Ketika kita memikirkan siapa yang menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS), sering terbayang lebih ke Presiden, Pentagon, atau Kongres. Namun ada pemain yang tak terlalu mencolok secara publik, yaitu lobi politik, yang memiliki pengaruh besar.
Salah satu yang paling menonjol adalah AIPAC (American Israel Public Affairs Committee), suatu organisasi advokasi yang telah lama memainkan peran kunci dalam kebijakan AS terhadap Israel. Mengapa pengaruh kelompok-lobi lain, termasuk yang mewakili komunitas Arab-Amerika atau negara dari Timur Tengah tak sebesar AIPAC?
AIPAC melobi pemerintah AS melalui jalur yang sah. Misalnya data dari OpenSecrets menunjukkan bahwa AIPAC menghabiskan jutaan dolar untuk aktivitas lobi di AS, termasuk ke Kongres dan stafnya. Ini memungkinkan mereka untuk menempatkan isu Israel sebagai agenda rutin pembuat kebijakan.
Dana Politik dan Pemilu
Salah satu kekuatan terbesar AIPAC bukan hanya “berbicara ke Kongres”, tetapi “siapa yang dipilih”. Lewat PAC dan super-PAC seperti United Democracy Project (UDP), AIPAC dan afiliasinya menggelontorkan uang Pemilu yang besar sehingga survei strategi politik mencatat bahwa kandidat sering menyesuaikan posisi terhadap Israel agar tidak menjadi target iklan negatif.
Misalnya, laporan media menunjukkan bahwa pengeluaran AIPAC untuk pemilu 2024 menembus US$100 juta lebih. Maka, ketika kandidat takut dibombardir iklan buruk di Pemilihan Pendahuluan atau Utama, mereka memilih menghindari posisi yang terlalu kritis terhadap Israel karena risiko politiknya besar.
Selain uang dan lobi, AIPAC melalui lembaga afiliasinya seperti American Israel Education Foundation (AIEF) mengundang anggota Kongres dan staf ke Israel dalam kunjungan yang semua biaya dibiayai.
Hal ini menciptakan relasi pribadi, pengalaman langsung “melihat kondisi keamanan Israel”, dan pengaruh narasi bahwa “keamanan Israel adalah keamanan Amerika.” Laporan LegiStorm menyebut bahwa perjalanan semacam itu meningkat kembali dalam beberapa tahun terakhir.
Mengapa Sulit Ditandingi?
AIPAC menggabungkan tiga elemen secara simultan, seperti akses ke pembuat kebijakan, pengaruh terhadap siapa yang terpilih, dan pembentukan narasi melalui pengalaman dan jaringan. Struktur ini tidak hanya memengaruhi apa kebijakan AS, tapi juga siapa yang membuat kebijakan, dan bagaimana mereka memandang isu Israel.
Karena itu, kebijakan AS yang pro-Israel bisa bertahan lintas pemerintahan dan partai, bahkan ketika opini publik global menentang.
Sementara AIPAC adalah lobi yang sangat kuat, bukan berarti komunitas Arab-Amerika atau negara-lain di Timur Tengah tidak melakukan usaha lobi. Ada sejumlah organisasi dan gerakan yang aktif, namun pengaruhnya secara keseluruhan jauh lebih terbatas dibanding AIPAC.
Tengoklah Arab American Institute (AAI) dan afiliasinya, AAIF (Arab American Institute Foundation), adalah organisasi advokasi dan mobilisasi pemilih untuk komunitas Arab-Amerika. Contoh lainnya, American Arab Anti‑Discrimination Committee (ADC) adalah organisasi hak sipil yang juga aktif mengangkat isu diskriminasi dan politik Timur Tengah.
Organisasi-ini telah berhasil meningkatkan kesadaran politik komunitas Arab-Amerika, mendorong keterlibatan dalam pemilu, dan memberikan suara kolektif di beberapa distrik kunci. Misalnya AAI mencatat upayanya mengorganisasi lebih dari 3,7 juta Arab-Amerika di seluruh AS.
Namun, pengaruh kebijakan yang dihasilkan seringkali lebih terbatas dibanding AIPAC. Al Safa misalnya menyebut bahwa kelompok-lobi Lebanon-Amerika, meskipun punya akar kuat, pengaruhnya terbatas karena fragmentasi, sumber daya kecil, dan kurangnya mobilisasi pemilih kritis”.
Negara Teluk seperti United Arab Emirates (UAE) juga menjalankan jaringan lobi profesional di AS yang besar, termasuk firma-lobi yang terdaftar di bawah FARA (Foreign Agents Registration Act). Menurut Quincy Institute, pada periode 2020-2021 UAE mencatat lebih dari 10.000 aktivitas lobi yang dilaporkan (email, telepon, pertemuan) dan pengeluaran puluhan juta dolar.
Walaupun ini menunjukkan kapasitas besar uang dan koneksi, peran mereka dalam pemilihan umum Amerika (dukungan ke kandidat, PAC, super-PAC) dan pembentukan opini publik domestik tidak setara dengan yang dilakukan AIPAC.
Beberapa faktor utama yang memengaruhi adalah:
- Mobilisasi pemilih yang terbatas: komunitas Arab-Amerika lebih tersebar, kurang terkonsolidasi pemilihannya, dan belum memiliki jaringan donor serta PAC/super-PAC sebesar AIPAC.
- Sumber daya lebih kecil dan infrastruktur politis yang lebih lemah: sebagaimana riset menyebut bahwa lobi Lebanon-Amerika lebih mengandalkan pendanaan secara sukarela, bukan mesin profesional yang besar.
- Isu yang lebih terfragmentasi: komunitas Arab-Amerika membahas banyak isu (imigrasi, hak sipil, Palestina, Islamophobia) sehingga fokusnya lebih luas; sementara AIPAC fokus kuat pada satu isu: Israel.
- Narasi yang kurang terintegrasi ke dalam kerangka keamanan nasional AS: AIPAC berhasil membingkai Israel sebagai “sekutu keamanan penting” bagi AS. Sementara kelompok-lobi Arab-Amerika atau pihak negara-lain belum sepenuhnya berhasil menjadikan isu mereka sebagai “kepentingan nasional” dalam jargon pembuat kebijakan.
- Waktu dan jaringan sejarah yang lebih panjang: AIPAC sudah aktif puluhan tahun, mempunyai akses ke lembaga partai, donor besar, dan jaringan komunitas yang besar. Sementara kelompok-lobi Arab-Amerika dan negara-lain relatif lebih baru dalam skema tersebut.
Dampak Bagi Kebijakan AS
Karena AIPAC menguasai struktur pengaruh tersebut, kebijakan AS cenderung “aman bermain” untuk Israel. Sebutlah bantuan militer tahunan yang besar ke Israel, atau dukungan diplomatik yang berulang kali diberikan tanpa koreksi besar saat ada kritik internasional atau tuntutan hak asasi manusia.
Hal ini karena posisi kritis terhadap Israel bisa membuka risiko finansial dan elektoral bagi politisi AS seperti iklan negatif dan penolakan oleh donor potensial, sehingga banyak politisi memilih jalur aman.
Berita gembiranya, meskipun kelompok-lobi Arab-Amerika belum mampu menggeser agenda secara besar-besaran, mereka mulai terlihat pengaruhnya sebagai suara yang makin diperhitungkan. Hal ini ketika isu seperti Gaza atau kebijakan Israel menjadi isu kampanye penting.
Misalnya, survei menunjukkan dukungan Arab-Amerika untuk Presiden AS menukik setelah konflik Gaza, menandakan bahwa politisi AS tidak lagi bisa mengabaikan komunitas ini sepenuhnya.
Pelajaran untuk Indonesia
Pengaruh AIPAC menunjukkan satu kenyataan bahwa di balik kebijakan luar negeri yang tampak “resmi”, terdapat mesin negara-bagian kecil berupa lobi, donor, dan jaringan relasi yang memainkan peran besar. Pengaruhnya bukan hanya dalam apa kebijakan dibuat, melainkan siapa yang membuatnya dan bagaimana mereka berpikir tentang isu tersebut.
Organisasi-organisasi internal seperti komunitas Arab-Amerika mulai muncul sebagai kekuatan alternatif, namun mereka belum memecah dominasi struktur yang sudah terbangun puluhan tahun. Bagi AS, tantangannya adalah bagaimana memastikan demokrasi tetap sehat.
Penandanya adalah ketika pengaruh lobi tidak menjadi dominasi tunggal yang menenggelamkan suara lain. Bagi Indonesia, pelajarannya adalah bagaimana mendesain sistem yang transparan dan kuat sejak awal, agar ketika kekuatan-advokasi dan jaringan internasional mulai aktif, negara dan masyarakat sipil sudah memiliki kapasitas untuk menyeimbangkannya.
Indonesia mungkin belum menghadapi skenario persis seperti AS, namun pelajaran berharga tetaplah ada, seperti:
- Perlunya membangun transparansi sekarang: Sistem pelaporan sumbangan politik, advokasi kebijakan luar negeri, dan keterlibatan organisasi asing harus terdata dan terbuka agar tidak muncul “arsitektur pengaruh” yang tidak terkontrol.
- Awasi kunjungan pejabat yang disponsori pihak berkepentingan: Pastikan bahwa perjalanan “study visit” atau “business delegation” di luar negeri memiliki persyaratan transparansi, tidak hanya sebagai program relasi tapi juga sebagai potensi pembentukan bias kebijakan.
- Perkuat kapasitas analisis kebijakan sendiri: Pemerintah dan DPR Indonesia harus memanfaatkan unit riset independen dalam negeri yang bisa menghasilkan kajian dan skenario kebijakan tanpa terlalu bergantung pada advokasi atau donor luar negeri.
- Mobilisasi masyarakat sipil agar tidak hanya donor besar yang mendikte agenda: Keterlibatan komunitas dan donor kecil bisa menyeimbangkan pengaruh sehingga kebijakan luar negeri lebih mencerminkan kepentingan nasional, bukan hanya segmen tertentu.















0 Comments