Halo, kawan-kawan ASN. Masih ingatkah perjuanganmu tes CPNS atau sekolah kedinasan sebelum menjadi bagian dari birokrasi, penuh semangat, idealisme, dan ekspektasi?
Bagaimana kabarmu saat ini? Apakah pekerjaan ini masih sesuai dengan harapanmu dulu?
Ataukah justru kamu merasa harus berjuang agar tetap bertahan, baik dari segi kesejahteraan, tekanan pekerjaan, maupun dinamika politik di sekelilingmu?
Dalam realitas birokrasi, banyak gagasan yang diyakini dapat membawa perubahan bagi ASN. Apakah ASN akan lebih sejahtera jika jumlahnya semakin banyak? Atau ketika mereka lebih bahagia?
Atau ketika mereka memiliki kedekatan dengan politikus? Atau mungkin saat mereka berserikat dan berjejaring lebih erat? Semua pertanyaan itu layak untuk direfleksikan.
Jumlah ASN dan Beban Kerja
Salah satu gagasan yang tak terbantahkan dalam mendukung ASN adalah jumlah pegawai yang memadai. Secara teori, pekerjaan akan lebih ringan jika dikerjakan bersama. Baik secara individu maupun organisasi, jumlah ASN yang cukup seharusnya membantu negara dalam mewujudkan program-programnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, jumlah ASN yang bekerja di instansi pusat dan daerah sebanyak 4.465.768 orang. Dari total tersebut, sebanyak 3.732.428 orang (84%) berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan 733.340 orang (16%) merupakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Jika dibandingkan dengan tahun 1960, jumlah ASN saat ini telah meningkat lebih dari 11 kali lipat, mengingat pada saat itu hanya terdapat sekitar 393.000 PNS di seluruh Indonesia.
Namun, menariknya, tantangan yang dihadapi ASN di masa lalu masih terasa hingga kini. Meski jumlah pegawai telah meningkat lebih dari 1000%, masih banyak ASN yang merasa kewalahan dengan beban kerja yang besar, menangani tugas di luar bidangnya, atau menghadapi keterbatasan sumber daya dalam menjalankan tugasnya.
ASN dan Kebahagiaan dalam Pekerjaan
Di tengah berbagai tantangan tersebut, muncul pertanyaan lain: apakah para ASN merasa bahagia dengan pekerjaannya? Kebahagiaan dalam bekerja tentu tidak hanya bergantung pada jumlah pegawai atau beban kerja, tetapi juga pada berbagai faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan mereka.
- Faktor pendapatan, misalnya, akan menghasilkan jawaban yang berbeda dari setiap ASN ketika ditanya apakah mereka puas dengan penghasilannya.
- Faktor kesehatan juga berperan; ASN yang bekerja di lingkungan dengan risiko tinggi terhadap paparan virus dan bakteri tentu akan merasakan tingkat kebahagiaan yang berbeda dibandingkan mereka yang bekerja di lingkungan yang lebih bersih dan sehat.
- Dengan kata lain, kebahagiaan ASN sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang sering kali berada di luar kendali mereka. Teknologi, undang-undang, dan kebijakan politik memiliki peran besar dalam menentukan tingkat kesejahteraan dan kepuasan kerja para ASN.
Love-Hate Relationship: ASN dan Politikus
Di sisi lain, ASN juga menghadapi hubungan yang kompleks dengan para politikus. Berdasarkan aturan, seorang ASN tidak boleh terlibat politik praktis, sementara politikus adalah kader partai yang tunduk pada aturan partainya.
ASN boleh membina hubungan baik dengan siapa saja, termasuk dengan politikus. Namun, ada batasannya sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyatakan bahwa ASN harus memiliki integritas, profesionalisme, serta netralitas dan bebas dari intervensi politik.
Beberapa ASN merasa beruntung memiliki relasi dengan politikus tertentu,
karena bisa lebih produktif atau mendapatkan peluang dalam proyek-proyek strategis. Bahkan, ada yang merasakan manfaat dari segi pengembangan karier ketika politikus yang mereka kenal
sedang berkuasa.
Namun, kedekatan ini mengandung risiko besar, mulai dari hukuman disiplin hingga pemberhentian. Dalam beberapa kasus, bahkan bisa berujung pada hukuman pidana jika hubungan tersebut melanggar batas kepatutan.
Sehingga, menjalin hubungan dengan politikus adalah gagasan yang penuh risiko bagi ASN. Selain manfaatnya tidak permanen, posisi politikus dapat berubah sewaktu-waktu, sementara ASN tetap harus menjalankan tugasnya dalam sistem pemerintahan.
Hasrat Berserikat dan Jejaring Kuat
Jika mencari gagasan yang lebih minim risiko dan manfaatnya lebih permanen, berserikat dan berjejaring adalah jawabannya. ASN yang memiliki solidaritas dan jejaring kuat dapat memperkuat posisi mereka dalam birokrasi dan dalam mempengaruhi kebijakan publik.
“Birokrasi adalah salah satu kekuatan kelas menengah,” kata Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, Guru Besar Fisipol UGM, dalam diskusi publik bertajuk Birokrasi, Bisnis, dan Kartel Politik di Magister Administrasi Publik, Fisipol UGM pada 27 Maret 2018.
Menurutnya, birokrat memiliki peran strategis dalam pemerintahan dan bisa menjadi pengoreksi awal dari kebijakan politikus yang tidak sesuai dengan kepentingan negara dan masyarakat.
Beberapa ASN telah melihat peluang ini dengan membangun komunitas dan platform di media sosial. Munculnya akun-akun anonim seperti @PNS_Ababil, @PNS_Garis_Lucu, dan @abdimuda_id di platform X dan Instagram menunjukkan keinginan ASN untuk berserikat dan berbagi pengalaman.
Di dunia maya, mereka bukan sekadar bercanda atau meluapkan keresahan, tetapi juga mendiskusikan permasalahan birokrasi dan mencari solusi yang lebih baik. Ini adalah bentuk jejaring yang dapat memperkuat posisi ASN di tengah dinamika politik dan kebijakan yang terus berubah.
Menutup Keterbatasan dengan Solidaritas
Masyarakat sering disuguhi narasi heroik tentang perjuangan seorang ASN dalam melawan keterbatasan. Sebagai ASN, kita perlu melihat peristiwa itu dari sudut pandang yang lebih kritis.
Jangan-jangan di balik keterbatasan itu ada ketidakbecusan. Jangan-jangan dengan berserikat dan berjejaring, kita dapat meminimalisir ketidakbecusan-ketidakbecusan tadi. Jangan-jangan yang bisa menyelamatkan ASN adalah diri kita sendiri.
Jadi, kapan nih ASN bikin serikat?
0 Comments