Digitalisasi Pukul Rata

by | Aug 3, 2021 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Latar Belakang

Digitalisasi secara masif kepada masyarakat dalam jumlah besar adalah fenomena yang dapat kita saksikan sejak beberapa waktu yang lalu. Ada beberapa program. Pertama, pembelajaran daring yang dijadikan syarat mendapatkan bantuan tunai.

Sebuah program yang terkesan dipaksakan untuk diikuti kelompok masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan, disebut juga kaum prakerja. Kelompok prakerja diharuskan memilih topik tertentu dari sejumlah topik yang ditawarkan, berupa kursus online dan/atau video untuk dilihat.

Ini semua dilakukan tanpa mempertimbangkan dengan cermat profil dari para prakerja, misalnya tentang pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, minat dan lain lain. Seakan-akan pesannya adalah: “Pilih saja topik/kursusnya dan Anda mendapatkan tunjangan prakerja”.

Dalam artikel ini, penulis tidak membahas apa dan bagaimana kualitas topik-topik pembelajaran online tersebut, tetapi lebih fokus pada persoalan pendekatan “pukul rata”. Sesuatu yang dirasakan kurang bijaksana dalam contoh dimaksud.

Pembelajaran Online vs Pendampingan Fisik

Seringkali kita juga mendengar adanya program pelatihan membuat website yang ditujukan pada pelaku usaha kecil. Padahal, bila kita paham e-commerce kita akan mengerti bahwa membuat website saja tidak cukup untuk membuat pelaku usaha berhasil berdagang secara online.

Di sisi lain, banyak pelaku usaha berdagang online secara sukses tanpa memiliki website apalagi tahu cara membuatnya.

Ketimbang begitu, lebih baik pelaku usaha diajarkan bagaimana mempersiapkan produk dan/atau layanannya agar dapat mudah dipromosikan dengan baik dan bisa bersaing di dunia e-commerce. Manajemen bisnis yang mendasar juga sangat penting untuk diajarkan kepada pelaku usaha sebelum kita langsung memasuki e-commerce.

Lebih lanjut, baru-baru ini juga kita cermati ada program pembelajaran online masif bagi petani. Program ini juga dikhawatirkan pelaksanaannya berpotensi tidak sepenuhnya tepat sasaran. Penulis sudah lama menggagas pembelajaran online dan terlibat dalam perancangan, pembangunan, dan penerapannya termasuk kepada masyarakat di luar instansi pendidikan.

Pembelajaran online, terutama bila tertuju pada kelompok masyarakat yang besar dan heterogen, perlu dikaji kebutuhannya, dirancang, dan direncanakan dengan baik, agar efektif, efisien dan tepat sasaran.

Pembelajaran online yang dilakukan kepada para penyuluh adalah bagian yang lebih tepat namun harus dilengkapi juga dengan aplikasi pelaporan agar monitoring dan evaluasi kegiatan mereka bisa lebih efektif. Kelompok masyarakat tertentu tanpa program-pun sudah atau akan belajar secara online secara alami.

Namun, kelompok lain memerlukan pendekatan yang berbeda-beda. Tidak cukup sekedar disediakan akses internet, disediakan gawai, diminta mengikuti sosialisasi dan selanjutnya keajaiban diharapkan akan terjadi.

Banyak masyarakat justru memerlukan pendampingan secara fisik dan tatap muka yang membuat lebih efektifnya proses adaptasi dan adopsi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka mengikuti program sosialisasi berbentuk seremoni, pidato, motivasi, dan pengenalan teknologi.

Sesudah pulang dari kegiatan sosialisasi sebagian besar akan kembali kepada rutinitas dan pola hidup masing tanpa ada transformasi. Oleh karenanya, salah satu solusi untuk digitalisasi adalah dilakukan melalui gerai layanan yang tersedia secara fisik yang mudah diakses di lingkungan masyarakat.

Mendapatkan Profil Peserta Program

Program digitalisasi berpotensi meningkatkan produktivitas dari berbagai kelompok masyarakat dan komunitas. Bisa saja kelompok itu adalah kelompok pelaku usaha kecil, komunitas seni budaya, kelompok remaja dan pemuda, dan lain lain. Program dimaksud dapat berisi pengenalan produk atau layanan digital tertentu yang dapat membawa manfaat bagi penggunanya.

Apapun bentuk, tujuan, dan sasaran programnya, disarankan sebelum kita merancang program digitalisasi kita sudah terlebih dahulu mendapatkan profil yang lengkap dari komunitas yang menjadi sasaran dari program dimaksud.

Profil tersebut tidak saja melihat aspek usia dan tingkat pendidikan, tetapi juga dari aspek sifat individu yang mungkin justru lebih relevan sebagai pertimbangan merancang program dengan beberapa pendekatan yang berbeda beda, sehingga sesuai dengan realita di lapangan.

Sifat individu yang seharusnya dapat dinilai dan dipetakan antara lain:

  1. Sifat Kognitif yaitu pemahaman dan persepsi atas satu perkara (terkait antara lain dengan pengetahuan, pola pikir, keyakinan dan kepercayaan).
  2. Sifat Afektif yaitu perasaan (rasa senang atau tidak senang) terhadap satu perkara.
  3. Sifat Konatif yaitu perilaku melakukan (atau tidak melakukan) sesuatu menanggapi satu perkara.

Catatan: perkara disini adalah gagasan atau program digitalisasi yang direncanakan.

Penilaian dan pemetaan dapat dilakukan dengan sistem skoring dengan skala nilai yang tegas seperti sangat kurang, kurang, baik dan sangat baik (tanpa nilai tengah yang sering justru sulit memberi gambaran konkret).

Metode mendapatkan data seringkali lebih baik dilakukan dengan wawancara langsung yang dapat juga dikombinasikan dengan penggunaan lembar kuesioner survei. Wawancara perlu dilakukan dalam suasana yang akrab sehingga tidak intimidatif.

Dalam wawancara dijelaskan bahwa jawaban responden tidak membawa dampak apapun kepada mereka dan hanya bertujuan agar membantu penyelenggara membuat program yang sesuai.

Analisis dan Perancangan Program

Dari hasil pemetaan profil masyarakat yang menjadi sasaran digitalisasi ini kita dapat merancang program yang lebih tepat sasaran. Petakan dengan teliti kelompok dengan nilai kognitif, afektif, dan konatif yang rendah karena pada kelompok itu diperlukan pendekatan yang berbeda, tidak bisa pukul rata.

Nilai rata-rata kognitif rendah dapat berarti akan diperlukan penjelasan dan penyampaian yang lebih sederhana dengan banyak contoh dengan sedikit teori. Nilai afektif yang rendah dapat berarti diperlukan penyajian materi program yang lebih menarik dan sesuai dengan selera masyarakat.

Berbagai pandangan negatif yang mungkin ada perlu dihilangkan atau dikurangi. Nilai konatif yang rendah memerlukan upaya peningkatan komitmen untuk berpartisipasi.  Pemaksaan disertai pengenaan sanksi bila tidak ikut serta sebaiknya dihindari sejauh mungkin.

Dapat saja hasil analisis akan memperlihatkan bahwa dalam suatu kelompok hasil digitalisasi tidak akan dicapai dalam waktu dekat atau bahkan tidak sama sekali. Sebagai contoh banyak juga kelompok masyarakat mendapatkan manfaat dari e-commerce, baik sebagai produsen dan konsumen tanpa mereka sendiri perlu menjadi pengguna perangkat digital apapun.

Contoh Hasil Survei Sifat Responden

Budaya Lokal dan Strategi Penerapan

Hasil penilaian aspek sifat kognitif, afektif, dan konatif perlu dilengkapi juga dengan pertimbangan budaya masyarakat setempat. Dukungan yang nyata dari tokoh masyarakat yang berpengaruh sebagai contoh dapat sangat meningkatkan tingkat keberhasilan.

Penyampaian pesan pesan dalam program promosi dan edukasi (penulis kurang menyukai istilah sosialisasi karena dapat berarti masyarakat masih belum beradab) juga harus disampaikan dengan cara dan  bahasa yang mudah dipahami masyarakat setempat.

Digitalisasi akan jauh lebih cepat diadopsi bila sebagian masyarakat setempat sudah mendapatkan manfaat nyata yang terlihat. Oleh karena itu, penerapan skala terbatas di awal menjadi satu pilihan strategi yang baik. Itulah sebabnya daerah tertentu dapat saja menerapkan program digitalisasi yang disesuaikan pendekatan, format, materi, dan cara pengantarannya. Sekali lagi, jangan pukul rata.

Akhir Kata

Tanpa menyebut contoh contoh karena penulis tidak sampai hati membahasnya, banyak inisiatif digitalisasi masyarakat yang berakhir dengan capaian yang  tidak jelas sesudah menimbulkan harapan tinggi yang tidak terpenuhi. Padahal inisiatif ini telah menghabiskan sumber daya yang tidak sedikit.

Hal ini seharusnya dapat dihindari bila saja dalam perancangan dan perencanaan program sudah dilakukan manajemen risiko yang baik. Salah satu manajemen risiko adalah dengan antisipasi kendala-kendala yang dapat timbul dalam pelaksanaan program digitalisasi.

Indikator keberhasilan dari program digitalisasi sering juga tidak dirumuskan dengan jelas sehingga selesainya program dan kegiatan sangat sulit diukur keberhasilannya dan dipertanggungjawabkan manfaatnya.

Digitalisasi memang terkait dengan teknologi digital. Namun, hal itu bukan berarti semuanya adalah perkara teknologi dan infrastruktur. Digitalisasi memerlukan juga peran serta dari para ahli ilmu sosial, tokoh masyarakat setempat, seniman, dan budayawan agar tidak terjadi pukul rata pada kondisi masyarakat yang sangat beragam.

Teknologi digital akan terus berkembang dan semakin mudah digunakan dengan berjalannya waktu. Pertanyaannya adalah berapa besar manfaatnya bisa kita raih dalam waktu yang tidak terlalu lama agar produktivitas yang didapat dari digitalisasi membawa dampak yang substansial pada kesejahteraan masyarakat.

0
0
Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Author

Ketua Umum Ikatan Konsultan Teknologi Informasi Indonesia (IKTII). Ia aktif melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang teknologi informasi seperti dalam bidang terkait Transformasi Digital, Perencanaan Strategis, Perumusan Regulasi, IT Governance, Manajemen Risiko, Audit Teknologi Informasi dan E-learning. Dapat dihubungi pada alamat surel [email protected]

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post