Membudayakan Antikorupsi di Perguruan Tinggi

by | Nov 3, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan, Birokrasi Bersih | 3 comments

Ternyata 86% koruptor adalah lulusan perguruan tinggi. Fakta ini  dilontarkan oleh Menko Polhukam Prof. Mahfud MD. “Pelaku korupsi di Indonesia per hari ini jumlahnya 1.298 orang, 86% lulusan perguruan tinggi,” kata Mahfud saat silaturahim dengan senat akademik dan dewan profesor Universitas Diponegoro Semarang (Republika, 21/10/2021).

Tentu saja, pernyataan yang cenderung menyudutkan institusi pendidikan ini, banyak dibantah oleh para pengelola perguruan tinggi, alumni, dan banyak pihak lain. Menurut mereka, bukan perguruan tinggi yang patut disalahkan, namun lingkungan yang salah telah mempengaruhi mereka untuk korupsi. Banyak koruptor melakukan korupsi setelah lama lulus dari bangku kuliah.

Bahan Instrospeksi

Terlepas dari pro dan kontra atas pernyataan Prof. Mahfud MD tersebut, hendaknya kalangan perguruan tinggi dan kita semua introspeksi. Apa yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi atas fenomena tersebut. Kita bahkan perlu juga melihat, apakah di lingkungan perguruan tinggi juga ada yang tercemar oleh perilaku korupsi?

Lontaran Prof. Mahfud MD mengingatkan kita pada pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif beberapa waktu lalu (Tempo, 15/5/2019). Laode menyatakan bahwa KPK banyak menerima laporan tentang dugaan korupsi di perguruan tinggi. 

Modusnya bermacam-macam, dari soal penerimaan mahasiswa baru melalui jalur-jalur khusus, rekomendasi untuk mengambil spesialisasi tertentu, hingga soal pertanggungjawaban riset. Pelaku korupsi juga beragam; mulai dari guru besar, dosen, hingga staf pengelola.

Korupsi di Indonesia memang sudah sangat parah. Korupsi terjadi hampir di semua kegiatan. Dan, ternyata, ada yang merambat di perguruan tinggi.

Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) terhadap berbagai perguruan tinggi pernah mengungkapkan antara lain pengadaan barang/jasa fiktif, kekurangan volume pekerjaan, mark up, penggunaan barang untuk kepentingan pribadi, pembayaran honorarium dan perjalanan dinas ganda, serta kelemahan sistem pengendalian internal di perguruan tinggi.

Kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa perguruan tinggi tidak bebas dari korupsi. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus bekerja keras untuk menanggulanginya. Tentu sangat menyedihkan jika di perguruan tinggi, sebagai “kawah candradimuka” pembentukan agen-agen pembangunan, justru  terjadi tindakan yang sangat jauh dari nilai-nilai yang diajarkannya.

Menanamkan Budaya Antikorupsi

Diperlukan peran aktif semua pihak untuk melawan korupsi, termasuk perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus mampu mencetak generasi yang sadar akan bahaya kejahatan korupsi dengan membangun budaya antikorupsi di kampus.

Para mahasiswa harus berperan aktif sebagai motor perubahan dalam gerakan antikorupsi di lingkungan kampus dan  masyarakat sekitarnya. Mereka harus sejak awal diberikan pemahaman tentang korupsi dan bagaimana cara memeranginya, dengan harapan bisa menjadi agen dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi.

Kekuatan intelektual dunia kampus bisa berperan banyak dalam mencetak sumber daya manusia yang tangguh melawan korupsi. Upaya penanaman kesadaran dan pemahaman bahaya korupsi kepada para mahasiswa ini pun bisa dilakukan dengan banyak cara.

Misalnya, melalui kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar, warung kejujuran, dan terutama menjadi mata kuliah wajib. Melalui mata kuliah tersebut, penanaman nilai dan penguatan budaya antikorupsi bisa diberikan secara sistematis kepada para mahasiswa.

Memberikan Bekal di Masa Depan

Dunia akademik di kampus juga harus mengembangkan penelitian, pengembangan ilmu, dan penulisan buku mengenai bahaya korupsi. Dengan cara ini, para mahasiswa akan memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai korupsi dan upaya penanggulangannya.

Harapannya, setelah lulus dan terjun ke masyarakat dengan perannya masing-masing, mereka tidak akan melakukannya dan bahkan mempunyai cara untuk menanggulangi korupsi. Ini adalah tujuan jangka panjang mengenai pentingnya pendidikan antikorupsi kepada para mahasiswa.

Perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan juga harus menggali pengetahuan baru di bidang pengelolaan keuangan negara. Termasuk pengembangan akuntansi dan audit sesuai dengan perkembangan praktik internasional terbaik.

Melalui pengembangan akuntansi dan audit yang bisa diterapkan dengan baik, diharapkan pengelolaan keuangan negara bisa berjalan dengan lebih baik, lebih kuat sistem pengendalian internalnya, dan dapat menutup peluang terjadinya korupsi.

Menangkal Korupsi

Terkait dengan praktik korupsi yang masih terjadi di perguruan tinggi, harus ada upaya untuk menanggulangi. Prinsipnya, setiap rupiah yang dikeluarkan dari kas negara dan yang diterima di kas negara untuk kegiatan di perguruan tinggi, harus dipertanggungjawabkan baik secara formal maupun material.

Secara formal artinya melalui prosedur pertanggungjawaban yang berlaku, benar-benar dicatat dan dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban keuangan. Sedangkan secara material berarti uang tersebut benar-benar masuk ke kas negara atau keluar dari kas negara sesuai dengan tujuan peruntukannya.

Sebagai pengelola keuangan negara, perguruan tinggi baik negeri dan swasta yang menerima dana dari APBN, harus berhati-hati dan terus meningkatkan sistem pengendalian internalnya. Tujuannya agar uang negara tersebut dikelola secara benar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya.

Pimpinan perguruan tinggi harus membuat sistem yang baik demi terciptanya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Pimpinan perguruan tinggi harus bertanggung jawab mengendalikan kegiatan supaya tidak terjadi tindak kecurangan.

Selain itu, pimpinan perguruan tinggi harus memiliki pengelola keuangan yang secara khusus dididik dan dilatih di bidang pengelolaan keuangan negara.

Janganlah seorang profesor, doktor, atau dosen yang bukan bidang keuangan diminta menjadi pengelola keuangan. Sudah pasti akan kewalahan dan banyak kelemahan dalam pengelolaannya.

Epilog: Memfungsikan Sebagaimana Mestinya

Demikian juga dalam kegiatan penelitian atau kegiatan kampus lainnya, janganlah dosen harus mengurus dan membuat pertanggungjawaban keuangannya sendiri. Seharusnya ada orang yang terlatih dan berpengalaman di bidang keuangan yang ditugaskan dalam tim untuk membantu membuat pertanggungjawaban. 

Keluhan yang muncul selama ini, banyak dosen yang lebih sibuk mengurus pertanggungjawaban keuangan daripada menyelesaikan risetnya. Akhirnya, riset tidak selesai, bahkan salah-salah karena ketidaktahuan, lalu terjerat korupsi!

2
0
Gunarwanto ◆ Active Writer

Gunarwanto ◆ Active Writer

Author

Saat ini bertugas sebagai Kepala Biro SDM Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Penulis berlatar belakang akuntan, berpengalaman sebagai pemeriksa kegiatan pemerintah dan BUMN. Banyak terlibat pada penyusunan standar dan pedoman pemeriksaan keuangan negara, pengembangan organisasi profesi pemeriksa, pengembangan profesi akuntan publik, pendidikan dan pelatihan, serta pengelolaan SDM. Menulis di media massa berkaitan dengan kebijakan publik.

3 Comments

  1. Avatar

    Keren

    Reply
  2. Avatar

    Mantap dan renyah banget tulisan mas Gunarwanto ini, uenak dibaca dan perlu

    Reply
  3. Avatar

    Good insight Pak Gunarwanto.

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post