Dari Piala Menjadi Pahala

by | Jul 10, 2022 | Literasi | 1 comment

Prolog

Manusia seringkali termotivasi untuk melakukan hal-hal luar biasa istimewa bila ada apresiasi atau penghargaan yang ia dapat terima. Hal yang sangat manusiawi ini sudah ada sejak awal peradaban dan hingga saat ini sudah melembaga dalam berbagai bidang dan profesi seperti militer, olahraga, perdagangan, juga kesehatan.

Pada tingkat internasional ada berbagai hadiah yang diberikan bagi prestasi perorangan, salah satunya yang terkenal adalah hadiah nobel untuk perdamaian, bidang medis, literatur dan lain lain.

Terkadang terjadi kritik dan kontroversi terhadap proses pemilihan pemberian berbagai bentuk penghargaan yang disertai hadiah ini karena adanya dugaan ketidakjujuran dalam pelaksanaan dan ketidaklayakan dalam penentuan yang berhak mendapatkannya. Belum lagi kegiatan pemberian hadiah ini juga mengandung muatan kepentingan komersial dari korporasi, politik dan lain lain.

Semua di atas dapat disebut sebagai fenomena mencari “piala”. Piala dapat menjadi alat yang baik untuk memberikan apresiasi kepada yang berprestasi dan memotivasi berbagai pihak untuk berprestasi namun bisa pula membuat membuat terlalu banyak perhatian, waktu dan tenaga terpusat padanya sehingga mengabaikan banyak hal lain yang juga penting.

Pahala

Pahala (dari bahasa Sanskerta phala, “buah”) berarti buah perbuatan, yang diperoleh karena perbuatan baik maupun buruk yang termanifestasi lewat perbuatan jasmani, ucapan maupun pikiran.

Tentu saja dalam tulisan ini, pahala yang diharapkan adalah pahala yang baik, bukan yang buruk. Permasalahan yang disorot adalah berbagai kegiatan “piala” yang kurang atau tidak sama sekali memberikan pahala atau manfaat yang nyata.

Ada kebanggaan sesaat waktu piala diberikan, perhatian dari berbagai pihak dan piala-piala secara fisik akan disimpan dalam dalam lemari-lemari. Piala-piala juga seringkali menjadi alat menyanggah bahwa dalam berbagai bidang masih banyak kekurangan dan masalah.

Akhirnya piala justru menjadi penghalang menemukan dan mengakui adanya berbagai persoalan yang belum diatasi dan kebutuhan yang belum terpenuhi. Pahalanya yang nyata menjadi tidak dapat dirasakan dan tidak terwujud.

Bagaimana Menjadikan Piala Menjadi Pahala?

Pertama, piala itu harus benar benar mewakili sesuatu yang bermakna dan berguna. Bukan sekedar alasan seremonial bermuatan pencitraan yang lebih buruk lagi bila hanya menampilkan prestasi yang semu.

Tidak semua prestasi baik dalam berbagai bidang memerlukan penghargaan, sebagai contoh mendapatkan pahala kepuasan kerja bagi seorang profesional bila sudah melakukan hal hal yang baik dan benar.

Piala yang baik dan layak harus dapat dibuat lebih bermanfaat sehingga menjadi pahala berlipat ganda. Banyak kalangan harus berhenti menyelenggarakan dan mengikuti perlombaan memperebutkan piala piala yang kurang substansinya.

Kedua, piala itu biasanya dapat ditularkan semangatnya melalui publikasi, edukasi, dan pembagian pengetahuan yang terkandung di dalamnya secara efektif. Satu inovasi yang baik dan bermanfaat bisa jadi dapat ditiru dan dikerjakan juga oleh pihak lain.

Di sini fokus pada piala sudah berubah menjadi fokus pada pahala. Proses ini dapat dianggap sebagai replikasi dari prestasi, dapat berupa prestasi melakukan inovasi. Semakin banyak dan berhasilnya replikasi maka pahalanya semakin berlipat ganda.

Ketiga, peningkatan prestasi dan inovasi. Prestasi dan inovasi seringkali terbatas ruang lingkupnya karena keterbatasan waktu dan sumber daya yang diperlukan. Selama ini, inovasi hanya dianggap sebagai pemecahan sebagian persoalan dari persoalan yang lebih besar. Padahal, inovasi dan prestasi dapat dilakukan dengan meningkatkan skala atau up-scaling. Peningkatan skala yang berhasil sudah barang tentu juga membuat pahalanya lebih besar lagi.

Keempat, adalah menjaga kontinuitas. Seringkali prestasi dan inovasi tertentu berakhir sebelum dapat memberikan pahala yang cukup. Hal ini disebabkan banyak hal seperti tidak adanya dukungan yang diperlukan dan bahkan adanya resistensi terhadap hal baik yang dihasilkannya yang mengganggu kepentingan pihak tertentu.

Bila berbagai kendala menjaga keberlangsungannya dapat diatasi sehingga prestasi dan inovasi ini bisa terus dipertahankan dalam waktu yang lama maka sekali lagi pahala akan berlipat ganda.

Tiga Dimensi Skala Pahala

Hal hal di atas pada akhirnya diharapkan membentuk skala pahala dari tiga dimensi peningkatan, replikasi dan kontinuitas yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Contoh Kasus: Urban Framing

Untuk memudahkan pemahaman dari konsep ini penulis memberikan contoh kasus  yaitu prestasi dan inovasi pertanian perkotaan sebagai berikut.

Dilatarbelakangi oleh terbatasnya lahan di wilayah perkotaan, diterapkanlah pertanian perkotaan atau urban farming. Pada tahap awal, urban farming diterapkan hanya pada 1 lokasi percontohan dengan 1 tanaman buah-buahan dan 1 tanaman obat-obatan dengan hasil produksi yang kecil.

Inovasi berupa urban framing ini mendapat perhatian yang besar sehingga lokasi dimaksud mendapat penghargaan piala inovasi. Namun meskipun mendapatkan piala, manfaat yang didapat dari inovasi tersebut masihlah sedikit.

Sesudah mendapat penghargaan, terjadilah proses belajar. Jenis tanaman pada urban framing tersebut meningkat menjadi 3 jenis tanaman buah dan 4 jenis tanaman obat-obatan i lokasi yang sama. Hal itu merupakan contoh peningkatan atau up-scaling.

Selanjutnya, keberhasilan inovasi di lokasi tersebut mulai dipromosikan dan diterapkan ke lokasi lokasi lain yang potensial. Dengan demikian, banyak lokasi lain turut menerapkan pertanian perkotaan dan mendapatkan manfaat ekonomi. Hal inilah yang dimaksud dengan penularan atau replikasi.

Yang terakhir adalah upaya untuk merawat tanaman yang sudah ada. Hal itu dilakukan dengan menambah tanaman baru dan menjaga agar semua kebutuhan kegiatan pertanian dapat tersedia. Selain itu perlu ada upaya mengnatasi berbagai hambatan yang ada dari waktu ke waktu secara konsisten. Hal ini yang dimaksud dengan menjaga kontinuitas atau keberlangsungan. Dengan demikian skala pahala sebagaimana diharapkan pada gambar di atas dapat terwujud secara nyata.

Epilog

Perlombaan mendapatkan piala dan bentuk lain penghargaan bisa menjadi sesuatu yang baik bila dilakukan secara wajar saja dan tidak berlebih-lebihan. Terlalu fokus pada pengumpulan satu dua piala saja akan berpotensi mengabaikan banyak persoalan lain yang juga memerlukan perhatian.

Pencapaian prestasi dan inovasi harus dilakukan secara sistematis yang disebut manajemen inovasi. Manajemen inovasi diawali dengan memahami dan merumuskan dengan baik masalah dan/atau kebutuhan agar inovasi bisa tepat guna dan tepat sasaran. Seluruh siklus proses manajemen inovasi diakhiri dengan evaluasi untuk menilai hasil yang dicapai dan yang juga penting adalah peluang peningkatan dan replikasi sebagaimana dibahas pada tulisan ini. Hasil evaluasi dapat menemukan peluang peningkatan, replikasi dan menjaga keberlangsungan dari prestasi dan inovasi.  Dengan demikian diharapkan semakin banyak “piala” dalam berbagai wujudnya bisa menjadi “pahala” seperti judul dari tulisan ini.

4
0
Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Author

Ketua Umum Ikatan Konsultan Teknologi Informasi Indonesia (IKTII). Ia aktif melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang teknologi informasi seperti dalam bidang terkait Transformasi Digital, Perencanaan Strategis, Perumusan Regulasi, IT Governance, Manajemen Risiko, Audit Teknologi Informasi dan E-learning. Dapat dihubungi pada alamat surel [email protected]

1 Comment

  1. Avatar

    Menarik sekali. Kisah perjalanan dari piala menjadi pahala memberikan inspirasi luar biasa. Kesuksesan tidak hanya dirasakan sebagai pencapaian, tetapi juga sebagai perjalanan transformasi penuh makna, yang mungkin melibatkan tumbuhan bermanfaat. Bravo untuk perjalanan berarti ini

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post