COVID-19, Ujian Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

by | Jul 14, 2020 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Ketika kasus pertama Covid-19 diumumkan Pemerintah RI pada tanggal 2 Maret 2020, disusul dengan penularan yang bersifat eksponensial, pemerintah segera melakukan berbagai langkah. Langkah paling nyata yang terlihat adalah instruksi dan regulasi yang mengucur deras bagai air hujan turun dari langit.

Tentu yang menjadi obyek penderita adalah pemerintah daerah dengan keharusan melakukan ini dan itu, hingga terkadang mengalami kegamangan dan kebingungan akibat regulasi yang tumpang tindih antara satu dengan lainnya.

Hambatan Daerah Menyikapi Kebijakan

Kebijakan paling populer adalah realokasi dan refocusing anggaran belanja untuk penanganan Covid-19. Kebijakan ini kemudian disusul dengan penyesuaian pendapatan daerah yang berasal dari dana transfer.

Sebagai akibatnya, banyak daerah yang kehilangan pendapatan karena pemangkasan dana transfer dan juga karena realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.

Dalam kondisi seperti itu, banyak pemerintah daerah yang terjepit. Tertekan dari atas melalui pemangkasan pendapatan yang berimbas pinalti; menahan gempuran berupa desakan untuk segera memenuhi target pembangunan tahunan; dan dari bawah, dikejar-kejar oleh rakyat yang menjerit menuntut bantuan jaring pengaman sosial.

Jika skema pemangkasan dana transfer dari pusat tidak mengalami perbaikan sampai akhir tahun, maka dapat dipastikan banyak pemerintah daerah yang gagal memenuhi kewajibannya terhadap rakyat.

Target pembangunan yang sudah tertuang dalam berbagai dokumen perencanaan, mulai dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah hingga Rencana Pembangunan Jangka Panjang, tidak mungkin akan tercapai.

Mungkin ada yang berpikir, bagaimana kalau kita revisi target dan mengubah seluruh dokumen perencanaan agar sesuai dengan kondisi? Betul, tetapi proses revisi dan perubahan dokumen perencanaan tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Revisi  dokumen perencanaan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak kecil. Ironisnya, pelaksanaan revisi itupun harus termuat dalam dokumen perencanaan. Akibatnya, lagi-lagi daerah mengalami guncangan. Dari situ terlihat bahwa sistem perencanaan kita tidak cukup bersahabat dengan fleksibilitas.

Selayang Pandang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Sistem perencanaan kita dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam beleid sepanjang  10 bab dan 37 pasal itu, pemerintah mengatur penyusunan dan sinkronisasi dokumen perencanaan pusat dan daerah.  

Regulasi ini juga mengatur keterkaitan antardokumen perencanaan yang disusun melalui berbagai tahapan, termasuk di antaranya penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang secara tahunan berjalan secara berjenjang, mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional. 

Namun, seluruh aturan tentang perencanaan yang berlaku itu tidak menyediakan exit strategy jika suatu ketika entitas pemerintahan mengalami gangguan tidak terduga. Padahal, pembangunan tidak boleh terhenti.

Pembangunan harus terus berjalan sebagai wujud eksistensi negara terhadap warganya. Pelaksanaan pembangunan merupakan salah satu fungsi pelayanan yang diberikan oleh negara agar seluruh masalah yang dihadapi oleh warga negara bisa dipecahkan, demi mengantarkan warga negara ke kondisi sejahtera.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama filenya adalah silhouettes-81830_1280-1024x723.jpg

Setiap pemerintahan di dunia bekerja (membangun) untuk memperbaiki kehidupan warga di negaranya. Terserah bagaimana kita mendefinisikan, semua upaya yang dilakukan oleh pemerintahan itu, diakui atau tidak, pasti bisa disepakati sebagai upaya mewujudkan kebaikan dan kenyamanan yang kadang diterjemahkan menjadi negara yang makmur dan sejahtera. Apakah itu terkait dengan aspek manusia, lingkungan, atau aspek sistem kehidupan.

Tujuan setiap negara sejak dibentuk hingga sekarang dan di masa yang akan datang, tentu tidak stagnan. Tujuan itu bergerak secara dinamis sesuai dengan kondisi ideal yang dibayangkan oleh para pengambil kebijakan pada masanya. Sehingga, pembangunan yang dilaksanakan merupakan proses berkelanjutan tanpa akhir demi mengejar tujuan negara.

Kondisi ideal yang hendak dicapai pada masa tertentu belum tentu masih ideal di masa depan. Bahkan jika kondisi ideal yang semula dikejar berhasil dicapai, maka tetap ada peluang masih ada kondisi tidak ideal yang tersisa dan masih harus diperbaiki lalu menjadi tujuan baru.

Di sinilah pembangunan untuk mencapai tujuan negara itu membutuhkan perencanaan yang baik. Pandangan ini diamini, misalnya, oleh Antoine de Saint-Exupéry yang berkata: A goal without a plan is just a wish. Tujuan tanpa perencanaan hanya sekadar keinginan.

Juga oleh Albert Waterston (1965) yang menyebutkan bahwa perencanaan adalah usaha sadar, terorganisasi dan terus menerus guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. 

Hal ini senada dengan Conyers dan Hills (1984) yang mengemukakan bahwa perencanaan adalah proses yang kontinyu, yang terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang.

Jika mengelaborasi pendapat-pendapat itu, maka poin terpenting dari perencanaan pembangunan adalah proses memilih alternatif tindakan terbaik yang paling cepat membawa kita pada pencapaian tujuan negara, no more no less.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama filenya adalah silhouettes-81830_1280-1024x723.jpg

Jika kita sepakat dengan itu, maka proses menentukan pilihan dan cara mencapainya tidak boleh kaku. Harus memasukkan faktor kemampuan manusia dalam memprediksi masa depan yang amat terbatas. Oleh karena itu, perlu ada fleksibilitas dalam kegiatan yang mahapenting itu.

Sistem yang Fleksibel: Mungkinkah Terwujud?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah mendengar orang – atau bahkan mungkin kita sendiri – berkata, “Manusia merencanakan tetapi Tuhan yang menentukan”. Ungkapan itu biasanya diucapkan ketika seseorang merasa kecewa karena harapannya tidak terpenuhi atau rencananya tidak berjalan sesuai dengan keinginannya. 

Dengan ungkapan tersebut, si pembicara ingin “meminta maaf” atas keterbatasannya sebagai manusia dengan kuasa yang amat terbatas. Sebaik apapun rencana manusia, selalu ada kemungkinan mengalami kegagalan ketika Tuhan berkehendak lain.

Sampai di sini, semua orang yang religius sepakat mengakui kuasa Tuhan itu sebagai kekuasaan absolut yang mutlak dan wajib diyakini keberadaannya.

Akan tetapi, di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional kita, ungkapan transendental itu sepertinya tidak dikenal. Seluruh regulasi tentang sistem perencanaan pembangunan kita tidak mengenal “kemungkinan” gagal. Semua dokumen perencanaan dibuat tanpa mempertimbangkan faktor kekuasaan atau apabila Tuhan berkehendak lain.

Akibatnya, ketika sesuatu yang luar biasa terjadi di tengah proses pembangunan yang sedang berjalan, yang kita kenal dengan istilah keadaan kahar atau force majeure, pelaku pembangunan tidak memiliki rencana cadangan yang tangguh untuk segera dijalankan begitu rencana utama berantakan.

Secara singkat, mari kita lihat apa yang terjadi pada tahun 2020 ini. Rencana pembangunan tahunan yang telah disusun dan berujung sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 di seluruh Indonesia, sudah direncanakan sejak bulan Desember tahun 2018. Proses Panjang itu akhirnya buyar karena Covid-19.

Apakah cukup sampai di situ? Belum. Itu baru satu hal. Baru soal perencanaan pembangunan tahun 2020. Bagaimana dengan perencanaan tahun 2021 yang prosesnya sudah dimulai sejak bulan Desember 2019?

Dalam bayangan saya, seluruh rencana pembangunan yang tertuang dalam draf Rencana kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021 belum berbicara tentang wabah Covid-19 ini.

Draf RKP tersebut juga belum mengantisipasi gagalnya berbagai program dan kegiatan tahun 2020 yang dananya hilang akibat realokasi dan pemangkasan dana transfer. Mengapa demikian? Karena proses penyusunan RKP Tahun 2021 sudah berjalan jauh sebelum kehadiran Covid-19.

Lalu bagaimana dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang telah disusun dan terlanjur ditetapkan sebelum tahun 2020?

Tentu dapat kita pastikan bahwa target yang memuat tahun 2020 tidak dapat tercapai. Akibatnya, harus dilakukan koreksi terhadap target tahun-tahun berikutnya yang diurai secara bertahap untuk dicapai.

Pendek kata, seluruh dokumen perencanaan kita “berantakan” gara-gara Covid-19. Padahal proses penyusunannya telah berjalan sesuai dengan tuntunan regulasi. Itupun diperkuat dengan penggunaan sistem informasi perencanaan pembangunan yang terintegrasi.

Perangkat lunak perencanaan telah diciptakan untuk menjaga konsistensi rencana ke target agar tak berubah di tengah jalan. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2010, perubahan rencana dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain perubahan yang mendasar mencakup terjadinya bencana alam, guncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama filenya adalah silhouettes-81830_1280-1024x723.jpg

Akhirnya, pemerintah daerah harus kembali merangkak melakukan penyeimbangan antara target yang telah ditetapkan sebelum kehadiran Covid-19 dengan anggaran belanja yang tersisa pasca kebijakan dalam penanganan Covid-19.

Jika tidak ada perbaruan kebijakan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional untuk mengakomodir hal tersebut, maka saya yakin bahwa capaian kinerja pemerintah daerah tahun 2020 akan berada jauh di bawah angka 100%. Pemerintah daerah juga tentu tidak berani melakukan upaya penyeimbangan target dan anggaran tanpa kerangka umum dari pemerintah pusat.

Epilog

Solusi yang ditawarkan adalah sistem perencanaan pembangunan kita dibuat lebih fleksibel dengan mempertimbangkan faktor-faktor di luar kemampuan manusia yang serba terbatas. Memberi ruang diskresi kepada seluruh stake holder pembangunan pada setiap entitas pemerintahan untuk menilai secara cermat kondisi obyektif daerahnya, mulai dari tujuan sampai kepada prosesnya.

Yang terpenting, regulasi jangan sampai menjadi jebakan yang menutup ruang improvisasi dan menyulitkan para pelaku pembangunan memburu tujuan pembangunannya, yakni kesejahteraan masyarakat. Perlu ditekankan kembali, regulasi dibuat untuk mengatur jalannya pembangunan, bukan menyulitkan para pelaku pembangunan dalam mencapai tujuan berupa kesejahteraan rakyat.

3
0
Andi P. Rukka ◆ Professional Writer and Active Poetry Writer

Andi P. Rukka ◆ Professional Writer and Active Poetry Writer

Author

ASN di Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Wajo. Tulisan Andi P. Rukka sangat khas, berusaha mengkritisi ketidakberdayaan sebagian besar birokrat di negeri ini.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post