Judul di atas bukan tentang lari dari kenyataan atau tentang berlari mengejar target kinerja ya, tapi tentang kebiasaan saya berolahraga lari. Lari santai (jogging) merupakan olahraga yang sudah saya lakukan sejak tahun 1998.
Hampir setiap pagi saya jogging mengitari Kampus STAN. Kebetulan saya tinggal di perumahan dalam kompleks kampus, atau lebih dikenal dengan nama perumahan asdos (asisten dosen). Motivasi saya untuk olahraga lari sebenarnya sangat sederhana: bingung nggak ada kegiatan di pagi hari.
Sebelumnya saya tinggal bersama orang tua di Bekasi sehingga harus berangkat pukul 5.30 agar bisa sampai kantor (STAN) pada jam 7.30. Dengan tinggal di perumahan asdos, maka waktu yang biasanya saya habiskan di jalan bisa saya manfaatkan untuk olahraga lari di jogging track yang mengelilingi gedung-gedung perkuliahan.
Kebiasaan lari itu terus saya lakukan ketika dipindahtugaskan ke kota Palembang pada tahun 2002. Setiap pagi saya berlari di Stadion Bumi Sriwijaya yang terletak dekat tempat kos. Kebiasaan berlari ini ternyata membuahkan pertemanan dengan bapak-bapak pensiunan yang juga berolahraga di stadion.
Saya berhenti dari kegiatan lari ketika menikah dan punya anak-anak kecil. Kesibukan mengurus rumah tangga, kuliah dan juga pekerjaan di kantor yang tiada henti membuat aktivitas lari ini tidak bisa dilakukan. Aktivitas lari berganti menjadi piknik bersama keluarga kecil saya di akhir pekan. Saya vakum dari kegiatan berlari selama 8 tahun (2003-2011).
Pada tahun 2011 saya dipindahtugaskan ke Cimahi, Jawa Barat. Saya tinggal berjauhan dengan keluarga kecil saya karena suami dan anak-anak tetap tinggal di Jakarta. Saya akhirnya kembali menjadi bulok (bujangan lokal) tanpa aktivitas pagi. Hal ini membuat saya memanfaatkan waktu luang di pagi hari dengan kembali berlari.
Saat itu saya berlari di Kompleks Bukit Permata, sebuah kompleks yang letaknya dekat kantor. Aktivitas berlari di kompleks membuat saya melihat bagaimana warga memulai pagi. Bapak-bapak yang duduk di sadel motor menunggu anak-anak bersiap berangkat sekolah, kelompok ibu-ibu yang mengerubungi tukang sayur, para pegawai toko yang sedang sarapan, atau para pedagang yang sedang mempersiapkan meja dagangan.
Pengalaman Berlari di Melbourne
Akhir tahun 2014, saya mengambil Cuti di Luar Tanggungan Negara selama 3 tahun karena mendampingi suami yang menempuh studi doktoral di Victoria University (VU), Melbourne. Saya tinggal di sebuah daerah yang bernama Footscray dekat Kampus Utama VU. Namun, saya mulai berlari pada tahun 2015, ketika tinggal di Jalan Smith Crescent yang terletak di pinggiran kampus VU.
Kampus Victoria University yang berlokasi di Footscray Park terletak di tepian Sungai Maribyrnong yang bermuara di Phillip Bay, di mana Pelabuhan Melbourne (Port of Melbourne) berada. Di sepanjang tepian sungai ada jalur yang diperuntukkan untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda.
Dengan adanya jalur ini, warga dapat pergi ke arah kota baik dengan sepeda atau skuter listrik. Aktivitas seperti ini memiliki beberapa manfaat, yaitu mengurangi kemacetan, meningkatkan taraf kesehatan, mengurangi biaya transportasi dan menjadi sebuah “Gerakan Hijau.”
Jika di Indonesia saya biasa berlari di pagi hari, di Melbourne ini berbeda. Sore hari setelah bekerja di Queen Victoria Market, saya berlari hingga menjelang Maghrib. Jalur tepian sungai sangat panjang, sehingga saya bisa melakukan beberapa rute yang berbeda-beda untuk variasi.
Jika sedang bosan lari di tepian sungai, saya akan berlari di taman Footscray Park atau di area pemukiman elit Edgewater karena punya dermaga kapal pesiar (yacht) atau pemukiman lainnya. Sembari berlari biasanya saya memotret berbagai obyek menarik yang dilewati.
Bidikan saya kebanyakan bunga-bunga yang tumbuh di sepanjang jalan atau di halaman warga. Kebetulan Melbourne terletak di negara bagian Victoria yang menisbahkan dirinya sebagai State of Gardens, sehingga banyak taman dan tanaman bunga ada di mana-mana.
Selain di tepian Sungai Maribyrnong, rute favorit saya adalah Cherry Lake, Altona Melbourne. Berbeda dengan suasana sebelumnya, danau ini sepi pengunjung. Di sini dengan mudah kita bisa menemukan burung-burung yang bersarang pada pepohonan di sekeliling danau. Hanya sayang karena jarak yang lumayan jauh membuat saya sulit untuk berlari rutin di sana.
Racing di Borobudur Marathon
Kembali dari cuti panjang saya ditempatkan di kantor pusat Badan Diklat Keuangan yang terletak di Jalan Purnawarman, Jakarta Selatan. Di sini saya juga kembali melakukan aktivitas lari. Mulanya hanya mengisi kegiatan Jumat pagi (krida) dan berlari di seputaran kantor saja.
Namun, ketika membaca ada komunitas lari Indorunners yang memiliki program TNR (Thursday Night Run) saya tertarik ikut bergabung. Kenapa saya tertarik? Karena aktivitas larinya malam (sesudah jam pulang kantor) dan berlokasi di Gelora Bung Karno (GBK) yang letaknya dekat dengan kantor.
Seminggu sekali ikut berlari (easy run) bersama mereka dan bergabung di WA grup (WAG) membuat saya lebih bersemangat dalam berlari. Dalam WAG tersebut diinformasikan jadwal TNR setiap minggu dan race (perlombaan lari jarak jauh) yang akan dilaksanakan oleh berbagai institusi di berbagai kota bahkan di berbagai negara. Saya sering membaca pengalaman teman-teman yang mengikuti race di grup tersebut.
Awal mulanya saya tidak tertarik untuk ikut race karena kegiatan ini dilaksanakan pada pagi hari. Pukul 5 pagi kita sudah harus siap di lokasi. Satu alasan yang membuat saya tidak ikut race adalah malas keluar rumah pagi-pagi di akhir pekan. Bagi saya, akhir pekan adalah saat kebebasan saya untuk bersantai di rumah pada pagi hari. Setiap hari, Senin sampai dengan Jumat, harus berjibaku dengan waktu untuk bisa berangkat ke kantor.
Saya tidak ingin menambahi kesibukan tersebut di akhir pekan hanya untuk ikut race. Namun, kemalasan itu terkikis ketika saya hadir menyaksikan Borobudur Marathon (Bormar) pada tahun 2018 lalu. Saya menyaksikan event ini karena bertepatan dengan kedatangan sahabat saya dari Melbourne ke Yogyakarta.
Melihat kegembiraan para pelari yang berhasil menyelesaikan maraton tersebut memunculkan minat saya untuk mulai ikut race. Niat yang saya pancangkan adalah menjadikan Borobudur Marathon 2019 sebagai race pertama saya.
Dengan niat tersebut, saya menambah porsi berlari setiap minggunya. Jika sebelumnya, saya hanya lari seminggu sekali, maka kini berubah menjadi lari minimal seminggu dua kali. Jarak yang ditempuh pun semakin jauh, minimal 3 Km setiap latihan.
Dalam perjalanan menuju race Borobudur Marathon, saya juga mendaftarkan diri mengikuti beberapa event untuk ‘pemanasan’. Pertama, saya mendaftar di race dalam rangka Hari Oeang (Oeang Run) 5 KM. Namun sayangnya saya tidak bisa mengikuti race ini karena sedang ada penugasan lain.
Setelah event Oeang Run, saya mempersiapkan diri untuk mengikuti event Bormar. Frekuensi lari menjadi 3 kali seminggu, yaitu Selasa pagi, Kamis malam dan Sabtu/Minggu. Saya lari pada Kamis malam bersama teman-teman dari Indorunners. Sementara di weekend saya biasa berlari sendirian, di taman kluster Discovery Bintaro atau berlari di pemukiman dekat rumah.
Sebelum even Bormar, saya mendapatkan penugasan ke Denpasar. Kebetulan saya menginap di sebuah hotel yang berada di tepi pantai Sanur, maka saya mengambil kesempatan untuk latihan lari di pantai. Lari di pasir butuh upaya yang lebih besar tapi pagi itu saya bisa mencapai jarak 4 KM. Sambil berlari, saya memotret pemandangan matahari terbit (sunrise).
Saya kembali dari Denpasar Jumat sore, beristirahat semalam dan keesokan harinya (Sabtu siang) saya sudah dalam penerbangan ke Yogya untuk menuju kota Magelang. Ketika saya duduk di kursi dalam pesawat, penumpang kanan dan kiri saya adalah sesama peserta Borobudur Marathon. Mereka ikut di kategori Half Marathon (21 KM) dan Full Marathon (42 KM). Akhirnya saya terlibat obrolan seru dengan penumpang sebelah yang sudah berkali-kali ikut race baik di dalam maupun di luar negeri.
Akhirnya, tibalah saat yang dinanti-nanti selama ini. Hari race. Peserta yang pertama kali diberangkatkan adalah pelari kategori Full Marathon pada pukul 5 pagi. Lalu 30 menit kemudian, peserta Half Marathon dilepas. Sementara peserta 10 K start pada pukul 06.10.
Borobudur Marathon diikuti oleh lebih dari 17 ribu peserta. Kategori 10 K diikuti oleh lebih dari 11 ribu peserta, salah satu di antaranya adalah bapak Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Rute lari Bormar adalah di desa-desa di sekitar Candi Borobudur. Di sepanjang jalan, terasa sekali antusiasme masyarakat menyambut para pelari.
Dalam Bormar diberlakukan COT (Cut Off Time) dan COP (Cut Off Point). COT untuk kategori 10 K adalah 2 jam. Saya bisa menyelesaikan dengan waktu 1:48 sehingga mendapatkan medali 10 K Finisher. Dari 11 ribu peserta 10 K, hanya sekitar 11% yang waktunya di bawah COT.
Saya sangat bersyukur sekali, keinginan setahun yang lalu untuk ikut race pertama adalah Borobudur Marathon terkabulkan. Hal ini tak lepas dari dukungan suami tercinta yang mengizinkan istrinya ikut race yang jauh dari rumah dan bersedia menjaga kedua anak remaja kami. Bukan hanya izin, tapi juga biaya tiket menuju dan kembali dari Borobudur juga disiapkan oleh suami.
Airforce Run dan Ketagihan Berlari
Race kedua saya adalah Airforce Run yang digelar di Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdanakusumah. Sebuah race yang menarik karena kita berlari di landasan pesawat AURI. Setelah race kita dapat berfoto di dalam pesawat atau berpose dengan Paskhas dan peralatan tempur yang dimiliki AURI. Saya ikut di kategori 5K dengan catatan waktu 47 menit.
Bagaimana rasanya setelah dua kali ikut perlombaan lari semacam ini? Ternyata, setelah dua kali mengikuti race, masih ada race lain yang saya ingin ikuti. Ah, ternyata benar candaan pelari sebelah saya di pesawat bahwa ikut race itu bikin ketagihan. Ketagihan ini membuatku bertekad akan terus berlari.
Jadi?
Berlari tidak hanya memfasilitasi saya sebagai birokrat untuk menjaga tubuh yang sehat, tapi juga menawarkan berbagai ragam pengalaman. Menikmati aktivitas warga, mengabadikan pemandangan alam yang indah, serta bertemu dengan kawan baru membuat berlari menjadi kegiatan yang mengasyikkan.
Bagaimana dengan Anda?
Seorang PNS yang menjalani pekerjaan di bidang diklat selama 21 tahun, pemegang Magister Ilmu Ekonomi dari FEUI dan sempat mencicipi dunia early childhood education ketika CTLN selama 3 tahun karena mengikuti suami di Melbourne. Lahir dan besar di Jakarta, tetapi sempat mencicipi penugasan di Palembang dan Cimahi.
Ikut World Major Marathon bu. Hehe.Semoga pandemi covid 19 cepat berlalu agar race bisa diadakan lagi dengan protokol new normal. #marilari
In sya Allaah punya target ikut WMM. Doakan ya
Kereeen. Sangat menginsprirasi.
Terima kasih pak Khalimi
lebih baik berkeringat karena berlari daripada berkeringat karena menahan lara. 🙂
saya penggemar lari juga, meskipun untuk race_nya saya cuma yang dekat-dekat saja dengan kota tempat tinggal saya. paling sering di 10 K dan baru sekali ikut di HM.
manfaat yang saya rasakan luar biasa. saya yang seorang “TB survivor” ini justru merasa semakin sehat meskipun usia terus bertambah.
alhamdulillah.
Teruskan aktivitasnya, saya juga baru sekali ikut HM di Jakmar tahun lalu. Next, Bormar akan jadi HM ke-2
Salam kenal bu.
Kalau dulu saat SMA dan kuliah, saya ikut pencinta alam, saya lebih suka ikut gerak jalan.
Aktivitas saya lakukan setelah kerja. Apabila tugas ke daerah dan menginap di hotel. Hari pertama yg saya lakukan adalah jalan kaki mengitari kota. Dgn demikian, saya bisa lebih paham keadaan kota yg dikunjungi.
Saat usia menjelang agak jarang, Sejak tapak kaki mengalami sedikit retak karena bobot yg tambun. He.. he… he…
Ayo pak, jalan lagi, Kan depan kanntor itu GBK yang nyaman buat jalan-jalan atau jogging