Belajar Hidup Bersama Banjir

by | Feb 8, 2023 | Birokrasi Melayani | 0 comments

Apakah benar banjir disebabkan oleh kegiatan alam? Atau justru oleh kegiatan manusia? Pertanyaan ini telah ada selama puluhan tahun dan isu banjir telah diteliti dan menjadi bahan diskusi yang ekstensif di lingkungan ilmiah. 

Hampir tidak ada perbedaan antara apa yang kita ketahui, apa yang kita pikir kita ketahui, atau apa yang kita ingin yakini, menyumbang kepada kebingungan yang secara umum ada di sekitar analisis tentang pengaruh hutan terhadap banjir besar. 

Selain itu, pada saat proses hidrologis ditetapkan dan dimengerti, interaksi yang sifatnya khusus dan sangat tergantung pada lokasi mengarah kepada ketidakpastian dalam generalisasi.

Hutan dan Penggunaan Air

Anggapan yang umum bahwa hutan sangatlah diperlukan bagi pengaturan aliran air sungai dan mengurangi kecepatan aliran permukaan.  Dalam beberapa hal, anggapan ini benar adanya. 

Namun pada kenyataannya, hutan adalah pengguna air yang sangat besar. Sejumlah besar air hujan umumnya terhalang oleh kanopi pada hutan tropis dan menguap kembali tanpa memberikan sumbangan apa–apa terhadap cadangan air tanah. 

Sebagian besar lainnya yang menyerap ke dalam tanah digunakan oleh pepohonan itu sendiri. Kondisi ini mementahkan opini bahwa kegiatan reboisasi/penanaman kembali hutan, atau penghijauan, akan meningkatkan aliran air di musim kemarau. 

Dengan demikian, mengganti tutupan lahan hutan dengan pemanfaatan lahan lain hampir selalu meningkatkan kecepatan aliran dan jumlah aliran sungai. 

Pencegah Erosi yang Sebenarnya

Kecepatan aliran dan pola aliran sungai perlahan–lahan akan kembali kepada kondisi awalnya bila suatu wilayah dibiarkan kembali menjadi hutan. 

Meskipun tutupan lahan memiliki kecenderungan untuk mencegah erosi, kenyataannya yang mencegah erosi bukan tajuk pohon, tetapi pepohonan yang tumbuh di bawahnya dan tumpukan dedaunan/kayu mati di dasar hutan (humus). 

Bila permukaan tanah cukup terlindung oleh lapisan humus dan tutupan lahan yang baik dan menyeluruh, jenis vegetasi yang apa pun dapat memberikan perlindungan terhadap erosi yang sebanding, dengan tambahan manfaat yaitu penggunaan air yang lebih kecil. 

Degradasi lahan dan erosi tanah yang sering dihubungkan dengan hilangnya tutupan hutan tidak selalu akibat dari penggundulan itu sendiri, tetapi lebih kepada praktik pemanfaatan lahan yang buruk yang diterapkan setelah pembersihan lahan hutan. 

Pendekatan Terpadu: Bekerja Sama dengan Alam

Melihat berbagai faktor di atas, pendekatan terpadu dalam pengelolaan daerah aliran sungai yang lebih dari sekedar pemecahan masalah berbasis kehutanan sederhana, sangatlah diperlukan. 

Pendekatan terpadu ini harus digabungkan dengan berbagai tindakan di dataran tinggi dengan tindakan/kegiatan di dataran rendah, serta bekerja sama dengan proses alam bukannya melawan proses alam tersebut.  

Pendekatan terpadu ini mempertimbangkan bahwa tanah suatu hutan yang dikelola dengan baik serta keberadaan perkebunan dapat memelihara kapasitas penyimpanan air dibandingkan dengan tanah non-hutan dalam kondisi yang serupa. 

Hutan dan perkebunan ini dapat mengurangi kecepatan aliran air, yang kemudian dapat meminimalkan meluapnya air di daerah aliran sungai yang lebih kecil, serta mengurangi jumlah episode langsung. 

Pola ini memadukan pengelolaan pemanfaatan lahan di wilayah dataran tinggi dengan perencanaan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), tindakan-tindakan yang sifatnya rekayasa, persiapan bencana banjir, serta pengelolaan gawat darurat di wilayah dataran rendah.

Mempertimbangkan Aspek Sosial Ekonomi

Pola di atas juga mempertimbangkan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal, baik di daerah tangkapan air di wilayah pegunungan maupun di daerah aliran sungai. 

Perencanaan pola ini juga harus dilandasi oleh pemahaman ilmiah yang terbaik atas penyebab serta dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari banjir (menyiapkan masyarakat untuk hidup bersama-sama dan menyesuaikan hidup mereka terhadap keberadaan sungai dan banjir). 

Dalam pola ini, tujuan pengelolaan daerah aliran sungai dirumuskan bagi kedua wilayah, hulu daerah aliran sungai, dan hilirnya. 

Seluruh proses tersebut kemudian dievaluasi secara teratur dan, bila diperlukan, tujuan serta kegiatan yang ada dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan atau harapan yang baru. 

Tujuan pengelolaan dapat berubah sepanjang kurun waktu sejalan dengan berkembangnya prioritas serta praktik pemanfaatan lahan. Hal ini merupakan proses dinamis yang memastikan bahwa melalui mekanisme umpan balik. 

Tujuan yang ada tetap realistis dan dapat dicapai tanpa menyebabkan dampak lingkungan dan sosial-ekonomi yang tidak dapat diterima atau tidak dapat ditangani.

Proses Iteratif

Pengelolaan DAS yang efektif merupakan proses iteratif dari evaluasi, perencanaan, perbaikan kembali, dan pengaturan lahan dan pemanfaatan sumber daya dalam suatu daerah aliran sungai, untuk menyediakan barang dan jasa yang diinginkan dan pada saat yang bersamaan memelihara dan mendukung mata pencaharian penduduk setempat. 

Proses ini memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk menyeimbangkan tujuan yang berbeda-beda dan pemanfaatan sumber daya, serta untuk mempertimbangkan bagaimana kegiatan yang berakumulasi tersebut dapat mempengaruhi keberlanjutan sumber daya alam. 

Klasifikasi tataguna lahan dan perencanaan tataguna lahan adalah salah satu aspek penting. Mengidentifikasikan dan melindungi wilayah yang rentan terhadap pemanfaatan lahan yang tidak layak merupakan hal yang sangat penting. 

Fasilitasi oleh kebijakan yang mendukung tentunya mempengaruhi dampak dalam pelaksanaanya, seperti kerangka kerja hukum dan pengaturan yang memberikan panduan, serta sistem insentif yang memberikan manfaat bagi DAS itu sendiri, serta masyarakat secara umum. 

Tindakan perencanaan dan struktural tata guna lahan ditujukan untuk memastikan bahwa kerentanan suatu pemanfaatan lahan sejalan dengan bahaya banjir di daerah tersebut. 

Tindakan  tersebut  mencakup  prakiraan banjir, pemberitahuan ancaman banjir, dan peningkatan kesadartahuan akan banjir secara umum bagi masyarakat yang berpotensi terkena banjir. 

Hidup Bersama dengan Sungai

Meskipun kemampuan hutan dalam mencegah bencana banjir terbatas, pengelolaan DAS sama sekali tidak boleh ditinggalkan. Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan penduduk setempat serta kebutuhan masyarakat yang lebih luas.  

Pendekatan yang paling efektif untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh bencana banjir menuntut perhatian yang khusus di wilayah hilir dan dataran limpasan banjir. Masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah tersebut perlu  belajar untuk hidup bersama dengan sungai.

3
0
Ach Murtada ♥ Associate Writer

Ach Murtada ♥ Associate Writer

Author

Kasubag TU pada Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Sumenep Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post