
Di tengah derasnya arus informasi, kebutuhan manusia akan literatur menjadi penting. Dalam keperluan verifikasi suatu informasi, kita membutuhkan adanya sumber informasi lain yang mengonfirmasi secara cepat dan tepat.
Berkat teknologi,
orang-orang tidak perlu lagi pergi ke perpustakaan untuk mengakses
buku-buku fisik karena proses itu cukup melelahkan dan membuang waktu. Cukup menjangkau smartphone, lalu ketik judul buku, nama penerbit, atau nama pengarang. Dalam hitungan detik, sudah muncul literatur yang dimaksud.
Ragam Perpustakaan Digital
Mayoritas ASN yang bekerja pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memiliki jabatan fungsional “Peneliti” dengan tugas spesifik yang mencakup penelitian, pengembangan, dan/atau pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mereka sudah akrab dengan kegiatan seperti membaca, mengulas, bahkan menulis sebuah buku atau karya ilmiah. Sehingga kehadiran perpustakaan digital tentu saja akan mempermudah tugas serta fungsi mereka sebagai Peneliti.
Beberapa perpustakaan digital populer yang sering diakses banyak orang adalah iPusnas, Gramedia Digital, dan Google Play Books. Kecuali iPusnas yang dikelola pemerintah melalui dana APBN, Gramedia dan Google adalah pemain arus utama dalam industri buku online atau e-book. Namun sayang, ketiganya mengharuskan pengguna layanan atau calon pembaca buku untuk membuat akun terlebih dahulu.
Hal itu bukan tanpa risiko. Data pribadi yang didaftarkan pada sebuah situs, tidak menutup kemungkinan terjadi risiko pembobolan database oleh peretas atau hacker. Selain isu keamanan data, beberapa pengelola perpustakaan digital tidak jarang mewajibkan pengguna layanan untuk membeli atau menyewa buku yang hendak dibaca.
Meskipun demikian, terdapat beberapa perpustakaan digital yang koleksinya dapat diakses secara cuma-cuma alias gratis. Tanpa perlu membuat akun, tanpa perlu mengeluarkan biaya.
Kita dapat mengakses ilmu pengetahuan tanpa perlu memberi informasi nama lengkap serta alamat email kita. Setidaknya ada tiga situs web berbahasa Indonesia dan dikelola oleh orang-orang Indonesia yang sudah menerapkannya.
#1. catatannusantara.com
Pertama ada situs catatannusantara.com. Sebagaimana namanya, Catatan Nusantara mempunyai misi untuk mengarsipkan segala informasi perihal Indonesia (Nusantara) yang dapat diunduh tanpa biaya dan tanpa perlu membuat akun.
Pencetus idenya adalah Harri Gieb yang dapat dijumpai melalui platform X atau Instagram pada akun @harrigieb. Selain mengelola situs perpustakaan digital, Harri juga mengelola toko buku fisik yang dia beri nama persis seperti novelis asal Perancis kelahiran 20 Mei 1799, Balzac.
Balzac merupakan toko buku yang berlokasi di tengah Pasar Gembrong Baru, Jatinegara, Jakarta Timur. Sebelumnya, toko buku Balzac beroperasi di Pasar Kenari Lama, namun terpaksa tutup karena terhantam pandemi.
Koleksi buku-buku pada toko Balzac maupun situs catatannusantara.com sangat menarik karena banyak buku langka yang beredar di sana. Tampilan situs pun sangat sederhana dan tanpa basa-basi. Kita langsung dihadapkan pada kolom berukuran besar bertuliskan “pencarian”.
Harri sepertinya paham bahwa yang dibutuhkan para pengguna internet adalah kecepatan dan ketepatan.
#2. seabadpram.com
Kedua ada situs seabadpram.com yang diinisiasi oleh Chris Wibisana, seorang peneliti dari Universitas Indonesia. Pada awal Februari 2025, Chris Wibisana mengumumkan melalui akun X miliknya tentang hadirnya situs web yang akan mengoleksi karya-karya Pramoedya Ananta Toer dalam rangka merayakan seratus tahun dunia mengenal Pram.
Setelah melalui proses pendataan dan penghimpunan, akhirnya situs tersebut resmi meluncur ke internet pada Maret 2025. Selain menampilkan karya-karya Pram, situs tersebut juga mengoleksi surat-surat dari dan untuk Pramoedya selama diasingkan di Pulau Buru.
Tentu tidak berlebihan jika terdapat situs web yang secara khusus memamerkan, membahas, serta mempelajari karya-karya Pram, karena Pram dianggap berjasa dalam memengaruhi penulis-penulis Indonesia untuk berani memotret kondisi sosial-politik bangsa lewat kata-kata.
Oleh karena terlalu berharga dan mengerikannya kata-kata Pram pada masa itu, buku-buku hasil pemikiran Pram sempat dilarang beredar oleh rezim Orde Baru. Sehingga adanya situs yang berhasil mendokumentasikan karya-karya Pram merupakan upaya untuk merawat ingatan bangsa. Selain itu, ia juga berguna sebagai warisan bagi generasi muda.
#3. @logos_id
Dan yang terakhir ada situs buku-buku langka milik Logos. Pada 4 Februari 2025 akun X @logos_id memposting bahwa situs web perpustakaan digital mereka sudah digunakan oleh dosen-dosen di perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri untuk kegiatan diskusi akademik.
Lalu pada 11 Februari situs web Langka resmi meluncur ke internet. Kabar ini tentu menggembirakan karena pihak Logos memiliki banyak koleksi buku-buku yang mungkin tidak pernah beredar di Indonesia.
Adanya buku-buku tentang komunisme,
konflik di tanah Papua, kekejaman aparat bersenjata, dan genosida,
adalah topik yang tabu di Indonesia. Negeri ini pernah sangat mesra dengan sebuah
ide atau paham yang bernama komunisme.
Namun setelah tahun 1965, paham itu perlahan memudar dan pada akhirnya mati. Sudah banyak upaya agar peristiwa 1965 dilihat secara jernih dan berimbang, karena selama puluhan tahun kronologi peristiwa tersebut hanya dikontrol oleh otoritas negara.
Perpustakaan digital milik Logos akan sangat berharga bagi generasi muda untuk dapat mempelajari sejarah bangsanya sendiri. Dengan menghadirkan buku-buku tentang Papua misalnya, kita akan menyadari bahwa ada sesuatu selain PT Freeport dan Persipura di sana.
Epilog
Demikian beberapa situs web baca buku gratis yang dikelola secara independen. Pengertian independen ini berarti terlepas dari kepentingan pihak luar dan hanya fokus pada tujuan utama: membagikan bahan bacaan agar dapat diakses siapa saja secara cuma-cuma.
Semangat seperti ini juga tercermin dalam platform seperti Birokrat Menulis, yang secara konsisten menyajikan artikel reflektif dan bergizi tinggi tanpa memungut biaya—sebuah kontribusi penting bagi ekosistem literasi digital Indonesia.
Semoga semakin banyak inisiatif serupa tumbuh, membebaskan ilmu pengetahuan, dan menjadikannya milik bersama, bukan hak istimewa segelintir orang, bukan sekadar mengejar klik dan cuan.
Terima kasih banyak atas informasinya yang sangat bermanfaat. Seorang penulis/peneliti/guru/dosen/cendekiawan mutlak adalah seorang pembaca dan penikmat bahan bacaan. Pejabat pun harusnya begitu, agar menghasilkan kebijakan yang ilmiah.
Tulisan ini seakan menjadi ironi, ibarat oase di tengah gersangnya minat literasi bangsa kita. Hal ini disebabkan bangsa kita pada mulanya adalah pengguna budaya lisan. Literasi secara massal baru dimulai zaman Orde Baru. Namun sayangnya belum lagi terbangun budaya literasi tersebut, kita sudah menghadapi arus teknologi informasi, sehingga tidak terbangun budaya literasi yang mantap. Akibatnya daya nalar logis dan kritis tidak terbangun. Hal ini semakin diperparah dengan kultur kita yang serba nurut dan ikut-ikutan. Maka inilah keadaan kita sekarang.