Kita Bela Kita Beli: Rayakan HUT RI dengan Belanja!

by | Aug 17, 2020 | Birokrasi Berdaya | 2 comments

Dampak pandemi Covid-19 yang akhir-akhir ini menjadi sorotan adalah resesi bahkan krisis ekonomi dunia. Beberapa negara yang sudah memasuki resesi di antaranya AS, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Singapura, Perancis, dan Italia.

Negara-negara ini mengalami resesi karena dua kuartal pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi, dengan kata lain minus atau negatif. Resesi ekonomi adalah menurunnya tingkat pertumbuhan perekonomian yang terjadi terus menerus, setidaknya selama dua triwulan secara berturut-turut.

Gejolak perekonomian yang terjadi di beberapa negara telah memengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan. Keterbukaan ekonomi antarnegara, misalnya, memungkinkan terjadinya resesi di suatu negara untuk mengarah dan memengaruhi negara lainnya.

Selain pertumbuhan ekonomi yang mengalami minus dalam dua kuartal berturut-turut, N. Gregory Mankiw juga menyebutkan ada lima indikator lainnya yang menunjukkan kondisi resesi.

Menurut profesor ekonomi dari Universitas Harvard itu, tanda yang lain yaitu ketidakseimbangan produksi dengan konsumsi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, nilai impor melebihi ekspor, inflasi dan deflasi yang tinggi, serta tingkat pengangguran tinggi.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah sudah memasuki resesi? Karena suatu negara mengalami resesi dan berlangsung lama, maka hal tersebut merupakan tanda krisis ekonomi.

Yang lebih parah, hal ini akan mengakibatkan terjadinya depresi ekonomi dan mendorong terjadinya economy collapse atau kebangkrutan ekonomi. Apabila suatu negara memasuki depresi ekonomi maka pemulihannya akan sangat sulit dilakukan.

Indonesiapun Resesi

Indonesia pernah mengalami resesi pada tahun 1998, bahkan sangat dalam. Tidak hanya resesi, bahkan saat itu Indonesia dikatakan mengalami depresi akibat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang minus dalam 5 kuartal beruntun. Sepanjang 1998, PDB Indonesia mengalami kontraksi (minus) 13,02%.

Ada risiko akan terjadi resesi lagi di tahun ini. Sebabnya, tentu saja pandemi Covid-19 yang membuat roda perekonomian melambat –bahkan nyaris terhenti. Sementara di tahun ini berdasarkan survei BPS kuartal I-2020, perekonomian Indonesia hanya tumbuh positif 2,97% Year on Year (YoY).

Namun, kita melihat imbas dari upaya kita mengurangi penularan Covid-19 dengan PSBB dan pembatasan kegiatan ekonomi, di kuartal II ini meliputi April, Mei, Juni mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 5,32% YoY.

Yang perlu digarisbawahi, pertumbuhan negatif dalam periode kuartal II tahun 2020 ini masih negatif yang pertama. Ingat, syarat resesi adalah negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Kita boleh berharap agar dalam kuartal III yang sekarang kita jalani –bulan Juli, Agustus, dan September, pertumbuhan ekonomi bisa naik lagi. Tidak lagi negatif tapi mengarah ke sumbu positif. Kalaupun masih negatif tetapi tidak berada di titik terendah.

Tentu saja, memulihkan perekonomian menjadi positif atau minimal sesuai dengan target pemerintah dengan pertumbuhan 0-0,5% pada Kuartal III merupakan pekerjaan rumah tersendiri bagi Tim Ekonomi pemerintah.

Ijtihad Pemerintah

Pada bulan Juli 2020 Presiden Jokowi telah membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sebagai gantinya Presiden membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional/PEN (Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020).

Lahirnya perpres ini juga merupakan salah satu dasar pembubaran beberapa lembaga/badan yang bersifat koordinasi antarkementerian/lembaga.

Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan PEN ini adalah Erick Thohir, Menteri BUMN. Komite terdiri dari Komite Kebijakan yang diketuai oleh Menko Perekonomian, Satgas Penanganan Covid-19 yang diketuai oleh Kepala BNPB, dan Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional yang diketuai oleh Wamen BUMN I.

Fokus Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional  sudah jelas: kesehatan pulih dan ekonomi bangkit. Dalam pemulihan ekonomi ini, pemerintah pun belajar dari kontraksi perekonomian pada Kuartal II agar hal serupa tidak kembali terulang.

Strategi pemerintah pada Kuartal III ini meliputi:

  1. pemberian bantuan beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH),
  2. pemberian bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp. 500.000,- kepada penerima kartu sembako di luar PKH,
  3. pemberian bantuan sosial (bansos) produktif untuk sekitar 12 juta UMKM sebesar Rp2.400.000,-
  4. pemberian bantuan gaji kepada sekitar 13 juta pekerja yang memiliki upah di bawah Rp.5.000.000,-.

Sebenarnya pada kuartal I, pemerintah sepertinya telah menyadari akibat pandemi Covid-19, tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan tetapi juga krisis ekonomi. Sehingga, pemerintah mengambil langkah-langkah strategis untuk segera move on dari pandemi.

Langkah pertama adalah program exit strategy, yaitu pembukaan ekonomi secara bertahap menuju tatanan kenormalan baru. Kedua, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ketiga, reset dan transformasi ekonomi.

Pemerintah menerbitkan PP No. 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Dan/Atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.

Regulasi ini diterbitkan dalam rangka memberikan kepastian hukum untuk pelaksanaan program PEN. Salah satu sense of crisis yang dimiliki oleh pemerintah yaitu mendorong Kementerian dan Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dapat mengakselerasi belanja pada kuartal I.

Pemerintah juga melakukan refocusing dan realokasi penganggaran serta meluncurkan paket Stimulus Fiskal jilid I dan jilid II yang diharapkan mampu mendukung bergeraknya sektor riil.

Refocusing dan realokasi anggaran oleh seluruh K/L dan Pemda fokus menangani Covid-19. Dalam anggaran K/L maupun APBD, selama ini tidak ada pos untuk Covid-19, sehingga akan dilakukan perubahan anggaran K/L dan daerah untuk penanganan Covid-19.

Secara umum prioritas utama pemerintah adalah dukungan untuk sektor kesehatan, penguatan jaring pengaman sosial, dan penyelamatan sektor dunia usaha.

Sekuntum Harapan

Setelah terbentuknya Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional; Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang disorot dalam rapat perdana Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Covid-19.

Sorotan tersebut diharapkan berdampak baik terhadap pengembangan UMKM. Menurut para ekonom, pertumbuhan ekonomi nasional sangat dipengaruhi oleh UMKM, namun keberadaan UMKM ini belum diperhatikan secara maksimal oleh pemerintah.

Pelaku usaha kecil sendiri berharap pemerintah membuka akses pasar termasuk permodalan, langkah yang diyakini sebagai upaya awal pemulihan ekonomi nasional.

Data tahun 2017 dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan sektor UMKM menyerap tenaga kerja hingga 97%, sekaligus menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60%.

Jumlah UMKM yang tersebar di Indonesia sebanyak 62,9 juta unit yang meliputi perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa-jasa.

Sektor UMKM ini seperti halnya usaha lain juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Adapun pagu Program Pemulihan Ekonomi Nasional di masa pandemi untuk Koperasi dan UMKM yang disiapkan pemerintah sebesar Rp123,46 triliun.

Upaya lain pemerintah untuk menyelamatkan UMKM antara lain memberikan insentif pajak yang dibayar pemerintah. UMKM diberi subsidi bunga, pinjaman untuk modal, penempatan dana untuk restrukturisasi, dan kebijakan lain.


Kita Bela Kita Beli

Kampanye dengan tema #KitaBelaKitaBeli telah dilakukan oleh semua K/L sampai dengan 31 Juli 2020 di bawah koordinasi Kemenko Maritim dan Investasi. Sesuai dengan tema HUT RI ke 75, pemerintah mengajak masyarakat untuk mengutamakan produk buatan dalam negeri demi berkontribusi pada perekonomian nasional.

Pada masa pandemi Covid-19 ini sense of crisis kita harus mampu bertumpu pada kekuatan sendiri dalam mengatasi tantangan dalam bidang kesehatan untuk mencegah krisis multi dimensi.

Pemerintah telah meresemikan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia. Gerakan ini merupakan titik penting bagi kebangkitan UMKM. Gerakan ini bertujuan mendorong masyarakat untuk membeli produk-produk buatan UMKM lokal untuk mendukung keberlangsungan bisnisnya dan harapan pemulihan ekonomi nasional selama pandemi Covid-19.

Pemerintah juga telah memberikan stimulus khusus UMKM berupa pendanaan. Stimulus pun diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan, terutama untuk membantu UMKM beradaptasi dengan kondisi saat ini. Yaitu, dengan berjualan di platform digital atau Go Online.

Sejatinya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah menginisiasi Program UMKM Go Online sejak 2018. Adapun marketplace yang sudah digandeng di antaranya Tokopedia, Bukalapak, Blibli.com, Blanja.com dan Shopee.

Kerja sama ini dilakukan guna menambah banyak jumlah UMKM yang menjual dagangannya via platform digital atau e-commerce.

Tidak hanya Kemenkominfo, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun mendorong digitalisasi para pelaku industri kreatif di tengah pandemi Covid-19. Hal ini dilakukan dengan turut mendukung kampanye Bangga Buatan Indonesia.

Berdasarkan data Kemenparekraf, sejak diluncurkannya kampanye Bangga Buatan Indonesia tanggal 14 Mei 2020 sudah lebih dari 1,1 juta UMKM yang sudah bergabung melalui situs https://www.banggabuatanindonesia.co.id/.

Sebenarnya, minat masyarakat terhadap produk UMKM masih tinggi. Hanya saja, platform digital ini mengubah cara berbelanja luring menjadi daring melalui e-commerce.

Epilog

Jika dicermati, tulisan ini memang mengajak untuk belanja. Padahal, pada masa pandemi ini bukankah sebaiknya kita berhemat dan menabung? Di masa resesi ini bukankah lebih baik uang disimpan untuk mengantisipasi kenaikan harga barang-barang yang menjadi mahal?

Maka jawabnya, justru kalau tidak dibelanjakan, uang disimpan terus menerus, maka akan terjadi resesi yang semakin dalam, bahkan mampu menyebabkan krisis ekonomi.

Bayangkan, sebuah perekonomian akan lancar apabila ada perputaran uang. Apabila ada yang jual maka harus ada pembeli. Nah, apabila sekarang semuanya menabung, maka yang berjualan siapa yang akan membeli? Apa yang berputar?

Sebagai salah satu harapan di masa pandemi ini, pemerintah juga telah memberikan stimulus yang cukup serius untuk UMKM. Dalam mempertahankan dan memperbaiki daya beli masyarakat, pemerintah juga telah memberikan BLT dan bansos.

Urusan mencegah ekonomi untuk tidak resesi bahkan krisis bukan hanya tugas pemerintah, tetapi semua stakeholder harus saling gotong royong untuk menggerakan roda perekonomian. Berbelanjalah sesuai kebutuhan, utamakan belanja produk dalam negeri, buatan Indonesia, mari kita dukung, mari saling menguatkan.

10
0
Supriati ◆ Active Writer

Supriati ◆ Active Writer

Author

Analis Kebijakan pada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

2 Comments

  1. Avatar

    belilah ploduk-ploduk indonesia

    Reply
  2. Avatar

    ayoo bangga menggunakan produk dalam negeri

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post