Stunting dan Warisan Kemiskinan: Perlunya Edukasi dan Intervensi

by | Jun 18, 2022 | Birokrasi Melayani | 0 comments

Lingkaran setan kemiskinan adalah ungkapan yang sering digunakan untuk menggambarkan bahwa kemiskinan dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Kemiskinan merupakan masalah dunia yang terus berulang dan untuk memutus mata rantai ini dibutuhkan adanya kerja sama dari seluruh pihak. 

Bagaimana cara kemiskinan diwariskan? Stunting mengambil peran sebagai salah satu cara penanggulangan kemiskinan. Penderita stunting umumnya memiliki kemampuan kognitif yang lambat, mudah sakit, dan kurang produktif.

Definisi Miskin 

The World Bank (2003) mendefinisikan kemiskinan sebagai penolakan pilihan dan kesempatan yang paling mendasar bagi perkembangan manusia untuk menjalani hidup yang sehat, kreatif, dan menikmati standar hidup yang layak, kebebasan, harga diri dan rasa hormat dari orang lain, yang jika disederhanakan yaitu ketidakmampuan seseorang untuk mencapai standar hidup minimal. 

Hal ini sejalan dengan definisi kemiskinan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. 

Sementara itu, menurut World Health Organization (2014) stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. 

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2017) menyatakan bahwa pada akhirnya stunting secara luas akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. 

Kemiskinan yang Diwariskan

Pada tahun 2014, The World Bank mempublikasikan video bertajuk “Dewi and Putri: How Inequality Separates Two Girls from Indonesia” (Dewi dan Putri: Bagaimana Ketidaksetaraan Memisahkan Dua Gadis dari Indonesia). 

Dalam video tersebut, disebutkan bagaimana perbedaan latar belakang dan pola asuh memengaruhi masa depan seseorang. Mereka yang berasal dari keluarga kaya mendapat pengasuhan yang baik bahkan sejak di dalam kandungan. 

Ibu dari golongan menengah ke atas dapat rutin mengunjungi dokter kandungan dan mengonsumsi nutrisi yang benar sehingga bayi lahir dengan berat badan yang sehat. Setelah lahir, bayi pun mampu mendapatkan imunisasi yang lengkap, hidup di lingkungan yang bersih, dan mendapat pendidikan yang baik hingga jenjang tertinggi.

Di lain pihak, keluarga yang kurang mampu tidak dapat mengunjungi fasilitas kesehatan formal selama masa kehamilan dan tidak mendapatkan nutrisi yang memadai. Setelah lahir, bayi juga belum tentu mendapat imunisasi yang lengkap, tidak mengonsumsi nutrisi yang baik dan sangat mungkin hidup di lingkungan yang tidak bersih. 

Rumah yang tidak memiliki toilet dan sanitasi yang bersih dapat menyebabkan anak sering mengalami diare. Kondisi itulah yang kemudian dapat menyebabkan anak mengalami stunting

Hal ini diperparah dengan rendahnya pendidikan anak. Tingkat ekonomi keluarga yang rendah dapat memaksa anak untuk berhenti sekolah dan bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. 

Dengan pendidikan yang baik, seseorang mampu mendapat pekerjaan yang baik dengan penghasilan yang baik pula. Sementara itu, mereka yang tidak beruntung hanya mampu mencoba beberapa pekerjaan di sektor informal dengan penghasilan yang rendah. 

Dengan plot ini kemiskinan dan ketidaksetaraan diteruskan dari generasi ke generasi. Tidak banyak yang dapat dilakukan dalam kemiskinan, namun kemiskinan tidak boleh dibiarkan tetap terjadi. 

Pendidikan: Harapan untuk Memutus Rantai Kemiskinan

Kita sering mendengar bahwa pendidikan adalah cara untuk memutus lingkaran setan kemiskinan. Namun, bagaimana jika kemiskinan yang dialami sedemikian mencekik hingga bahkan jika pendidikan itu sendiri digratiskan oleh pemerintah, masih ada keluarga yang tidak mampu membelikan buku, seragam dan membayar transportasi ke sekolah seperti yang dialami oleh keluarga Putri dalam video tersebut? 

Dalam hal ini, tentunya beasiswa menjadi jawaban untuk permasalahan ini. Saat ini sudah banyak program-program beasiswa yang diperuntukkan bagi siswa SD, SMP, dan lebih banyak lagi beasiswa untuk siswa SMA dan mahasiswa. 

Meskipun begitu, beasiswa-beasiswa ini tidak dapat diraih jika kualitas siswa tersebut tidak memadai. Oleh sebab itu, akan lebih baik jika pemberantasan kemiskinan dimulai dari perbaikan kualitas sumber daya manusia terlebih dahulu.

Dari uraian di atas, kita dapat melihat kaitan antara kemiskinan dan stunting. Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi, menyediakan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan memperoleh pelayanan kesehatan. 

Ketika hal ini terjadi kepada ibu hamil dan baduta, maka sang bayi akan mengalami stunting. Stunting bukan hanya menghambat pertumbuhan tinggi badan saja, tetapi juga perkembangan otak anak. Anak yang mengalami stunting cenderung lebih lambat dalam berpikir dan umumnya mengalami ketertinggalan di sekolah. 

Pada akhirnya, ketika memasuki usia produktif, mereka yang mengalami stunting akan sulit bersaing dengan mereka yang tumbuh normal dalam mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan dan keamanan yang layak. Hal ini juga diperparah jika orang tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. 

Indonesia Darurat Stunting

Dalam video bertajuk “Pendampingan Catin, Ibu Hamil dan Keluarga Risti Stunting”, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bapak Hasto Wardoyo, menyebutkan bahwa angka stunting di Indonesia berada pada angka 22,6%. 

Hal ini menjadikan Indonesia berada dalam status darurat stunting di mana menurut standar WHO angka stunting tidak boleh lebih dari 20%. Oleh sebab itu, Indonesia mulai melakukan tindakan pencegahan stunting dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. 

Hal ini juga dilakukan sebagai salah satu langkah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. 

Sebagaimana telah diuraikan di atas, terjadinya stunting telah dimulai bahkan sejak janin berada di dalam kandungan dan terus berlanjut hingga anak berusia dua tahun, atau yang sering dikenal dengan istilah 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu 270 hari selama di dalam kandungan dan 730 hari setelah kelahiran. 

Dari uraian di atas juga dapat disimpulkan bahwa stunting disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal penyebab stunting yaitu kurangnya asupan nutrisi yang memadai. 

Hal ini dapat menyebabkan anak menderita kekurangan gizi kronis yang dapat menyebabkan pertumbuhan badan dan otak terhambat, salah satunya dicirikan dengan berat dan tinggi badan yang rendah dibandingkan dengan anak seusianya. 

Sementara itu, faktor eksternal penyebab stunting adalah lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih, termasuk di dalamnya sanitasi yang kurang bersih dan terbatasnya akses terhadap air bersih.  

Lingkungan yang kurang bersih dapat menyebabkan anak sering terserang penyakit, terutama infeksi dan diare yang lagi-lagi menghambat penyerapan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh. 

Epilog: Edukasi dan Intervensi

Beberapa cara yang harus ditempuh pemerintah untuk mencegah stunting adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait stunting serta subsidi pangan. Dengan dilakukannya edukasi terkait stunting kepada masyarakat, masyarakat dapat lebih sadar akan gejala, penyebab, dan bahaya stunting. 

Dengan demikian, setidaknya mereka mau menghindari penyebab stunting dan melakukan penanggulangan untuk anak yang bergejala stunting. 

Sementara itu, bagi keluarga yang tidak mampu untuk melakukan pencegahan stunting karena kondisi ekonomi yang tidak memadai, dibutuhkan intervensi dari pemerintah misalnya seperti bantuan makanan bergizi dan air bersih untuk penduduk miskin.

Artikel ini pernah ditayangkan di laman facebook @milenialberencana dengan judul Ulasan Video “Dewi and Putri: How Inequality Separates Two Girls from Indonesia”

0
0
Yessy Marga Safitri ♥ Associate Writer

Yessy Marga Safitri ♥ Associate Writer

Author

Sebagai Penyuluh Keluarga Berencana (BKKBN) dan Penyuluh Antikorupsi (Sertifikasi KPK), penulis aktif mengampanyekan pola hidup berkualitas dan nilai-nilai integritas. Temui penulis di laman FB @milenialberencana

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post