
Sungguh, kau pun bermohon kepada-Nya
Berjanji sepenuh hati ‘tuk menulis ulang buku itu
Dengan kisah indah
Tetapi, kau kan mendengar suara: “Terlambat sudah!”
Kau tersentak,
Matamu melotot,
Wajahmu memerah,
Tubuhmu bergetar,
Lidahmu berteriak dengan keras melengking,
Hingga menjalar ke sudut-sudut negeri
Saat itu, semua pun sudah tak berguna
Tak ada lagi yang bisa kau lakukan
Pilu, perih yang tak terukur
Memikirkan bagaimana nasibmu nanti
Api pun sudah berkobar, berteriak lantang memanggil namamu
Lantas, apa lagi yang bisa kau perbuat?
Tidak ada
Tidak ada lagi yang bisa kau lakukan
Kini jalanilah pilu dan getir itu
Namun …
Buku itu masih kau pegang
Masih ada kisah yang bisa kau tulis ulang
Baca ulanglah kisahmu,
Pahamilah,
Resapilah,
Sadarilah …
Bacalah kisahmu …
Apakah kau berkisah tentang keindahan?
Atau kau berkisah tentang kenistaan?
Masih ada waktu tuk menulis kisah indahmu …
Masih ada waktu menulis di bukumu
Menceritakan yang indah di akhir karyamu
Agar Tuhanmu tersenyum,
Atas kisah di penghujung karyamu
Dan Tuhanmu pun ridho
Mengangkatmu ke alam barzakh
Penulis adalah inspirator Rumah Pintar Aisha. Lahir di Magetan Jawa Timur pada tanggal 18 September. Bekerja sebagai PNS di Kementerian Perindustrian sebagai Kepala Seksi di bidang Industri Elektronika dan Telematika. Gelar Sarjana Hukum diperoleh pada tahun 2005 di Universitas Sebelas Maret Surakarta, sedangkan gelar Magister Sains dengan Konsentrasi Kajian Stratejik Kepemimpinan pada Prodi Kajian Stratejik Ketahanan Nasional diperoleh pada tahun 2011 di Universitas Indonesia. Pada tahun 2007 menikah dengan Dyah Lestyarini dan sekarang dikaruniai seorang putra bernama Ayyash Faiz Insyaha dan seorang putri bernama Aisha Tsaqifa Insyaha. Motto hidup yang konsisten dijalani adalah Tumbuh, Berbagi dan Diridhoi. Motto tersebut memiliki arti bahwa kapanpun, dimanapun, bagaimanapun dalam menjalani hidup ini harus mampu mengembangkan diri secara mandiri, menjadi orang yang bermanfaat bagi kehidupan serta mengharap keridhoan Allah SWT dari setiap aktivitas yang dijalani setiap detiknya. Email : [email protected]
0 Comments