Peran Strategis SPIP Terintegrasi (New SPIP) dalam Membangun Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM

by | Oct 13, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan, Birokrasi Bersih | 3 comments

Sebagaimana kita ketahui bersama, untuk meningkatkan kualitas serta semakin mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, pemerintah telah memilih suatu strategi reformasi sektor publik, yaitu membangun Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).

Selanjutnya, istilah ini disingkat menjadi Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM serta diformalkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014.

Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM tersebut sangat populer karena adanya insentif yang menarik. Masing-masing Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (KLD) dapat memberikan penghargaan kepada unit kerja yang mendapatkan predikat WBK atau WBBM. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019.

Predikat ZI, WBK, dan WBBM

Ringkasnya, pemerintah akan menilai keberhasilan reformasi unit kerja KLD dan memberikan predikat ZI, WBK, dan WBBM. Rincinya, “predikat ZI” diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK dan WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Kemudian, “predikat WBK” diberikan kepada unit kerja KLD yang berhasil melaksanakan reformasi dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan pemenuhan sebagian besar kriteria pada enam area atau pengungkit (enablers) perubahan, yang terdiri dari:

  1. manajemen perubahan,
  2. penataan tatalaksana,
  3. penataan sistem manajemen SDM,
  4. penguatan pengawasan,
  5. penguatan akuntabilitas kinerja, dan
  6. peningkatan kualitas pelayanan publik.

Kemudian, unit kerja KLD harus membuktikan hasil (results) reformasi berdasarkan survei eksternal, yaitu Indeks Persepsi Korupsi (IPK) adalah “tinggi” (minimal 13,5 poin dari nilai maksimal 15  poin atau 90%) dan Indeks  Persepsi Kualitas  Pelayanan Publik (IPKPP) adalah “baik”, serta telah menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan/pengawasan internal dan eksternal.

Selanjutnya, “predikat WBBM” diberikan kepada unit kerja yang berhasil melaksanakan reformasi dengan baik, yang dibuktikan dengan telah memenuhi sebagian besar kriteria enam area perubahan sebagai pengungkit, yang didukung dengan hasil nyata berdasarkan survei eksternal berupa IPK adalah “tinggi” dan IPKPP adalah “sangat baik” (minimal 17 poin dari nilai maksimal 20 poin atau 85%), serta telah menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan/pengawasan internal dan eksternal.

Secara jelas, penilaian Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM tampak pada gambar berikut:

Penyelenggaraan SPIP

Sebagaimana kita ketahui juga, sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mendapatkan amanah sebagai pembina penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dengan melakukan berbagai upaya, seperti menyiapkan dan mengembangkan pedoman, sosialisasi/pelatihan, serta bimbingan teknis penyusunan peraturan menteri/peraturan kepala badan/peraturan kepala daerah agar SPIP bisa diimplementasikan.

Upaya-upaya tersebut, pada disiplin atau profesi audit internal, dikenal sebagai pendekatan subtle/halus, sebuah peran advance dari auditor internal. Bila dibagi dalam periodisasi atau fase pengembangan SPIP, upaya-upaya tersebut terdiri dari:

Periode Awal, 2008-2009: Fase Inisiasi-Sosialisasi, yaitu periode di mana BPKP mendapatkan amanah sebagai pembina, yang menyiapkan perangkat pedoman dan strategi pembinaan agar sistem pengendalian intern dapat diterapkan di KLD.

Di antaranya, BPKP menerbitkan Peraturan Kepala BPKP Nomor 1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP, dengan dilampiri 25 buku untuk masing-masing sub unsur SPIP, yang memuat gambaran umum masing-masing sub unsur sistem pengendalian intern dan langkah-langkah penerapannya, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, sampai dengan tahap pelaporan.

Kedua, 2010-2014: Fase Sosialisasi-Implementasi, di mana periode ini fokus pada sosialisasi/diseminasi dan mendorong penerapan sistem pengendalian intern di KLD.

Ketiga, 2015-2019: Fase Implementasi-Internalisasi, yaitu akselerasi penerapan sistem pengendalian intern di KLD, dan kemudian mulai dipromosikannya penilaian tingkat kematangan (maturity) penyelenggaraan SPIP pada KLD.

Keempat, 2020-2024: Fase Internalisasi-Aktualisasi, yaituperiode mendorong penerapan sistem pengendalian intern di KLD agar tidak sekadar menjadikan SPIP dalam rangka menjalankan peraturan (rule), tetapi menjadi sebuah kebutuhan (need) yang memberikan manfaat dalam mencapai tujuan organisasi, terutama tujuan strategis KLD.

Kelima, 2025-dan seterusnya: Fase Aktualisasi-Akulturasi, yaitu periode di mana sistem pengendalian intern akan menjadi budaya organisasi (organisational culture) yang melekat (embeded) di dalam proses bisnis KLD.

SPIP dan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM

Penyelenggaraan SPIP dan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM sangatlah terkait erat. Sebab, dalam penilaian Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM terdapat indikator “penerapan SPIP” sebagai bagian dari pengungkit “penguatan pengawasan“.

Dengan demikian, jelaslah, peran SPIP sangat strategis karena keberhasilan penerapan atau penyelenggaraan SPIP akan berpengaruh pada keberhasilan Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM pada unit kerja KLD.

Bahkan, kita bisa berargumentasi bahwa jika saja seluruh lima unsur SPIP diterapkan, Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM akan semakin berhasil karena pada dasarnya terdapat banyak irisan indikator penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP dan indikator penilaian Pembangunan ZI Menuju WBK/WBBM.

Isu-isu Penilaian Tingkat Maturitas Penyelenggaraan SPIP

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP KLD telah dimulai sejak 2016, yakni dengan terbitnya Peraturan Kepala BPKP Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Penyelenggaraan SPIP. Kemudian, terdapat penyempurnaan dengan beberapa Peraturan/Edaran Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah (PPKD).

Namun, BPKP ternyata menemukan beberapa isu terkait penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP tersebut. Pertama, penilaian SPIP tidak mencakup penilaian atas proses penetapan tujuan KLD. Penilaian ini baru sebatas pada proses penyelenggaraan SPIP.

Kedua, kurang lengkapnya komponen penilaian, yaitu penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP belum sepenuhnya dikaitkan dengan penilaian keselarasan perencanaan KLD dan tujuan penyelenggaraan SPIP, yaitu hasil dari penyelenggaraan SPIP itu sendiri.

Ketiga, penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP tidak mengidentifikasi area of improvement (AOI) yang dapat digunakan dalam perbaikan kualitas governansi pemerintahan secara berkelanjutan pada tahun berikutnya.

Secara umum, BPKP juga menemukan penyelenggaraan dan penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP belum dikaitkan dengan penerapan dan penilaian manajemen risiko, kapabilitas APIP, dan efektivitas pengendalian korupsi.

Jelasnya, penyelenggaraan dan penilaian keempat hal tersebut belum saling diintegrasikan dan belum diarahkan untuk mengawal tujuan organisasi (termasuk dalam pengendalian fraud), penilaian masih berfokus pada pemberian skor, penilaian terkesan menjadi document-based dan bukan evidence-based, AOI dan rekomendasi masih parsial, serta AOI dan rekomendasi belum dimonitor secara berkelanjutan.

Dengan demikian, manfaat (benefit) penyelenggaraan SPIP di KLD kurang begitu terasa dan menjadi kultur (culture) atau nilai (value) KLD. Tegasnya, penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP telah mengakibatkan penyelenggaraan SPIP dominan berfokus pada ketaatan (compliance) daripada kinerja (performance) KLD.

Berdasarkan hal-hal tersebut, BPKP kemudian melakukan pembaharuan  penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP KLD melalui Peraturan BPKP Nomor 5 tahun 2021 tentang Penilaian Maturitas Penyelenggaraan SPIP Terintegrasi pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, yang populer dikenalkan dengan nama “Result-Based SPIP” atau “New SPIP”.

Result-Based SPIP

Pembaharuan pertama, penilaian penyelenggaraan SPIP diperluas menjadi tiga komponen. Komponen pertama, penetapan tujuan, yaitu kualitas sasaran strategis (strategic objectives) dan strategi dalam mencapai sasaran strategis.

Komponen ini untuk menilai apakah sasaran strategis yang ditetapkan oleh K/L/D telah mempertimbangkan mandat, berorientasi pada hasil, mempertimbangkan isu strategis, serta telah selaras dan diturunkan kepada unit kerja sesuai dengan mandatnya.

Keselarasan tersebut dapat dilihat dari kesesuaian sasaran strategis dengan program dan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung sasaran strategis tersebut. Karena itu, kini terasa sekali pentingnya melibatkan unit kerja atau organisasi perangkat daerah yang mengendalikan perencanaan (seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) dalam penilaian SPIP Terintegrasi.

Komponen kedua, struktur dan proses, yaitu kualitas struktur dan proses penyelenggaraan SPIP, yang tercermin dari pemenuhan lima unsur SPIP sebagaimana terjadi selama ini. Yang membedakan dalam pembaruan ini, pemenuhan sub unsur dari unsur SPIP ini juga termasuk pemenuhan variabel-variabel penerapan manajemen risiko dan pengendalian fraud.

Komponen ketiga, pencapaian tujuan SPIP, yaitu penilaian atas pencapaian tujuan penyelenggaraan SPIP itu sendiri. Pencapaian tujuan ini dikelompokkan menjadi empat tujuan SPIP, yaitu (1) efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi, (2) keandalan pelaporan keuangan, (3) keamanan aset negara/daerah, dan (4) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pembaharuan kedua, mekanisme dan skor penilaian sehingga bisa terintegrasi, yaitu  BPKP mengandalkan parameter penilaian yang terintegrasi, yakni integrasi parameter manajemen risiko atau Manajemen Risiko Indeks (MRI), kapabilitas APIP, dan indeks efektivitas pengendalian korupsi (IEPK), yang dilekatkan pada penilaian sub unsur SPIP.

Kemudian, BPKP mempromosikan pentingnya kolaborasi para asesor dalam penilaian dan evaluasi hasil penilaian mandiri. Intinya, semua pihak harus terlibat, yakni manajemen yang dikoordinasikan oleh unit perencanaan atau fungsi lainnya di KLD dalam penilaian mandiri (PM), APIP dalam penjaminan kualitas (PK), dan BPKP dalam evaluasi.

Selanjutnya, yang menarik, dalam penilaian yang terintegrasi ini, SPIP Terintegrasi akan memproduksi empat skor utama, yakni skor SPIP, MRI, IEPK, dan kapabilitas APIP.

Pembaharuan ketiga, pembaharuan periode yang dinilai, yang dilakukan dalam rentang waktu 1 Juli tahun sebelumnya sampai dengan tanggal 30 Juni tahun berjalan. Kemudian, hasil penilaian tidak hanya menghasilkan skor, tetapi juga AOI dan rekomendasi yang akan dimonitor tindak lanjutnya pada periode berikutnya.

Selain itu, BPKP juga melakukan redefinisi atas karakteristik maturitas SPIP dan pengembangan aplikasi untuk mengelola informasi SPIP (e-SPIP). Secara jelas, indikator-indikator penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP Terintegrasi tampak pada gambar berikut:

 

Epilog: Langkah-langkah ke Depan

Agar SPIP Terintegrasi dapat diterapkan, salah satu strategi yang dipilih BPKP adalah mengadakan berbagai pelatihan. Pelatihan ini akan meningkatkan kompetensi KLD dan penguatan internal BPKP untuk meningkatkan kualitas implementasi SPIP Terintegrasi.

Selain peningkatan kompetensi tersebut, hal-hal lain yang diperlukan untuk keberhasilan implementasi SPIP Terintegrasi adalah dorongan, arahan, monitoring, dan pengendalian dari pimpinan KLD. Kemudian, peningkatan kompetensi SDM KLD secara internal sehingga mampu  menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai dan menilai kualitasnya dengan penilaian tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP Terintegrasi.

Selanjutnya, keberhasilan implementasi SPIP Terintegrasi membutuhkan komitmen manajemen KLD untuk meningkatkan kualitas perencanaan, dengan menerapkan manajemen risiko yang mendukung pencapaian tujuan KLD.

Keberhasilan SPIP Terintegrasi juga membutuhkan APIP yang dapat memfasilitasi penerapan manajemen risiko di KLD, termasuk atas risiko-risiko fraud (termasuk korupsi), dan melakukan pengawasan pada area-area yang berisiko tinggi melalui Pengawasan Intern Berbasis Risiko (PIBR). APIP juga harus mendorong perbaikan sistem pengendalian intern KLD secara berkelanjutan.

Juga, SPIP Terintegrasi akan berhasil diterapkan dan diresapi oleh KLD yang akan memberikan value bagi organisasi dan individu di organisasi jika semua pihak mau terus belajar secara berkelanjutan, baik belajar dari kegagalan maupun belajar dari keberhasilan.

Tentunya kita berharap, sebagai penutup, jika SPIP Terintegrasi diterapkan dan diresapi, maka seluruh unit kerja KLD agar berhasil dalam Pembangunan ZI Menuju WBK dan WBBM.

11
0
Rudy M. Harahap ♣️ Expert Writer

Rudy M. Harahap ♣️ Expert Writer

Author

Rudy adalah alumni Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat I Angkatan LVI Tahun 2023, seorang pejabat eselon 2 di sebuah instansi pengawasan, dan Editorial Board Chairman Pergerakan Birokrat Menulis. Ia juga adalah Ketua Dewan Pengawas Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (IASII), dan Ketua Departemen Law, Regulation, & Policy Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI). Ia adalah Doctor of Philosophy (PhD) dari Auckland University of Technology (AUT), Selandia Baru, dengan tesis PhD “Integrating Organisational and Individual Level Performance Management Systems (PMSs) within the Indonesian Public Sector”. Sebelumnya, ia memperoleh gelar Akuntan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Magister Manajemen Sistem Informasi (MMSI) dari Universitas Bina Nusantara, dan Master of Commerce in Information System (MComm in IS) dari Curtin University of Technology (Australia). Ia juga penerima beasiswa the New Zealand ASEAN Scholarship Award 2014 dari New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT), anggota Beta Gamma Sigma (sebuah kelompok elit dunia di Amerika Serikat yang keanggotaannya berbasis undangan), serta reviewer jurnal internasional Qualitative Research in Accounting and Management. Rudy terbuka untuk berdiskusi melalui twitternya @HarahapInsight. Tulisan penulis dalam laman ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili pandangan lembaga tempat bekerja atau lembaga lain.

3 Comments

  1. Avatar

    Sangat runtut, mudah dicerna, terimakasih sangat bermanfaat.

    Reply
  2. Avatar

    Applause sebanyak banyaknya dari saya atas tulisan bapak ini, saya sangat mendukung bila penilaian SPIP juga dikaitkan dengan pembangunan ZI dan bila perlu dikolaborasikan hasil penilaiannya untuk dapat meningkatkan dan menunjang nilai pembangunan ZI di seluruh daerah, salam hormat kami perwakilan dari Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Utara bapak 🙏🙏

    Reply
    • Avatar

      Terima kasih…
      Semoga kita dapat berkolaborasi
      Salam semangat membangun Indonesia!

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post