Analisis 3S Untuk Transformasi

by | Aug 27, 2022 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

PENGANTAR

Akhir-akhir ini banyak dibahas sesuatu yang secara populer disebut sebagai transformasi digital. Dalam banyak pembahasan definisi dan pemahaman tentang transformasi digital, disebutkan bahwa transformasi digital adalah perubahan pola pikir dan perilaku serta pola kerja dengan memanfaatkan teknologi digital.

Perubahan pola pikir mungkin agak abstrak, meskipun memang menjadi satu faktor kunci keberhasilan transformasi yang diharapkan. Dalam tulisan ini akan lebih dibahas mengenai perubahan pola kerja.

Transformasi pola kerja dalam organisasi sering pula disebut sebagai transformasi proses bisnis. Perubahan proses bisnis ini yang harus diperhatikan dahulu sebelum kita menggunakan teknologi digital agar penggunaan teknologi digital betul-betul tepat sasaran dan memberikan manfaat yang maksimal.

Kemudian timbul pertanyaan proses bisnis atau perilaku yang mana yang perlu melalui transformasi. Bagaimana kita menemukan dan menentukannya? Dalam tulisan ini ditawarkan satu alternatif pendekatan dengan melakukan analisis 3S yang merupakan singkatan dari START, STOP, dan SUSTAIN.

ANALISIS 3S

Bentuk asli dari analisis dimaksud dalam bahasa Inggris adalah START-STOP-CONTINUE. Namun, penulis lebih suka menggunakan kata SUSTAIN daripada continue dengan alasan yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan ini.

Analisis 3S dapat dilakukan orang perorangan maupun kelompok dalam upaya perbaikan diri maupun organisasi, termasuk dalam transformasi organisasi. Analisis 3S terdiri dari 3 komponen, seperti namanya, yang saling terkait dengan erat yaitu START, STOP dan SUSTAIN.

Tidak ada urutan baku dalam melakukan komponen yang mana terlebih dahulu. Dari pengalaman, justru baik bila dilakukan secara paralel. Analisis 3S akan efektif bila dilakukan dalam suasana yang terbuka, dalam pola diskusi brainstorming, di mana tersedia suasana yang mendukung untuk secara jujur dan objektif mengungkapkan realita yang ada.

Hal ini adalah satu tantangan sendiri tergantung pada budaya organisasi yang melakukannya. Membangun kondisi yang kondusif ini adalah tanggung jawab dari pimpinan organisasi, bukan dari peserta diskusi.


STOP

STOP dimaksudnya dengan aktivitas dan/atau perilaku yang harus dihentikan, disudahi, atau paling tidak dikurangi, baik secara langsung atau bertahap. Berbagai perubahan kondisi internal dan eksternal dari organisasi mendorong perlunya penyesuaian proses dan pola kerja yang ada.

Banyak proses dan pola kerja, bila dikaji secara objektif, sebenarnya sudah tidak relevan, tidak menghasilkan luaran yang sesuai lagi dengan kebutuhan saat ini, sehingga perlu disudahi, dihentikan, atau paling tidak dikurangi. Hal ini terlebih lebih menjadi penting bila pola kerja tersebut menggunakan biaya besar dan sumber daya yang banyak.

STOP dapat menimbulkan berbagai risiko yang perlu diidentifikasi, dinilai, dan dimitigasi dengan baik. Untuk hal ini diperlukan manajemen risiko untuk menghadapi dampak dampak eksternal dan internal yang ditimbulkan oleh perubahan.

Salah satu risiko adalah adanya potensi resistensi atau hambatan yang disebabkan berbagai hal termasuk ketidakpahaman, keengganan untuk adaptasi, keraguan terhadap kemampuan diri maupun kelompok dan juga konflik kepentingan.

Untuk mengatasinya diperlukan manajemen perubahan, satu topik penting tersendiri dalam transformasi organisasi. Transformasi yang radikal dan disruptif melakukan STOP secara cepat di mana semua pihak siap dengan dampak dari perubahan yang terjadi.

Transformasi tanpa meninggalkan pola pikir, perilaku dan pola kerja lama berpotensi membawa dampak yang kurang substansial atau transformasi semu.

START

START dimaksudnya dengan aktivitas dan/atau perilaku baru yang harus mulai dilakukan, atau diawali, baik secara langsung maupun bertahap. Hal ini dapat bersifat baru sebagai hasil dari pemikiran kreatif internal organisasi atau mengikuti satu tren yang dianggap sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Hal-hal baru dapat juga menjadi pengganti dari hal-hal dari STOP yang menjadi konsekuensi logis dari dihentikannya satu pola kerja. Sama dengan STOP, START juga memerlukan manajemen risiko dan manajemen perubahan.

START juga seringkali memerlukan manajemen proyek yang baik untuk memastikan pola kerja baru pada saatnya dalam berlangsung sesuai dengan harapan. Bila START dilakukan dengan meniru atau adopsi dari tempat lain maka perlu ada kajian perbedaan kondisi lingkungan karena kemungkinan diperlukannya penyesuaian.

Banyak organisasi telah gagal dalam transformasi karena mencoba langsung menerapkan pola kerja tempat lain tanpa penyesuaian. Berbagai bentuk argumentasi yang mengemuka terhadap pola kerja baru dapat diatasi sebagai resistensi saja dan tidak perlu dicarikan solusi teknis karena sesungguhnya masalahnya kemungkinan lebih banyak terkait pola pikir dan budaya organisasi.

Bila penyebab sesungguhnya adalah adanya konflik kepentingan orang perorangan atau kelompok tertentu maka akan diperlukan intervensi yang efektif dari pimpinan organisasi. Transformasi pola pikir dan budaya organisasi merupakan topik tersendiri yang juga sangat berpengaruh dalam suksesnya penerapan transformasi secara keseluruhan.

Kembali transformasi yang radikal dan disruptif dapat melakukan START secara cepat di mana semua pihak siap dengan dampak dari perubahan yang terjadi, termasuk alokasi dan relokasi sumber daya yang diperlukan sebagai bentuk komitmen nyata. Tentu saja transformasi dapat dilakukan secara bertahap.

Waktu transformasi ini dapat membedakan antara organisasi yang unggul dengan yang tertinggal. Organisasi perlu mewaspadai penerapan pola kerja baru yang setelah waktu yang lama masih tetap tidak mampu meninggalkan pola kerja lama.

Melakukan keduanya berdampak pada efisiensi dan juga membuka peluang kembali ke pola kerja lama. Seringkali yang dianggap sebagai pola kerja baru sebenarnya hanya peningkatan bertahap dari yang lama. Hal ini tetap baik saja untuk dilakukan, namun dalam tulisan ini lebih masuk dalam SUSTAIN.

SUSTAIN

SUSTAIN dimaksudnya kelompok pola kerja dimana hal hal yang sudah berjalan perlu dipertahankan. Menurut penulis kata sustain (memperkuat, mempertahankan) lebih tepat daripada continue (melanjutkan) karena sustain memberi penekanan pada menjaga keberlangsungan yang adaptif terhadap perubahan permasalahan, kebutuhan, dan kondisi yang dihadapi organisasi.

Adanya pola kerja dan proses bisnis dalam SUSTAIN dapat disebabkan beberapa hal termasuk regulasi yang mengharuskan, kebiasaan, pola pikir, kepercayaan, budaya organisasi, atau sebab sebab lain. Bilamana ada pola kerja yang memang harus dipertahankan maka dipastikan saja bahwa padanya juga diterapkan perbaikan secara kontinu.

Hal-hal yang berada pada kelompok SUSTAIN dari waktu ke waktu, perlu dievaluasi secara objektif pada sisi efektivitas, efisiensi dan relevansinya, baik oleh pihak internal maupun independen. Kemungkinan beberapa di antara pola kerja di sana sudah perlu masuk ke kelompok STOP dan/atau digantikan dengan START.


PENUTUP

Melengkapi daftar isi dari masing masing kelompok S dapat dilakukan secara paralel karena ketiganya saling terkait. Masuknya satu pola kerja ke START (awali yang baru) dapat berakibat perlunya satu pola kerja terkait masuk ke STOP. Sebaliknya, masuknya satu pola kerja ke STOP dapat berakibat perlunya pola kerja pengganti yang akan masuk ke START.

Analisis 3S dapat menjadi satu metoda analisis dalam perencanaan strategi transformasi organisasi. Hasil dari analisis 3S, uraian dan jumlah pola kerja dalam masing-masing kelompok S, dapat memberikan gambaran kondisi dari satu organisasi.

Hasilnya dapat menggambarkan kesiapan sesungguhnya dari organisasi untuk melakukan transformasi karena sekedar pelatihan, pidato, slogan atau bentuk lain pesan transformasi tidak cukup untuk menjamin keberhasilan transformasi.

Pola pikir yang terkandung di dalam konsep 3S sebenarnya tidak istimewa karena memang merupakan wujud dari naluri pada makhluk ciptaan Allah Yang Maha Kuasa untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi alam, iklim, dan kebutuhannya.

Tentunya manusia yang diberikan karunia akal harus mampu melakukannya secara lebih sistematis, didukung moral, etika, kesadaran dan tanggung jawab sesuai peran dan fungsinya masing masing, baik secara orang perorangan maupun dalam kelompok.

2
0
Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Teddy Sukardi ◆ Expert Writer

Author

Ketua Umum Ikatan Konsultan Teknologi Informasi Indonesia (IKTII). Ia aktif melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang teknologi informasi seperti dalam bidang terkait Transformasi Digital, Perencanaan Strategis, Perumusan Regulasi, IT Governance, Manajemen Risiko, Audit Teknologi Informasi dan E-learning. Dapat dihubungi pada alamat surel [email protected]

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post