Menerapkan Gaya Kepemimpin Beresonansi (Resonance Leadership) Dalam Organisasi

by | Oct 27, 2020 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Pernahkah Anda melihat dalam suatu demo, seseorang yang dapat mempengaruhi barisan demo untuk mengikuti perintahnya? Ada kalanya si pendemo hanya ikut-ikutan mendapat uang saku atau bekal, tetapi apa benar mereka rela begitu saja untuk berpanas-panas ria? Mereka pun dengan penuh semangat sanggup berjalan berkilo-kilo meter mengikuti sang pemimpin walau si pemimpin berkendara.

Jawaban Anda sebagian benar, pemimpin demo diikuti (bahkan secara fanatik) karena memiliki aura karisma. Namun, sebenarnya buka karisma saja yang dapat menggerakkan pengikutnya hingga begitu fanatik. Ada kekuatan tersendiri yang mampu menggerakkan mereka, yang lebih dikenal dengan daya resonansi.

Resonansi merupakan daya getar sesuatu benda yang dapat menggetarkan benda lain di sekitarnya. Daya resonansi selalu terjadi di sekitar kita dan dapat kita lakukan walau kita tidak memiliki kharisma.

Sebagai contoh, di dalam kelas suatu diklat yang membosankan, jika ada seseorang yang menguap, maka tanpa sadar akan membuat kita ikut menguap. Atau ketika sedang asyik melakukan perbincangan dengan seseorang dengan serius, tanpa sadar gerakan salah seorang akan diikuti dengan lawan bicaranya. Entah dengan sekedar mengubah sikap duduk, coba bersedekap tangan, berkacak pinggang, memegang dagu, dan lain sebagainya.

Daya resonansi itu dapat dipelajari dan bermanfaat bagi kita untuk mempengaruhi sekelompok orang agar mau (tanpa sadar) mengikuti perintah dalam pelaksanaan tugas.

Pemimpin dan Kepemimpinan

Pada banyak literatur, diskursus tentang pemimpin dan manajer memang tidak ada habisnya dibahas, karena keduanya tidak bisa dipisahkan perannya. Seorang pemimpin seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan manajer, dan sebaliknya seorang manajer pun harus memiliki jiwa kepemimpinan.

Pemimpin yang tidak bisa mengelola sumber dayanya akan gagal dalam kepemimpinannya, begitu juga seorang manajer yang tidak bisa memimpin akan gagal dalam aktivitas manajerialnya. Artinya, seorang pemimpin sudah sepatutnya memiliki kemampuan mengelola diri dan sumber daya yang berada di sekitarnya.

Tidak dapat dipungkiri, saat kita berbicara tentang pemimpin tentu saja berhimpitan dengan aspek kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) menurut Swanburg (1995) adalah suatu proses yang memengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya mencapai penetapan dan pencapaian tujuan. Sedangkan menurut George Tery (1986), kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.

Jadi, kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang befungsi di dalam  dan di luar organisasi. Seorang pemimpin harus dapat memotivasi dan memberi inspirasi orang lain secara individu maupun secara kelompok. Sedangkan manajemen adalah pengoordinasian dan pengintegrasian semua sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan, dan pengawasan dalam pencapaian tujuan.

Seorang pemimpin dianggap sebagai manajer karena memiliki kekuasaan sebagai pemimpin berdasarkan azas legitimasi atau otoritas. Pegawai sebagai staf atau bawahan akan menuruti perintahnya karena takut dengan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sedangkan pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan bukan karena azas legitimasi semata, tetapi karena personalitas atau kewibawaan yang dimiliki. Dia disegani umumnya karena memiliki kecakapan kewibawaan terhadap bawahan karena didukung oleh sikap dan perilakunya.

Pemimpin hanya merupakan sumber informasi dan melakukan pengendalian secara minimal. Dia hanya menyampaikan hasil analisis masalah dan alternatif tindakan, sedangkan keputusan sebaiknya berdasarkan kesepakatan kelompok. Prakarsa dapat saja diusulkan dari bawahan/kelompok, sedangkan pemimpin hanya memberikan alternatif serta tanggung jawab keberhasilan berdasarkan kelompok.

Pengertian Resonance Leadership

Kepemimpinan beresonansi adalah aspek yang dapat melahirkan seorang pemimpin beresonansi. Dr. Anne McKee, seorang pengajar di the Singapore Institute of Management, dalam bukunya “Resonant Leader“, menjelaskan suatu cara untuk memahami bagaimana orang dapat mengembangkan Emotional Intelligence (EI) dan memaintain resonant leader melalui – mind, body, heart and spirit.

People understand the “what” of leadership: the strategy, implementation, and control. What only a few understand is the “how” of leadership. This involves moving people through guiding emotions & passion. Resonance leader are adept at painting compelling pictures that inspire their subordinates.

Mengapa Emotional Intelligence (EI) kini sangat dibutuhkan selain Intelligence Quotion (IQ) oleh manager, karena pegawai membutuhkan pimpinan yang berfungsi sebagai “emotional shock absorber” yakni mereka ingin diresonansi atas respek yang dimilikinya berdasarkan hubungan kepercayaan yang dibangun.

Oleh karena itu, mereka berharap pimpinan memiliki integritas dalam bersikap secara emosional berdasarkan kepercayaan dan kejujuran dalam berhubungan dan berkomunikasi, dalam hal yang sama, mereka juga harus berjuang untuk bertahan di tengah kondisi ekonomi dan pengaruh globalisasi yang penuh ketidakpastian.

Pemimpin yang memiliki resonant leadership dapat menginspirasi melalui ekspresi passion, commitment, dan perhatian penuh kepada pegawai. Melalui keberanian dan harapannya, pegawai akan terstimulasi dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.

Pemimpin yang dapat menciptakan resonansi yang baik adalah pemimpin yang memiliki intuisi untuk bekerja keras mengembangkan EI melalui: kompetensi atas self-awareness, self-management, social awareness dan relationship management.

Lebih lanjut, pemimpin dapat mengarahkan emosinya melalui hope, compassion, enthusiasm, dan excitement untuk dapat memberikan hasil resonansi terbaik untuk menciptakan kultur organisasi yang baik. Kesalahan besar terjadi dalam organisasi adalah saat para eksekutif dan manajer terlalu sibuk hingga tak mampu mengembangkan mind, body & behaviour dalam menghadapi tantangan yang tak pernah berakhir di setiap waktu.

Langkah Menjadi Pemimpin Beresonansi di Organisasi

Setelah memahami makna tentang kepemimpinan, minimal kita bisa menerapkan dalam organisasi di mana kita berada. Namun, banyak faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas sebagai pemimpin yang baik.

Bukan sekedar kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan atau Intelligent Quotion (IQ), namun juga dipengaruhi oleh faktor kecerdasan sosial atau Emotional Quotion (EQ) dan Spiritual Quotion (SQ), sehingga kita bisa menjadi pemimpin yang tidak sekedar berwibawa atau kharismatik semata, tetapi mampu menggerakkan staf pegawai atau bawahan agar bisa melaksanakan tugas dengan baik.

Pemimpin yang baik perlu memahami faktor-faktor tersebut dengan menghindari sikap dan perilaku negatif karena akan berdampak pada lingkungan organisasi. Memang kecerdasan berpikir (IQ) sangat dibutuhkan bagi pimpinan dalam menjalankan organisasi, tetapi kecerdasan emosional juga sangat mempengaruhi kinerja organisasi, terutama dalam bersikap dan bertindak yang akan mempengaruhi bawahan atas resonant leader yang dimilikinya.

Kemampuan pimpinan dalam bersikap dan bertindak akan mengartikulasi, merespons setiap kejadian atau peristiwa yang dihadapi. Hal ini merupakan sikap kunci utama dalam meresonansi perilaku karyawannya.

Di bawah ini beberapa hal yang harus diperhatikan pemimpin untuk dapat meresonansi lingkungannya.

Pertama, pemimpin perlu memiliki visi. Seorang pemimpin harus memiliki impian apa yang akan dicapai pada saat dia diberi amanah oleh organisasi baik secara legitimasi maupun secara informal. Dengan adanya kejelasan visi, kita dapat menjabarkan ke dalam strategi dan tahapan untuk merealisasikan. Semakin terinci dan jelas, maka akan mempermudah kita dalam meberikan beberapa keputusan atau rencana kegiatan.

Pemimpin sangat perlu menjelaskan visi kepada bawahan. Sosialisasi visi kita kepada bawahan sangat penting, agar mereka memahami tugas dan kewajiban yang harus dilakukan. Pemahaman tersebut akan memberi motivasi dan kesadaran bagi bawahan atas tanggung jawabnya dalam menyukseskan tujuan.

Kedua, pemimpin perlu memahami gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan tidak sekedar kehendak atau kesukaan kita, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi dan karakter organisasi atau jabatan dan amanah yang diberikan. Selain itu perlu juga penyesuaian atau fleksibilitas dalam bertindak. Kapan harus otokratis atau demokratis, bergantung pada saat apa Anda berhadapan dengan pegawai dan ragam tugas yang ahrus dilakukan.

Ketiga, hendaknya pemimpin mempelajari ketentuan dan aturan yang berlaku. Hal tersebut sangat penting agar kita tidak semena-mena dalam bertindak atau memberikan perintah, pegawai dapat menolak perintah apabila tugas yang diberikan akan melanggar ketentuan atau melakukan penyimpangan hanya karena kepentingan pemimpin.

Keempat, pemimpin juga hendaknya menjaga kepercayaan kolega. Organisasi pasti memiliki mitra kerja baik antarbidang dan bagian maupun eksternal organisasi. Dalam hal ini pemimpin perlu melakukan elaborasi di level intern dan ekstern dalam pelaksnaan tugas, terutama jika tugas yang ditetapkan membutuhkan kerjasama dengan pihak terkait.

Kelima, pemimpin melakukan kaderisasi kepemimpinan. Hal ini terkadang dilupakan oleh seorang pemimpin. Kaderisasi kepemimpinan sangat diperlukan demi keberlanjutan organisasi. Pemimpin yang mumpuni adalah pemimpin yang mampu mencetak pemimpin baru.

Demikian, semoga bermanfaat!

Sumber Pustaka: 
1) Resonance and Leadership: Inspiring through Hope and Vision, Article by Dr. Anne McKee.
2) Adopsi dari materi paparan DR. Didik Mukrianto, SH. MH. (Ketua Umum Pengurus Nasional Karang Taruna: Kepemimpinan dan Pemimpin yang Berwatak dan Berjiwa Sosial, pada Diklat Pemberdayaan Pemuda Bidang Manajemen Organisasi Kepemudaan, Webinar yang diselenggarakan PP-PON Kemenpora, September 2020).

2
0
Subroto ◆ Professional Writer

Subroto ◆ Professional Writer

Author

Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP". E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post