Memandangi “Garis-Garis” Altruistik

by | Jul 8, 2020 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Di Muara Enim, sepasang kakak bersama adiknya hidup dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan dalam sebuah rumah peninggalan almarhum kedua orang tuanya. Keduanya dalam keadaan sakit dan hanya mengandalkan pemberian dari para tetangga untuk bisa makan. Respons datang dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sumsel, dan kini keduanya sedang dirawat di rumah sakit.[1]

Sementara di Tanjung Priok, seorang anak mengungkapkan bahwa ayahnya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ibunya tak bisa berjualan lantaran berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ia tinggal bersama orang tuanya di sebuah kontrakan. Bantuan datang dari Rumah Zakat, sehingga bebannya sedikit bisa diringankan.[2]

Lalu di Banten, seorang buruh panggul kelapa muda yang harus menafkahi keluarganya tengah mengalami kesulitan, karena pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap penghasilannya yang kian tak menentu. MRI Banten telah bergerak untuk memberi bantuan kepada keluarga tersebut.[3]

Kemudian, karena melihat terus bertambahnya pasien Covid-19, Dompet Dhuafa mempersiapkan rumah sakit darurat untuk membantu menangani persoalan tersebut dengan memanfaatkan kontainer-kontainer sebagai ruang isolasi yang ramah lingkungan, ruang rawat, dan laboratorium. Juga Dompet Dhuafa Sulsel yang memproduksi masker khusus untuk membantu Teman Tuli.[4]

Askar Kauny juga bergerak mendistribusikan bantuan alat pelindung diri untuk para tenaga medis di Puskesmas Cipayung Depok, RS. Gandaria Kebayoran, Puskesmas Pamulang, RSIA Muhammadiyah Tangerang, dan Klinik Bayan Tangerang.[5]

Pun Kitabisa dan BAZNAS yang telah menyalurkan 1000 nasi boks untuk tenaga medis di RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet dan RS Persahabatan, dengan melibatkan kelompok mustahik pengusaha binaan LPEM Cipinang Kebembem Jaktim. Dalam tiap boks makanan tersebut, ada doa dan semangat untuk para petugas medis.[6]

Tak ketinggalan, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia menyalurkan 450 hazmat, 450 liter handsanitizer, 240 kotak vitamin C, dan 240 kotak minuman ringan hasil dari penggalangan dana batch 1, 2, dan 3.[7] Per tanggal 25 April 2020, Wakaf Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menyerahkan 5000 pcs masker kain, 1000 pcs faceshield, dan 300 pcs hazmat suit kepada Jabar Quick Response.

Juga bersama-sama, Elfoundation, Gojek, dan Jabar Quick Response telah membagikan 4.400 roti kepada para pencari nafkah yang masih harus bekerja di luar rumah. Tak lupa, proyek Vent-I yang terus berlangsung sebagai alat bantu pernapasan bagi pasien Covid-19 pada gejala klinis tahap 2.[8] Dan masih banyak lagi bukti perjuangan atau kontribusi dari lembaga-lembaga yang bergerak untuk membantu masyarakat di tengah Covid-19 ini.

Para Altruis, Jiwa-jiwa Mulia

Tentu hal seperti itu tak akan tampak di lingkungan kita, bila tak ada jiwa-jiwa mulia dalam masyarakat. Mereka menjelma dalam pelbagai figur, seperti dermawan, relawan, petugas medis, dan lainnya.

Bila ditinjau dalam perspektif filsafat, mereka disebut sebagai altruis dan tindakannya dinamai altruistik. Menurut Shelley E. Taylor, Letitia Anne Peplau, dan David O. Sears (2009), bila orang mempertaruhkan nyawanya untuk menolong korban dari bahaya, setelahnya ia pergi begitu saja atau tanpa pamit, maka orang tersebut telah melakukan tindakan altruistik. Dalam kalimat yang sering kita jumpai, ia bisa berarti sama dengan menolong sesama tanpa pamrih atau tidak meminta balasan.

Apakah tindakan altruistik merugikan pelakunya? Tentu tidak, karena tindakan tersebut justru membentuk pelakunya untuk mampu mengekspresikan nilai-nilai personal (kasih sayang, kepedulian, dan lainnya), memperoleh pemahaman baru, memperkuat hubungan sosial, menumbuh-kuatkan kepribadian baik, dan seterusnya.

Fuad Nashori (2008) mengutip pendapat Cohen, “Ciri-ciri altruistik yakni adanya empati, keinginan untuk memberi, dan secara suka rela. Sedangkan dalam Islam, tindakan ini didasari oleh dua hal, yakni prinsip khusus dan umum. Prinsip khususnya adalah ibadah, muamalah, ketulusan, dan keyakinan keagamaan.

Sementara prinsip umumnya adalah ta’awun dan ikhlas. Dalam hal ini, ada hal yang harus kita perhatikan, sebagaimana perkataan dari Fudhail bin Iyyadh, bahwa sesungguhnya amal tatkala dilaksanakan dengan keikhlasan namun tidak menurut aturan yang benar, maka tidak akan diterima sampai ia diterapkan menurut aturan yang benar.” [9]

Dalam tulisan singkat yang menyapa Anda secara daring ini, saya hanya ingin menyampaikan pertanyaan sederhana – untuk Anda dan saya sendiri. “Apakah kita telah menjadi bagian dari mereka, yang menorehkan garis-garis altruistik? Barangkali hari ini lah kehadiran kita dinanti-nanti.”

Referensi:
[1] Kunjungi www.act.id
[2] Kunjungi www.rumahzakat.org
[3] Kunjungi www.relawan.id
[4] Kunjungi www.dompetdhuafa.org
[5] Kunjungi www.askarkauny.com
[6] Kunjungi www.kitabisa.com dan www.baznas.go.id
[7] Kunjungi www.ppi.id
[8] Kunjungi www.salmanitb.com
[9] Jannah, Miftahul. 2016. “Konsep Altruisme dalam Perspektif al-Qur’an” (Tesis). Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.

1
0
Taufik Hidayat ▲ Active Writer

Taufik Hidayat ▲ Active Writer

Author

Anak dari Pak A. Juwahir & Bu Romlah. Berasal dari Cirebon.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post