Tamparan Keras Koi

by | Jan 7, 2022 | Refleksi Birokrasi | 0 comments

Suatu siang, di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi (8/12/2019), seorang sahabat yang sedang menunggu boarding, menyita perhatianku. Dia tampak menikmati suasana bandara yang nyaman. Bandara yang mengusung konsep arsitektur green building rancangan Andra Matin. Bandara yang mulai beroperasi sejak akhir 2017 ini akan membuat setiap penumpang penuh dengan decak kagum.

“Sedang apa mas?”, tanyaku. Mendadak dia memperhatikanku… Lalu tersenyum.

Tak satupun kata keluar menyapaku. Dia kembali khusyuk bermain dan mencandai ikan koi di kolam, tepat di bawah kursi ruang tunggu. Secuil roti kecil dilemparkan ke dalamnya. Sontak suasana kolam riuh dengan gemercik air.

Pyuuuuur…. Crek… Creeeeek… Creeeeek byuuuuur…

Kulihat dari jauh. Sesekali dia menyeka wajahnya karena cipratan air. Senang aku melihatnya.

Apa yang menyitaku?

Yang jelas bukan cara berbagi sedekah pada koi. Juga bukan jenis makanan yang dibagikan. Atau air di kolam yang mulai menghijau tua? Sekali lagi bukan.

Tapi perilaku ikan koi! Saat cuilan roti kecil dilemparkan. Respons koi berebut makanan. Melompat. Berdesakan. Berkompetisi bahkan dengan saling sikut.

“Siapa cepat dapat”, pikirku.

Terhibur ku dibuatnya. Lucu. Menggemaskan dan membuat ku tertarik untuk bereksperimen.

Aku pun bergegas menuju ransel di sebelah kiriku. Kuambil sebuah roti…

Kumulai aksi observasi kecilku. Kulemparkan secuil roti persis di kolam samping kananku. Ratusan ikan koi saling kejar. Saling berebut dan melompat kegirangan. Sebagian mengejar dari tempat jauh untuk menangkap cuilan roti itu.

Kuulangi beberapa kali. Hingga ikan yang berada di kolam ukuran sekitar 20 x 10 meter berkumpul di satu titik. Kuamati serius. Bagaimana persaingan memperebutkan roti kecil terjadi.

“Ikan-ikan besar terlihat mendominasi. Tak tersisa. Ikan-ikan sedang dan kecil tak kebagian. Namun di beberapa lemparan berikutnya, hal menarik terjadi. Ada perubahan! Ikan-ikan sedang dan kecil mengambil alih medan.

“Ini mungkin ikan besar sudah kekenyangan. Atau tak lagi punya tenaga untuk berebut makanan. Sehingga daya tahannya melemah”, pikirku.

Gerakannya lincah. Daya tahannya luar biasa. Fighting spirit-nya sangat hebat. Lompatannya dari jarak sedepa persis tepat menangkap mangsa. Energi ikan-ikan sedang dan kecil tampak hebat.

Kucoba eksperimen kedua. Kulemparkan cuilan roti kecil jauh ke tengah kolam.

Awalnya hanya nener yang menangkap. Namun setelah lemparan berikutnya. Ikan sedang dan kecil mengejar sambil berlompatan.

Koi besar yang tambun dan menua. Mulai tak kuasa bersaing menyergap target. Mereka menyerah. Tenaganya habis. Lunglai tak berdaya.

Di saat tenaganya terkuras habis, koi besar mungkin berfikir tentang saatnya pensiun dini. He he he.

“Soal bersaing, sudahlah. Aku tak mampu lagi. Biarkanlah yang muda yang melakukannya. Dia lincah. Trengginas dan semangatnya tanpa batas”.

“Tuaku tak lagi mampu. Usiaku bertambah, namun tenagaku melemah. Kaveling rezekiku sudah pindah. Berganti pemilik yakni generasi baru: ikan kecil yang lebih bersemangat. Muda bertenaga!!”

“Rezekiku tak kurang sama sekali, karena umur uzurku. Sedikitpun tak akan berkurang. Hanya cara memperolehnya yang aku harus ubah. Aku hanya perlu berkontemplasi. Beribadah semakin giat dan bersungguh-sungguh. Berbagi atau bersedekah kepada siapapun. Ini wujud syukurku atas nikmat tak hingga yang kudapat.

Aku menyadari. “Aku tak perlu khawatir. Tak perlu mengeluh. Tak ada gunanya menyerah. Pasti ada gilirannya. Ada saatnya”, pikir Koi.

Eksperimen di atas penting bagiku. Tamparan Koi itu adalah analog dalam kehidupan nyata kita. Langkah kecil dari “orang besar” jauh lebih buruk. Langkah besar dari “orang kecil”, hebat! Kereen polll.

Cerita kecil tentang Koi adalah episode kehidupan yang mengingatkanku. Sekaligus sebagai  tamparan keras bagiku. Dalam case ini, aku adalah koi besar.

Tuhan memberi sinyal dini padaku. Ternyata banyak “orang-orang kecil” yang membuat langkah besar. Langkah hebat! Mereka generasi yg memiliki semangat hidup yang melampaui batas. Fighting spirit yang sangat keren dan top deh pokoknya.

Memang hari ini mereka bukan siapa-siapa. Namun, suatu saat mereka akan menggantikanku dengan prestasi juara. Seperti ikan koi kecil, yang membuat lompatan besar menangkap secuil roti.

Ini soal orientasi masa depan. Tuhan memberikan kesempatan emas (golden opportunity) kepadaku. Jabatan tinggi. Kewenangan besar. Juga luasnya kekuasaan. Mungkin tak cuma aku, tapi juga Anda. Tentu Tuhan ingin memberi ujian kepada kita tentang apa yang telah kita lakukan hari ini adalah persiapan untuk menggapai masa depan (akhirat).

Tentu bukan materi. Akhir dari ujung perjalanan itu. Namun, tentu sebuah legacy. Jika semangat kita hanya pada target individu yang materialistik, maka mudah bagi Tuhan untuk mengabulkannya. Namun jika masa depan yang kita impikan, maka setiap proses menggapainya adalah kenikmatan dan kebahagiaan.

Setiap proses tak kan pernah sepi dari hambatan dan kesulitan. Namun, juga ada kemudahan dan kebahagiaan pada saat lelah kita memuncak. Yang kita butuhkan saat ini adalah fighting spirit, daya tahan dalam berjuang dan orientasi masa depan yang terukur. Sekalipun kita adalah Koi kecil, namun memiliki langkah besar. Bukan sebaliknya, Koi besar, namun hanya memiliki langkah kecil.

Terimakasih Koi, yang telah mengingatkanku.

1
0
Mariman Darto ▲ Active Writer

Mariman Darto ▲ Active Writer

Author

Kepala Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III) LAN Samarinda. Pengalamannya sebagai pegiat riset di CIDES selama 10 tahun (1994 - 2004) memberikan pengaruh penting pada bangunan idealismenya yang tetap kritis dan open mind dalam menyikapi berbagai problem hidup, baik sebagai pribadi, masyarakat, dan bangsa. Semangat, kritis, dan open mind tampak dari tulisan-tulisannya.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post