Perwujudan Sistem Kesehatan Global yang Tangguh Untuk Ketahanan Ekonomi Dunia (Momentum Presidensi Indonesia dalam G-20)

by | Jul 8, 2022 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Tahun 2022 menjadi momentum berharga bagi Indonesia sebagai pemimpin G-20, sebuah wadah organisasi bagi negara yang secara kolektif menyumbang lebih dari 60% populasi dunia, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. 

Kepemimpinan yang hanya satu tahun dan dijabat secara bergantian, tentu saja perlu mendapat dukungan seluruh elemen bangsa serta dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk memberikan kontribusi bagi percepatan pencapaian tujuan pembangunan seluruh anggota G20. Tak terkecuali bagi Indonesia sendiri.  

Pentingnya Kesiapsiagaan Kolektif

Presidensi Indonesia dalam G20 mengangkat PPR (Pandemic Prevention, Preparedness and Response) sebagai salah satu isu strategis yang menjadi pokok permasalahan dan perlu mendapatkan perhatian anggota G20 untuk dicari jalan keluarnya.

Pandemi COVID-19 memberikan gambaran pentingnya kesiapsiagaan kolektif dalam darurat kesehatan dan investasi dalam pelayanan publik pada masa mendatang (Bappenas, 2021). 

Selama ada satu negara yang tidak mampu mengatasi penyebaran COVID-19, maka selama itulah negara-negara di dunia harus menghadapi ancaman krisis (Rum et al., 2020). Kesiapsiagaan secara kolektif dari seluruh negara diharapkan mampu melahirkan langkah preventif serta respons yang lebih cepat terhadap kejadian pandemi di masa mendatang. 

Kejadian pandemi Covid-19 telah menunjukkan kurangnya langkah antisipatif secara kolektif dari berbagai negara di dunia. Padahal, langkah sporadis dan cenderung masing-masing (Rum et al., 2020) serta kurangnya koordinasi (Djelantik, 2020) berakibat kepada besarnya dampak yang ditimbulkan.Hal ini terjadi tidak hanya pada bidang kesehatan namun juga merambah pada bidang lainnya seperti ekonomi, sosial, dan pendidikan. 

Dalam laporan IMF (2021) yang dikeluarkan pada bulan Oktober disebutkan bahwa meskipun pemulihan ekonomi global terus berlanjut, namun permasalahan pandemi covid-19 masih akan mewarnai kondisi perekonomian dunia pada tahun 2022 seiring dengan munculnya varian baru dan akses vaksin yang belum merata.  

Dampak Sosial Ekonomi dari Pandemi

Permasalahan sosial ekonomi akibat pandemi covid-19 juga dialami bangsa Indonesia. Akibat kebijakan pembatasan aktivitas sosial masyarakat sebagai upaya pencegahan penularan virus Covid tentu saja berimplikasi pada menurunnya aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat. 

Dalam konteks lingkungan global, kebijakan Lock Down yang dikeluarkan oleh berbagai negara di dunia juga berimbas kepada penurunan volume ekspor Indonesia serta terhambatnya pasokan bahan baku impor yang dibutuhkan oleh industri yang ada di dalam negeri. 

Kombinasi kondisi faktor internal dan eksternal yang terjadi akibat pandemi covid ini, secara akumulatif menghasilkan gambaran sbb.:

  1. penurunan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi -2,07% (BPS, 2021) 
  2. pengangguran pada bulan Agustus 2020 menjadi 7,07 persen atau meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019 (BPS, 2020) 
  3. persentase penduduk miskin pada September 2020 sebesar 10,19 persen atau  meningkat 0,41 persen poin terhadap Maret 2020 dan meningkat 0,97 persen poin terhadap September 2019 (Badan Pusat Statistik, 2021)

Berbagai dampak pandemi Covid-19 yang terjadi di level nasional maupun global sebagaimana disampaikan sebelumnya tentu saja menuntut aksi bersama agar penanganan pandemi ini dapat berlangsung lebih efektif serta lebih cepat. Selain itu, langkah kolektif juga dibutuhkan sebagai upaya preventif kejadian pandemi yang sangat mungkin terjadi di masa mendatang. 

Merujuk pada dasar pembentukan negara G-20 yakni mencari solusi dalam penanganan masalah perekonomian global (https://sherpag20indonesia.ekon.go.id/sejarah-singkat-g20) sangat relevan jika Indonesia mengangkat isu pandemic prevention, preparedness and response sebagai salah satu isu strategis yang menjadi pokok pembahasan. 

Respons yang Berbeda-beda

Pandemi Covid-19 yang terjadi pada akhir tahun 2019 mendapatkan respons yang berbeda-beda dari negara-negara di dunia termasuk negara anggota G-20.  Umam (2020) menyebutkan beberapa negara di dunia memilih mengimplementasikan protokol Corona dan menyiapkan penyelamatan ekonomi negara masing-masing dibandingkan bekerja satu sama lain. 

World Health Organisation (WHO) sebagai lembaga kesehatan dunia, pada awal merebaknya covid-19 terkesan kurang responsif dan kurang optimal menjalankan kebijakan International Health Regulations (IHR) sebagai sebuah instrumen hukum internasional yang mengatur bagaimana negara-negara secara kolektif menangani penyebaran penyakit secara global (Djelantik, 2020;  Rum et al., 2020)

Kurangnya kerjasama di antara negara anggota G20 berimplikasi kepada beragamnya proses vaksinasi covid-19 baik dalam hal proses vaksinasi pertama kali, jumlah jenis vaksin yang digunakan, maupun cakupan vaksinasi sampai dengan dosis kedua (full vaksinasi) ataupun booster (Tabel 1).

Herd Immunity dan Kemampuan Cakupan Vaksinasi

Dalam hal cakupan vaksinasi (full dosis), Afrika Selatan merupakan negara G20 yang memiliki cakupan vaksinasi terendah yakni 31,36% jauh dipersyaratkan untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity). 

Hal ini tentu saja sangat disayangkan mengingat herd immunity, menurut rekomendasi World Health Organization (WHO), hanya akan terbentuk jika cakupan vaksinasi dosis lengkap sudah mencapai diatas 70% (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4638/2021). 

Padahal menurut Rum et al., (2020), dengan adanya ketidakmampuan suatu negara dalam mengatasi penyebaran COVID-19, maka akan berimbas pada kerentanan negara-negara di dunia menghadapi ancaman krisis. 

Dalam hal kecukupan kebutuhan vaksinasi, antara negara yang tergabung dalam negara G20 terjadi ketimpangan yang disebabkan gap antara penyediaan vaksin dengan kebutuhan vaksin per individu penduduknya. 

Hal ini terjadi karena tidak semua negara anggota G20 memiliki kemampuan dalam memproduksi vaksin, baik karena keterbatasan sarana laboratorium maupun sumber daya manusia. 

Oleh karenanya, untuk percepatan pemulihan global  diperlukan ekspansi kerja sama dari negara yang lebih kuat untuk dapat mengembalikan negara-negara yang paling rentan ke posisi yang lebih kuat daripada sebelum krisis (Kozul-Wright, 2020).

G20 dan Pengurangan Kesenjangan Kesehatan

Kebijakan kesehatan yang konsisten diperlukan untuk memastikan kesehatan untuk semua dan secara berkelanjutan mengurangi ketidaksetaraan kesehatan di antara negara-negara. Selain heterogenitas dalam hal ekonomi, perbedaan di antara negara G20 juga dapat terlihat dalam hal capaian pembangunan kesehatan.

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa dalam hal tingkat kematian anak balita (sampai lima tahun) atau pun kematian balita karena proses persalinan telihat perbedaan yang cukup signifikan. 

Selama sepuluh tahun (2010-2019) negara Afrika Selatan, India, dan Indonesia merupakan tiga negara anggota G20 yang menunjukan tingkat kematian (Mortality Rate) balita  per seribu penduduk yang sangat tinggi. 

Pada tahun 2019 mortality rate di negara Afrika selatan masih mencapai 34,5, artinya dari kejadian seribu bayi yang lahir, sampai dengan lima tahun yang akan datang 34,5 di antaranya akan meninggal. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan India yakni 34,3, dan ketiga tertinggi lainnya yakni Indonesia sebesar 23,9. 

Nilai tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Amerika Serikat (6,5) atau Jepang (2,5). Ketimpangan mortality rate tersebut disebabkan oleh berbagai faktor termasuk sarana prasarana kesehatan serta alokasi anggaran kesehatan yang dialokasikan oleh pemerintahnya. 

Epilog: Perlunya Komitmen Ketahanan Kolektif

Selain data mortality rate balita, tentu saja banyak data lain yang mempertegas kesenjangan yang dijumpai antara negara anggota G20. Karenanya, pola kerja sama antarnegara diharapkan dapat menutupi kesenjangan yang ada agar terbentuk ketahanan kolektif dalam menghadapi pandemi dan masalah kesehatan lain yang mungkin terjadi di kemudian hari. 

Komitmen bersama untuk menciptakan ketahanan kesehatan global, dalam bentuk uluran tangan dari negara yang lebih maju, diharapkan akan menutupi keterbatasan negara lainnya yang berkekurangan dalam hal sarana dan prasarana kesehatannya. 

Semoga pertemuan puncak G-20 tahun 2022 yang akan digelar kelak mengambil pembelajaran berharga dari kejadian pandemi Covid-19, sehingga  kesepakatan dan komitmen bersama untuk menciptakan sistem kesehatan global yang tangguh dapat terwujud dan bermuara kepada  Ketahanan Ekonomi Dunia.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2021). Profil Kemiskinan di Indonesia September 2020 (Number No. 16/02/Th. XXIV, 15 Februari 2021).

Bappenas. (2021). Rencana Aksi Nasional TPB Tahun 2021-2024. https://sdgs.bappenas.go.id/ran-sdgs-2021-2024/

BPS. (2020). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2020. In Badan Pusat Statistik (Number No.86/11/Th. XXIII, 05 November 2020).

BPS. (2021). Statistik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2020. In Badan Pusat Statistik (Number No. 13/02/Th. XXIV, 5 Februari 2021). https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/02/05/1755/ekonomi-indonesia-2019-tumbuh-5-02-persen.html

Djelantik, S. (2020). Kerjasama Global Menangani The “ Great Lockdown ”; Pendekatan Diplomasi Multijalur. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Edisi Khusus, 113–120. https://doi.org/10.26593/jihi.v0i0.3869.

IMF. (2021). World Economic Outlook: Recovery During a Pandemic – Health Concerns, Supply Disruptions, and Price Pressures. In World Economic Outlook (Number May). https://iiep.gwu.edu/2021/10/26/imf-world-economic-outlook-recovery-during-a-pandemic-health-concerns-supply-disruptions-and-price-pressures/

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/4638/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) 

Kozul-Wright, R. (2020). Recovering Better from COVID-19 Will Need a Rethink of Multilateralism. 63, 157–161. https://doi.org/10.1057/s41301-020-00264-y

Rum, M., Adiputera, Y., & Nandyatama, R. W. (2020). Keterbatasan Tata Kelola Kesehatan Global dalam Penanganan COVID-19. In W. Mas’udi & P. Winanti (Reds), Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia: Kajian Awal (Edisi 1, Number May, bll 80–103). Gadjah Mada University Press.

Umam’, A. K. (2020). Diplomasi dan Perang Global Melawan Korona. In Paradimana Public Policy Review.

https://databank.worldbank.org/source/sustainable-development-goals-(sdgs)/Type/MAP/preview/on#

https://covid19.who.int/data

https://sherpag20indonesia.ekon.go.id/sejarah-singkat-g20

https://g20.org/id/about-the-g20-2

0
0
Oki Oktaviana ◆ Active Writer

Oki Oktaviana ◆ Active Writer

Author

Fungsional Peneliti Bappeda Provinsi Banten, dengan bidang riset seputar ekonomi pembangunan.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post