Dua kali dalam setahun, Badan Pusat Statistik mengeluarkan rilis tentang angka pengangguran, baik di level nasional maupun wilayah provinsi.
Angka yang dihasilkan dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Februari dan Agustus kerap dijadikan sebagai proksi kinerja pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduknya, sekaligus kinerja dalam penyediaan iklim yang kondusif bagi tumbuh kembangnya usaha di suatu wilayah.
Bahkan, dalam berbagai dokumen perencanaan baik tahunan, menengah, ataupun jangka panjang, penanganan masalah pengangguran dalam bentuk angka tingkat Pengangguran terbuka (TPT) menjadi salah satu indikator makro yang harus dipenuhi oleh setiap pemerintah (dan pemerintah daerah).
Karenanya, menjadi sangat wajar rilis BPS terkait angka pengangguran selalu menjadi perhatian sekaligus menjadi bahan untuk mencari tahu apakah target yang sudah ditetapkan dalam dokumen perencanaan tercapai atau pun sebaliknya.
Statistik Pengangguran di Banten
Di antara wilayah provinsi lainnya di Indonesia, provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang menyisakan permasalahan pengangguran mengingat masih tingginya angka TPT.
Menurut rilis terakhir dikeluarkan oleh BPS Provinsi mengenai kondisi ketenagakerjaan bulan Februari 2023, dari total jumlah angka kerja sebanyak 6.103,660 orang, 486.350 atau 7,97% termasuk dalam kategori menganggur.
Dengan nilai persentase tersebut, selain lebih tinggi dibandingkan angka di level nasional yang mencapai 5,45%, juga menempatkan Banten sebagai provinsi dengan persentase tingkat pengangguran terbesar di antara provinsi lainnya di Indonesia.
Meskipun demikian, jika dilihat dari progres penurunannya, dibandingkan data februari 2022 penurunan persentase provinsi Banten menjadi kedua terbesar dibandingkan provinsi lain.
Penurunan persentase TPT di Provinsi Banten yang mencapai 0,56% hanya kalah dibandingkan prestasi provinsi Bali yang mampu menurunkan tingkat pengangguran sampai di angka 1,11% akibat menggeliatnya kembali usaha ekonomi di wilayah itu pasca pandemi covid-19.
Selain kinerja penurunan yang cukup signifikan, hal lainnya yang dapat menjadi penilaian adalah peningkatan persentase pekerja sektor formal.
Dibandingkan Wilayah Lain
Menurut data BPS Provinsi Banten, pekerja sektor formal pada Februari 2023 mencapai 53,53% atau meningkat 4,96% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 48,57%.
Bahkan jika melihat data pada bulan Agustus tahun 2022, Provinsi Banten termasuk dalam enam provinsi dengan persentase pekerja formal di atas pekerja informal. Secara lengkap, gambaran Proporsi Pekerja Sektor Formal provinsi di Indonesia disajikan pada gambar berikut ini:
Sumber: BPS (2022)
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada Agustus 2023, hanya enam provinsi yang memiliki persentase pekerja formal di atas pekerja sektor informal.
Hanya Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Banten, Kalimantan Utara dan Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki pekerja sektor formal di atas 50%. Tingkat pekerja formal di wilayah provinsi Banten pada bulan Agustus 2022 mencapai 52,04%.
Lebih tingginya persentase pekerja formal menggambarkan bahwa preferensi pekerja di Banten lebih produktif serta cakupan kepemilikan jaminan sosial dan kesehatan yang lebih dibandingkan di wilayah provinsi lainnya.
Pendapat ini mengacu kepada Pitoyo (2016) yang menyebutkan bahwa sektor informal saat ini masih identik dengan aktivitas ekonomi skala kecil dan kurang produktif; serta penelitian Astrelina Purba et al., (2020) bahwa kepesertaan jaminan sosial tenaga kerja pada sektor formal mencapai sedangkan informal hanya sebesar 1,13%.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun memiliki persentase pengangguran tertinggi, namun dilihat dari perspektif penduduk bekerja, kondisi tenaga kerja di Banten lebih baik dibandingkan wilayah lainnya.
Lebih Parah di Pedesaan
Tren positif penurunan persentase pengangguran serta tingginya komposisi pekerja formal di wilayah provinsi Banten tetap menuntut kerja keras Pemerintah Daerah mengingat masih tingginya angka persentase TPT.
Rilis BPS secara periodik (dua kali dalam setahun) akan tetap menjadi bahan kritikan yang terus terlontar selama data yang muncul masih menempatkan provinsi Banten dalam urutan tiga besar dalam hal persentase TPT secara nasional.
Perlu analisis permasalahan secara komprehensif yang dituangkan dalam bentuk peta jalan yang memuat kebijakan tahunan, menengah, dan jangka panjang yang melibatkan multi sektor dan multi aktor.
Meskipun pada rilis BPS provinsi Banten yang terakhir menempatkan provinsi Banten mengalami penurunan persentase pengangguran nomor dua terbesar namun merujuk kepada data yang dirilis BPS provinsi Banten selama satu dekade ke belakang, data persentase pengangguran masih menunjukan kondisi yang fluktuatif, terutama pengangguran di wilayah pedesaan.
Sumber: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Klasifikasi Daerah di Provinsi Banten (Persen), 2021-2023 (diolah dari data BPS 2023)
Data di atas menunjukan bahwa selama sepuluh tahun terakhir secara rata-rata pengangguran di wilayah perdesaan di provinsi Banten lebih tinggi dibandingkan wilayah perkotaan.
Selain itu, gambar di atas juga menunjukan bahwa kondisi pengangguran di wilayah perdesaan lebih fluktuatif dibandingkan wilayah perkotaan.
Untuk itu perlu upaya lebih koordinatif pada semua level pemerintahan mulai dari provinsi, kabupaten, kota, serta pemerintah desa, untuk dapat menggulirkan kebijakan yang pro terhadap perluasan usaha di wilayah pedesaan, yang berujung kepada penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di wilayah perdesaan.
Peningkatan Investasi dan Penyiapan Angkatan Kerja
Pemerintah daerah tentu tidak dapat berjalan sendiri dalam mengentaskan permasalahan pengangguran. Porsi terbesar peran pembangunan ekonomi justru berada di tangan para pelaku usaha melalui investasi.
Investasi berujung pada terciptanya lapangan pekerjaan karena iklim kondusif yang tercipta dari setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Prestasi Pemerintah Provinsi Banten yang selalu masuk dalam lima besar daerah dengan realisasi investasi terbesar secara nasional (CNN, 2020) nyatanya belum seiring dengan penyelesaian masalah pengangguran.
Pendekatan peningkatan investasi di sektor padat modal perlu diimbangi dengan peningkatan distribusi investasi pada sektor yang menyerap tenaga kerja lebih banyak seperti halnya pertanian.
Langkah kebijakan lainnya yang perlu digulirkan adalah penyiapan angkatan kerja yang ada agar selain memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dunia kerja juga memiliki kemauan untuk berusaha dan bekerja.
Kompetensi akan berhubungan dengan lembaga pendidikan atau lembaga pelatihan kerja dengan berbagai instrumen yang dimilikinya menggembleng angkatan kerja menjadi individu yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan pasar kerja.
Sedangkan kemauan berusaha dan bekerja akan berhubungan dengan budaya yang melekat dalam masing-masing individu angkatan kerja.
Keterlibatan Tokoh dalam Memotivasi
Peran pendekatan pembangunan budaya dan semangat kerja dan berusaha menjadi faktor lainnya yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk terus memberikan dorongan bagi masyarakat agar mau bekerja dan berusaha perlu dijadikan sebagai pilihan alternatif.
Bukankah misi pembangunan jangka panjang Banten adalah mewujudkan Banten yang Maju, Mandiri, Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa?
Dan bukankah upaya berusaha mewujudkan keadaan yang lebih baik adalah bagian dari perwujudan iman dan taqwa kita kepada Tuhan sang pencipta?
Sebagaimana tertuang dalam Al qur’an Surat Ar-Rad ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Fungsional Peneliti Bappeda Provinsi Banten, dengan bidang riset seputar ekonomi pembangunan.
0 Comments