Drainase Terintegrasi: Alternatif Mengatasi Banjir

by | May 17, 2023 | Birokrasi Melayani | 0 comments

tunnel underground low light photography

Beberapa tahun belakangan ini, seiring dengan tingginya curah hujan, bencana banjir menjadi kian akrab dengan kehidupan kita. 

Bencana yang dulu hanya melanda daerah-daerah dataran rendah, sekarang menjamah pula daerah dataran tinggi yang kerap kali diikuti dengan bencana longsor.

Banjir dan Kebangkrutan Pemerintah Daerah

Kerugian langsung dari banjir berupa rusaknya infrastruktur jalan, jembatan dan bangunan serta komoditas pertanian ditaksir mencapai triliunan rupiah per tahunnya. 

Belum lagi jika berbicara potensi kerugian akibat terganggunya aktivitas ekonomi, dipastikan nilai kerugian akan berlipat ganda. Ini belum memperhitungkan korban jiwa.

Jika tidak cepat dicarikan solusinya, fenomena banjir dapat menyebabkan pemerintah (khususnya pemerintah daerah) mengalami kebangkrutan. 

Misalnya, seperti yang diungkapkan oleh Pemkab. Brebes, bahwa APBD-nya tak mampu membiayai perbaikan kerusakan akibat banjir (SM, 19/2/18). Begitu juga Pemprov. DIY menyatakan APBD-nya tak cukup untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat banjir (Detiknews, 6/12/17). 

Intensitas Hujan dan Tata Ruang

Kalau dicermati, terdapat dua penyebab utama pemicu banjir yaitu intensitas hujan yang tinggi dan ketidakpatuhan masyarakat dalam bertata ruang. 

Saat ini alih fungsi lahan kian tak terkendali, diperkirakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mencapai 50.000-100.000 ha per tahun, mayoritas di pulau Jawa. 

Akibatnya, sumber resapan air dengan sendirinya berkurang drastis. Kondisi ini, celakanya, tidak diimbangi dengan sistem drainase yang baik. Sehingga ketika hujan datang maka rentan menyebabkan banjir.

Buruknya sistem drainase hampir merata di seluruh daerah di Indonesia. Bencana banjir yang melanda berbagai daerah lebih disebabkan oleh buruknya pengelolaan sistem drainase. 

Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung, Denny Zulkaidi menyampaikan bahwa salah satu penyebab banjir di kota Bandung adalah sistem drainase yang buruk (www.mongabay.co.id, 25/10/16). 

Hal senada disampaikan oleh Pakar Hidrologi Universitas Diponegoro, Nelwan, yang menyatakan bahwa bencana banjir sejumlah daerah di Jawa Tengah yang hampir terjadi setiap tahun akibat dari kondisi drainase yang buruk (jateng.tribunnews.com, 22-01-14). 

Kurangnya Perawatan dan Lemahnya Aspek Teknis

Buruknya kualitas drainase ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama karena kurangnya perawatan atau ketidakpedulian warga akan pentingnya menjaga drainase. 

Ketidakpedulian ini terwujud dari banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke drainase atau lebih buruk lagi banyak masyarakat yang menutup saluran drainase untuk jalan masuk ke pemukiman. 

Faktor kedua berupa lemahnya aspek teknis dalam pembangunan drainase. Jamak kita lihat jalan-jalan raya yang mulus entah itu jalan nasional, provinsi, atau kabupaten yang tidak memiliki drainase. 

Atau kalaupun ada seringkali kita saksikan tinggi permukaan talud drainase yang seharusnya lebih rendah dari bahu jalan malah dibangun lebih tinggi. 

Atau sering pula kita amati lebar drainase yang teramat sempit dan dangkal. Dengan kata lain eksistensi drainase ibarat pemanis semata, memenuhi ketentuan normatif namun abai pada aspek teknis.

Contoh buruknya sistem drainase disampaikan oleh M. Rudy Siahaan, saat itu Kepala DPU DKI. Dia menyatakan bahwa hampir semua jalanan di ibu kota negara tidak memiliki mulut air untuk mengalirkan air ke gorong-gorong di bawah trotoar. 

Jikapun ada hal itu tidak lebih sebagai sebagai pemanis belaka. Ia mencontohkan trotoar di Jalan depan Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. 

Sepintas, trotoarnya telah memenuhi syarat karena terdapat mulut air yang dialirkan ke selokan. Namun, setelah dicek petugas DPU, mulut air itu tak tersambung ke selokan dan justru tertutup oleh beton lama (Kompas, 14/01/2014). 

Revitalisasi Drainase

Belajar dari berbagai permasalahan banjir beberapa tahun terakhir ini, sudah saatnya momentum banjir tahun ini dijadikan program nasional revitalisasi sistem drainase. 

Ada berbagai cara untuk menjadikan drainase kembali ke khitahnya, menjadikan drainase berfungsi sebagaimana peruntukannya: mengendalikan air hujan agar tidak banjir. Ada beberapa langkah untuk merevitalisasi sistem drainase. 

Pertama, dalam jangka pendek stakeholders yang terkait dengan perencanaan pembangunan dan peningkatan jalan dari tingkat pusat hingga daerah mengintegrasikannya dengan pembangunan dan revitalisasi drainase. 

Saat ini pembangunan jalan dan drainase masih berjalan sendiri-sendiri. Pembangunan jalan menjadi kewenangan Dinas/Bidang Bina Marga sementara drainase menjadi kewenangan Dinas/Bidang Cipta Karya.

Dengan kondisi demikian, membangun jalan tidak memperhatikan pembangunan drainase, demikian pula sebaliknya. 

Masih Berdiri Sendiri-sendiri

Sekarang ini jika kita amati item-item program dan kegiatan dalam APBN, APBD Provinsi, maupun APBD Kabupaten antara pembangunan/pemeliharaan jalan dan sistem drainase masih berdiri sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan.

Mengingat bahwa sistem drainase sebagai fungsi pendukung dari keberadaan jalan, sudah sepantasnya bila dalam hal perencanaan program dan kegiatan menjadikan pembangunan atau revitalisasi sistem drainase sebagai satu kesatuan dengan pembangunan dan pemeliharaan jalan. 

Bahasanya sederhananya, pembangunan jalan dan drainase sebaiknya dituangkan dalam satu daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) kementerian atau dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) pemerintah daerah.

Kedua, melalui program jangka panjang ada baiknya jika tiap-tiap provinsi khususnya Pemprov. Jateng bersama dengan pemkab/pemkot menyamakan visi dalam hal pembangunan infrastruktur dengan menyusun dokumen perencanaan infrastruktur yang terintegrasi di seluruh wilayah Jawa Tengah. 

Dokumen perencanaan terintegrasi tersebut sedikitnya harus memuat master plan pembangunan sistem drainase dari hulu hingga ke hilir. Artinya, sistem drainase merupakan suatu kesatuan yang berkesinambungan di antara kabupaten/kota. Hal ini penting sebagai upaya preventif  pengendalian banjir serta memperpanjang usia jalan raya. 

Master plan ini nantinya menjadi acuan bagi pemkab dan pemkot dalam mengalokasikan anggaran sekaligus menyusun prioritas pembangunan infrastruktur secara terkoordinasi. 

Integrasi (Kerjasama) dan Komitmen

Dengan kata lain, seluruh daerah yang ada dapat bekerja sama dalam  membangun dan memperbaiki sistem drainasenya, sehingga pembangunan sistem drainase di suatu kabupaten/kota tidak menyebabkan bencana banjir di kabupaten/kota lainnya. Tidak ada istilah banjir kiriman.

Akhirnya, yang tidak kalah penting adalah terkait dengan membangun komitmen bersama antara pemerintah dan penyedia barang/jasa dalam melaksanakan pembangunan. 

Sering kita melihat fakta bahwa buruknya pembangunan infrastruktur bukan disebabkan oleh ketiadaan anggaran namun lebih diakibatkan adanya rendahnya komitmen dalam pelaksanaannya. 

Tingginya intensitas hujan merupakan  kodrat alam, namun bagaimana kita mengupayakannya untuk meminimalkan terjadinya bencana. Salah satunya dengan membangun sistem drainase yang baik sesuai norma-norma teknis.

2
0
Eko Budi Prayitno ◆ Active Writer

Eko Budi Prayitno ◆ Active Writer

Author

Alumni Administrasi Negara dari UNS dan Univ. Brawijaya, serta Cooperation Policy pada Ritsumeikan Asia Pasifik University Japan. Di samping profesi sebagai PNS Kabupaten Temanggung, juga menjadi dosen pada UI UPBJJ Yogyakarta dan aktif dalam komunitas penulis Temanggung.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post