Kredit Usaha Rakyat dan Swasembada Pangan

by | Feb 25, 2023 | Birokrasi Berdaya, Birokrasi Melayani | 0 comments

selective focus photo of plant spouts

Program Kredit Usaha Rakyat yang biasa dikenal dengan KUR digagas pada masa pemerintahan Presiden SBY dan diteruskan sampai dengan sekarang ini. KUR berbentuk kredit kepada para pelaku usaha mikro kecil menengah dengan jaminan pemerintah, atau dengan kata lain pelaku usaha tidak perlu memberikan jaminan atau agunan sebagaimana layaknya kredit biasa. 

Kredit Usaha Rakyat  dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan permodalan usaha dalam rangka pelaksanaan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UKM dan menyentuh sektor usaha pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan perindustrian, dan perdagangan. 

Masifnya Penyaluran KUR

Adapun perbankan penyalur KUR sudah mencapai 46 penyalur yang terdiri atas bank pemerintah, bank swasta, bank pembangunan daerah, perusahaan pembiayaan dan koperasi, di mana bank penyalur terbesar yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia dan Bank Syariah Indonesia. 

Program Kredit Usaha Rakyat didukung 10 lembaga penjamin kredit yang bertujuan mendukung prinsip kehati-hatian selama masa penyaluran pembiayaan kepada masyarakat. 

Pada tahun 2023 pemerintah menaikkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat menjadi Rp.460 trilyun, naik 23,32 % dari tahun 2022 yang sebesar Rp.373 trilyun. 

Total debitur sebanyak 7,62 juta debitur dengan nilai penyaluran Rp. 356,32 trilyun yang terbagi dalam kategori KUR mikro 66,41 %, KUR usaha kecil 31,84 %, KUR super mikro 1,74 % dan KUR pekerja migran di bawah 1 %. 

Sampai dengan Desember 2022 nilai sisa pinjaman yang belum dikembalikan oleh seluruh debitur mencapai Rp. 476 trilyun dengan rasio kredit bermasalah sebanyak 1,1 %. 

Suku bunga kredit usaha rakyat dengan plafon di bawah Rp10 juta sebesar 3 % pertahun dan di atas Rp.10 juta sebesar 6 % pertahun. Hingga kini plafon tertinggi Kredit Usaha Rakyat sudah mencapai Rp.500 juta dengan tenggang waktu masa pengembalian 5 tahun.

Dengan uraian di atas tentunya harus diimbangi dengan sosialisasi yang masif agar fasilitas Kredit Usaha Rakyat bisa menyentuh seluruh usaha mikro kecil menengah sehingga bisa membantu permodalan dan pengembangan usaha rakyat.

Impor: Menguras Devisa Negara

Di sisi lain, kita masih dihadapkan kepada tingginya angka impor komoditi pertanian. Bila dilihat dengan fakta luasnya wilayah nusantara, tingginya potensi alam untuk pengembangan pertanian, dan besarnya jumlah sumber daya manusia yang ada, maka sudah tidak wajar apabila kita masih harus mengimpor bahan komoditi pertanian. 

Namun bagaimana faktanya? Pada tahun 2021 kita mengimpor komoditi berikut: 

  • Beras sebanyak 407.741,4 ton, 
  • Kedelai sebanyak 2.489.690 ton, 
  • Gula sebanyak 5.455.144 ton, 
  • Garam sebanyak 2.831.081 ton, 
  • Daging lembu/kerbau sebanyak 273.532 ton, 
  • Gandum sebanyak 11.172 ribu kilogram ton, 
  • Tembakau sebanyak 116.931 ribu kilogram, 
  • Pupuk sebanyak 8.123 ribu ton, 
  • Buah-buahan sebanyak 775.422 ribu kilogram, 
  • Sayur-sayuran sebanyak 969.503 ribu kilogram. 

Serta masih banyak komoditi pertanian lain yang harus diimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Aktivitas impor komoditi pertanian di atas tentu membuat terkuras anggaran devisa negara. Seharusnya manajemen pertanian bisa direkayasa sehingga seluruh komoditi pertanian tersebut bisa diproduksi di dalam negeri yang sangat luas dengan tanah dan lautan.  

Salah satu modal besar yang bisa dimanfaatkan adalah Kredit Usaha Rakyat. Manajemen tata kelola KUR harus disesuaikan dengan pola tanam dan pola panen sehingga para petani bisa memakai fasilitas KUR untuk memperluas kapasitas produksi pertaniannya. Juga harus dibuka peluang terhadap petani baru dengan lahan dan pola tanam yang masih baru. 

Penyesuaian Pola: Mendukung Kapasitas Produksi

Selama ini, setelah memperoleh pinjaman, petani sudah harus membayar cicilan kredit mulai bulan pertama; sementara sawah, kebun dan ladangnya baru saja ditanami dan belum bisa menghasilkan. 

Kebijakan ini perlu disesuaikan di mana pola dan waktu cicilan disesuaikan dengan jadwal panen. Misalnya hasil panen secara berkala sekali tiga bulan, maka pola cicilan Kredit Usaha Rakyat juga sekali tiga bulan. 

Misalnya hasil panen kebun baru mulai berbuah pada tahun ketiga maka pola cicilan Kredit Usaha Rakyat juga mulai di tahun ketiga. 

Penyesuaian antara pola panen pertanian dengan pola cicilan tersebut akan sangat mendukung minat para petani untuk memakai Kredit Usaha Rakyat dalam memperluas kapasitas produksi pertaniannya. Juga akan mengundang minat calon petani baru untuk berkecimpung di usaha pertanian. 

Dengan meningkatnya kapasitas produksi pertanian akan mendukung upaya swasembada pangan. Agar pemakaian anggaran kredit bisa efisien maka pemerintah melalui para penyuluh pertanian yang ada di setiap desa harus mendampingi seluruh petani agar tidak terjadi gagal panen atau gagal produksi.

Pertanian sehat negara kuat.

0
0
Rahmad Daulay ★ Distinguished Writer

Rahmad Daulay ★ Distinguished Writer

Author

Penulis adalah alumni Teknik Mesin ITS Surabaya. Saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas Inspektur Daerah Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pernah menjadi Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja periode 2018-2019, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah periode 2015-2018, dan Kepala Bidang Pembinaan Jasa Konstruksi Dinas PU periode 2014-2015. Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post