Selayang Pandang Pengelolaan Pendidikan di Negara Selandia Baru

by | Feb 7, 2020 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Selandia Baru adalah sebuah negara dengan populasi penduduk yang sangat minimalis, terutama jika kita membandingkannya dengan Indonesia. Berdasar pada data sensus di tahun 2018, tercatat populasi penduduk mereka hanya berjumlah 4.886.100, angka yang tak jauh berbeda dengan negara yang disebut-sebut memiliki sistem pendidikan terbaik; Finlandia. Pada tahun yang sama, sensus menunjukkan bahwa negeri Finlandia memiliki penduduk berjumlah 5.513.000.

Dalam banyak hal mengenai pengelolaan urusan pemerintahan, populasi penduduk yang begitu mungil jumlahnya ini menjadi salah satu kunci akan keberhasilan mereka dalam mengelola negaranya, tak terkecuali pada sektor pendidikan. Melalui populasi yang minimalis ini pengaturan urusan dalam bidang pendidikan menjadi sangat mudah, baik manajemen pengelolaan maupun mekanisme penyelenggaraannya.

Jumlah satuan pendidikan di Selandia Baru baik negeri maupun swasta adalah Primary (SD 1-6) sebanyak 1945, composite tertiary (SMP 7-8) sebanyak 176, dan secondary (SMA 9-13) berjumlah 376. Jika dijumlahkan secara total sebanyak 2534 sekolah. Dalam hal angka partisipasi sekolah, tercatat 816.632 orang adalah siswa pada jenjang sekolah sejak kelas 1 hingga 13 dalam sistem pendidikan mereka.

Data dari pemangku kepentingan di kalangan pendidik tercatat bahwa sebanyak sekitar 100.000 orang adalah guru yang tersertifikasi sejak jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD, dalam bahasa lainnya Early Childhood Education) hingga sekolah menengah atas (SMA atau secondary school).

Adapun mengenai pemenuhan akan pelayanan pendidikan oleh pemerintah kepada warganya, kewajiban keterlayanan pendidikan diberikan kepada anak sejak usia 6 hingga 16 tahun. Usia ini umumnya melingkupi peserta didik di kelas 1 hingga 11. Pun begitu, mereka akan tetap dibebaskan biaya pendidikan hingga kelas 13.

 

Secuplik Pengelolaan Pendidikan

Terdapat banyak variabel dalam tata kelola pendidikan dari sebuah negara, karenanya tidak memungkinkan untuk mengulasnya dalam artikel yang singkat ini. Namun begitu, tulisan ini mencoba menjelaskan beberapa butir pengelolaan, terutama yang berkaitan dengan tiga hal yang pada beberapa tahun belakangan menjadi komponen yang sering disoroti sekaligus hangat dikritisi oleh para pemerhati pendidikan di tanah air.

Ketiga komponen tersebut antara lain mengenai pengelolaan guru, tentang sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru, dan terakhir terkait keunikan dalam pemberlakuan sistem ujian nasional.

  1. Tata Kelola Guru

Pengelolaan guru menjadi salah satu varibel penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sebuah negara. Guru merupakan ujung tombak dalam sebuah proses transmisi nilai, pengetahuan, dan keterampilan dalam suatu penyelenggaraan sistem pendidikan.

Tanpa guru yang berkualitas, sulit untuk mendidik para siswa hingga meraih keluaran pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Sistem pengelolaan guru yang baik berimplikasi pada sosok para guru yang dapat diandalkan.

Dalam tata kelola pendidikan di Selandia Baru, pengelolaan guru dilakukan secara terpusat melalui sebuah lembaga yang bernama Dewan Pengajar (teaching council). Melalui lembaga ini seorang calon guru diseleksi, dilakukan proses pembinaan, dievaluasi, hingga dikualifikasi berdasarkan sistem penilaian yang berjenjang.

Proses tersebut bermula dari seorang alumni secondary school yang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang guru. Di sini ia harus memilih untuk menempuh pendidikan pada salah satu dari perguruan tinggi dengan berbagai jurusan yang terkoneksi dengan syarat pendidikan sebagai seorang calon guru.

Setelah mereka usai menuntaskan program pendidikan di kampus tersebut, mereka dapat melamar untuk dapat melanjutkan ke Initial Teacher Education (ITE) Programme atau semacam lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang ada di negeri kita.

Di ITE ini seorang calon guru dapat memilih program pendidikan baik diploma maupun graduate programme yang lamanya 1, 3, hingga 4 tahun, bergantung pada program yang mereka telah ambil di perguruan tinggi sebelumnya.

Setelah lulus di ITE, mereka dapat mengirim aplikasi ke teaching council. Kemudian berkas akan diverifikasi terutama menyangkut 3 hal, yakni kesehatan, karakter, dan ketidakterlibatan dalam kriminalitas.

Setelah dinyatakan lulus mereka akan menjadi guru magang selama minimal 2 tahun dan maksimal 6 tahun. Selama magang tersebut, mereka didampingi oleh guru senior yang akan mengarahkan dan menilai perkembangan kecakapannya dalam mengajar, maupun perkembangan karakter pribadinya.

Setelah masa magang, jika sang calon guru memiliki kualifikasi sebagaimana yang dipersyaratkan, maka ia akan mendapat sertifikat guru dan berhak untuk mengajar secara penuh.

Setiap 3 tahun, sertifikat pengajar ini harus diperbaharui. Setiap periode pembaruan sertifikat mengajar dinilai pula peningkatan kualifikasi sang guru, yang hasilnya menjadi syarat promosi golongan dan jabatan sang guru.

Adapun tugas dan fungsi teaching council ini antara lain:

  • bertanggung jawab pada rekruitmen calon guru baru dan proses sertifikasi guru;
  • memastikan para guru memiliki standar persyaratan yang dibutuhkan dalam mengajar melalui program-program pembinaan;
  • mengelola sistem dalam menjamin kompetensi guru; dan
  • mengelola berbagai keluhan terhadap para guru dari stakeholder pendidikan.

 

  1. Sistem Zonasi dalam Penerimaan Siswa Baru

Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru di negara kita baru mulai diberlakukan sejak tahun 2017 lalu. Adapun dalam sistem pendidikan di Selandia Baru, zonasi dalam penerimaan peserta didik sudah mulai diberlakukan sejak lama.

Sistem zonasi diberlakukan agar komposisi suatu sekolah tidak terlalu padat, dan memberi jaminan kepada anak-anak yang tinggal di area sekolah bahwa mereka dapat pergi ke sekolah setempat. Jika sebuah sekolah memiliki kursi kosong/tambahan, anak-anak yang tinggal di luar zona dapat mengajukan permohonan untuk bersekolah di sekolah tersebut.

Yang patut untuk digarisbawahi dari aturan zonasi di Selandia Baru adalah tidak semua sekolah memberlakukan zonasi. Ketentuan ini berlaku baik untuk sekolah negeri maupun untuk sekolah swasta. Aturan mengenai zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Selandia Baru ini tidaklah mengikat sebagaimana di negara kita.

Untuk mengetahui sekolah mana saja di sekitar tempat tinggal kita yang memberlakukan zonasi, orang tua dapat dapat mengunjungi situs https://nzschools.tki.org.nz/, atau datang langsung dan menanyakan ke sekolah yang dimaksud.

Dikarenakan jumlah populasi penduduk usia sekolah tidaklah banyak dan sebanding pula dengan jumlah satuan pendidikan yang ada, maka proses PPDB setiap tahunnya tidak menghebohkan apalagi menimbulkan kisruh sebagaimana yang terjadi di negeri kita.

 

  1. Ujian Nasional

Salah satu yang unik dari sistem pendidikan di Selandia Baru adalah mengenai ujian berskala nasional yang hanya diselenggarakan pada 3 tahun terakhir pendidikan menengah, yakni kelas 11 hingga 13. Ujian ini ekuivalen dan selaras dengan level 1 hingga 3 dalam kerangka kualifikasi pengetahuan dan keterampilan yang berlaku di Selandia Baru.

Kerangka kualifikasi ini menjadi parameter yang jelas mengenai tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai, yang berguna untuk menentukan pendidikan lanjutan, atau peluang kerja yang dimiliki seseorang.

Kualifikasi tersebut terdiri atas 10 level dalam keseluruhan sistem yang mereka sebut New Zealand Qualification Framework (NZQF). Adapun sistem penilaian pendidikan pada jenjang secondary yang terintegrasi dengan kerangka kualifikasi nasional Selandia Baru di atas, disebut dengan National Certificate of Educational Achievement (NCEA).

NCEA sendiri merupakan mekanisme penilaian berbasis angka kredit yang harus dikumpulkan oleh siswa melalui subjek mata pelajaran dalam setiap standar yang ditetapkan. Terdapat 8 area pembelajaran yang masing-masing area tersebut terkandung subjek dan standar yang bernilai angka kredit tertentu.

Delapan area pembelajaran itu antara lain Bahasa Inggris, Seni, Pendidikan Fisik dan Kesehatan, Pembelajaran Bahasa, Matematika dan Statistik, Sains, Ilmu Sosial, dan terakhir Teknologi.

Mulai tahun kesebelas hingga ketiga belas dalam tingkat pendidikannya, setiap siswa diwajibkan untuk memilih di antara subjek yang ditawarkan dalam 8 area pembelajaran tersebut. Setiap pilihan subjek memiliki standar yang bernilai angka kredit yang harus dikumpulkan.

Terdapat batas minimal standar angka kredit yang harus dikumpulkan di setiap tingkat, yakni 80 angka kredit. Angka kredit itu dikumpulkan melalui berbagai model evaluasi, baik yang dilakukan di sekolah sepanjang tahun berjalan, atau dilakukan secara terpusat di akhir tahun ajaran.

Dari keseluruhan angka kredit yang mereka kumpulkan dari setiap subjek, pada akhir tahun ajaran kesemuanya akan diakumulasi dan darinya mereka akan mendapatkan salah satu dari ranking penilaian yang di rangkum ke dalam 4 huruf; NAME, yakni Not achieved, Achieved, Merit, dan Excellent.

Hasil akhir berupa ranking penilaian di atas dapat menjadi modal bagi siswa untuk memilih bidang kerja atau jurusan dalam pendidikan tinggi jika mereka ingin melanjutkan jenjang pendidikannya.

Demikian selayang pandang keunikan sistem pendidikan di New Zealand. Semoga memberikan ide dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita, Indonesia.

 

 

 

6
0
Untung Tri Rahmadi ◆ Active Writer

Untung Tri Rahmadi ◆ Active Writer

Author

Staff at Center for Education and Cultural Policy Research, Research and Development Board, Ministry of Education and Culture, Republic of Indonesia

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post