Tantangan ASN dalam Perkembangan Transformasi Digital

by | Mar 3, 2022 | Birokrasi Berdaya | 1 comment

Perkembangan transformasi digital pada lingkungan pekerjaan, khususnya pada pemerintahan, tidak dapat dibendung lagi. Namun, masih banyak hal yang perlu untuk dilakukan supaya tranformasi digital dapat menjadi sebuan momen dalam perubahan pemerintahan di Indonesia, dimulai dari peningkatan kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tantangan ASN Lintas Generasi

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, fungsi dari ASN antara lain:

  1. Perekat dan pemersatu bangsa dari Sabang sampai Merauke, tidak memandang perbedaan (suku, budaya, ras, agama, adat-istiadat) adalah sebuah anugerah untuk saling mengenal dan saling berbagi;
  2. Melaksanakan kebijakan publik dengan memperhatikan norma profesional, bebas dari intervensi politik, dan KKN; dan
  3. Profesional menyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat dengan mengutamakan jiwa pamong praja (mengemong masyarakat).

Untuk itu, demi terciptanya ASN visioner yang profesional tersebut, diperlukan generasi yang mampu menjawab segala tantangan zaman.

Roda pemerintahan di Indonesia sangat bergantung kepada 4 Juta ASN yang terbagi dalam instansi pemerintah pusat dan daerah. Kita tentu juga melihat bahwa transformasi digital di era sekarang menjadi peluang dalam mengambil langkah-langkah kongkrit kebijakan pemerintahan, sehingga berdampak terhadap masyakrakat secara luas.

Paradigma ini tentu menjadi sebuah rangkaian peluang untuk menghadirkan negara di tengah-tengah masyarakat dengan mengoptimalkan ASN, sehingga mampu bersaing dan menyesuaikan diri menghadapi perubahan tersebut.

Sebab, kompleksitas tantangan dunia yang semakin tidak menentu menuntut ASN untuk selalu berperan aktif dalam memanfaatkan transformasi digital untuk mewujudkan Smart ASN di Indonesia.

Tantangan ASN di Indonesia dalam mengupayakan pemanfaatan transformasi digital yaitu dengan high collaboration antara angkatan kerja generasi baby boomers dan generasi X, dengan pegawai generasi Y dan generasi Z.

Seperti kita tahu bahwa kedua generasi tersebut memiliki pengalaman dan pengetahuan yang tinggi mengenai pekerjaan, tetapi sangat lemah dalam perubahan digitalisasi dibandingkan dua generasi lainnya. Tentunya, berbagai kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten, kota, BUMD, BUMD, dan sektor swasta pun harus dapat bersinergi.

Nasihat Tulgan dan Beberapa Rekomendasi

ASN Indonesia terdiri dari beberapa generasi yaitu generasi kelahiran tahun 1955-an sampai tahun 2000-an yang masing-masing memiliki pengaruh besar dalam mewujudkan ASN Visioner.

Perbedaan generasi menimbulkan beberapa mindset yang mana generasi muda lebih mudah menyesuaikan dengan tuntutan perubahan zaman sedangkan generasi tua mengalami banyak kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang terjadi, terutama dalam hal penggunaan teknologi.

Setiap zaman memang memiliki tantangannya sendiri. Pepatah itu sesuai dengan pendapat dari Tulgan (2013), “Managing Generation Z Requires a huge remedial effort on broad transferable skills like work habits, interpersonal communication, and critical thinking and a huge investment in remedial technical training.

On the other hand there will be a growing elite among the emerging workforce, those with the greatest technical skills training and also the benefit of personal development opportunities. Retaining those among the growing elite will require increasing differentiation and reward (Tulgan dan Rainmaker Thinking).”

Tulgan dan Rainmaker Thinking (2013) Memberikan pendapat bahwa banyaknya generasi Z yang begitu banyak memiliki skill  untuk memberikan dampak kebiasaan yang begitu besar dalam hal, komunikasi, dan cara berpikir yang kritis akan memunculkan lapisan elite di antara angkatan kerja yang baru.

Pergeseran generasi ASN ke arah generasi milenial menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk lebih memahami karakteristik dari generasi milenial. ASN milenial harus memiliki kemampuan melihat kapasitas ASN di masa yang akan datang dan mampu berkolaborasi.

Artinya, generasi milenial yang lebih menyukai cara kerja yang cepat, fleksibel, dan dinamis harus bisa berkolaborasi dengan generasi terdahulu yang memiliki pola kerja berbeda. ASN milenial memiliki tingkat adaptasi tinggi, sehingga ide atau gagasan yang kreatif mampu mendukung peningkatan kinerja di pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah.

ASN Milenial: Generasi Pembelajar

ASN pada masa sekarang dituntut untuk menghadapi tantangan untuk masa depan yaitu era-digitalisasi informasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa globalisasi dan digitalisasi menuntut ASN, khususnya ASN milenial, untuk menjadi generasi pembelajar atau lifelong learner.

Tidak hanya menerima, tetapi juga beradaptasi dan mengikuti perubahan ke arah yang positif. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masif saat ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi ASN untuk memenangi persaingan global.

Untuk menghadapi tantangan dalam persaingan global, kebiasaan bekerja menjalankan tugas-tugas rutin atau business as usual menjadikan ASN milenial tidak dapat maksimal mengembangkan kompetensinya.

Keterampilan, pengetahuan, sikap, perilaku, dan kreativitas tanpa batas menjadikan ASN milenials disebut sebagai digital native sehingga menjadikan era digitalisasi informasi adalah momen untuk mengubah sistem pemerintahan yang uzur menjadi sistem pemerintahan yang serba digital, sehingga beberapa rekomendasi perlu disematkana pada diri ASN milenial, di antaranya:

Pertama, ASN Milenial di tengah Tranformasi Digital haruslah menanamkan pola pikir ketuhanan, yaitu menaati aturan Tuhan dan menjauhi larangannya. Hal ini akan menjadikan ASN milenial mempunyai kesadaran bahwa bekerja adalah ladang untuk mendapatkan pahala yang sebesar-besarnya.

Karena praktik KKN adalah praktik kurang sadarnya pegawai dalam menentukan hal yang benar dan hal yang salah, maka memiliki jiwa ketuhanan menjadi prinsip yang terpenting untuk menjadikan ASN milenial garda terdepan perubahan (agent of change) dalam menuangkan gagasan dan ide kreatif ke dalam action secara tidak pragmatis. Hal ini memerlukan kemauan dan pengembangan soft skills maupun hard skills.

Kedua, membaca buku. Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) dan dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), tingkat literasi Indonesia berada di nomor 62 dari 70 negara.

Artinya, daya saing Indonesia begitu rendah dari sisi literasi. Maka, perlu dimulai dari setiap ASN untuk selalu menyediakan waktu membaca minimal dalam 1 (satu) bulan menyelasaikan 1 (satu) buku. Dengan begitu, ASN di Indonesia memiliki kebiasaan budaya membaca.

Ketiga, keluar dari zona nyaman (comfort zone). ASN milenial harus memiliki semangat perubahan dengan memanfaatkan peluang di dalam era digitalisasi informasi dan menangkap kesempatan yang ada. Motivasi meraih sesuatu bukan untuk mendapat imbalan atau penghargaan, melainkan untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman bekerja.

Usia 20 sampai 30 tahun adalah momen menggali potensi dalam diri, menjadikan bekal yang sangat penting untuk memberikan dampak positif di lingkungan pekerjaan ataupun di lingkungan sekitar kita. Semangat mencoba hal-hal baru menjadikan trigger tersendiri untuk mengembangkan ide dan gagasan karena rewarding.

KeempatGathering Community. Profesi ASN tentu menuntut kita untuk terus menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Namun, kompetensi leadership, collaborative, adaptive, dan communicative lebih banyak didapatkan bila ASN milenial mempunyai wadah tersendiri untuk mengembangkan soft skills dan hard skills di luar pekerjaan kantor (beyond the call of duty).

Kesempatan tersebut dijadikan peluang untuk mendapatkan pengalaman serta networking membangun personal branding. Dengan mengikuti beberapa komunitas akan mengasah kemampuan tersebut dan memberikan dampak positif di lingkungan pekerjaan.

10
0
Dimas Mahardika ◆ Active Writer

Dimas Mahardika ◆ Active Writer

Author

Penulis adalah seorang ASN yang bekerja di sebuah Kementerian Pusat. Alumni dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Tahun lulus 2018. Memiliki hobi membaca, menulis,  berolahraga, dan kebersamaan.

1 Comment

  1. Avatar

    agent of change

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post